O7; denial

67K 5K 347
                                    

Sebelum berangkat ke kantor, Anin menyempatkan diri ke ATM center mengambil beberapa nominal cash. Kemarin sore sebelum pulang dia menemui Dewa lagi, menanyakan berapa total penalti yang harus dia bayarkan ke Gerald untuk memutus kontraknya dengan Candala.

Kali ini Anin sedikit membenahi penampilan, rambutnya diikat setengah, sedikit memoleskan make up tipis terutama untuk menutupi kantung mata hitam yang makin hari makin terlihat lantaran jam tidur yang berantakan, juga secarik pewarna bibir supaya benda kenyal itu gak kelihatan pucat.

Kebetulan saat sampai Anin berpapasan dengan Farel, membuat mereka berdua berjalan beriringan masuk ke dalam gedung perkantoran mereka.

"Makan apa tuh?" Farel basa-basi melirik roti selai di tangan Anin.

Anin jadi melihat ke rotinya, tapi gak lama gadis itu menutup mulut dan meraih tangan Farel untuk meletakkan rotinya disana. Farel mengerutkan dahi kebingungan sama tingkah Anin.

"Lah? Napa dikasih gua?"

Gak mengindahkan keheranan Farel, Anin berlari kecil menuju toilet yang ada di lantai dasar, mendadak memuntahkan seluruh roti selai yang dia makan pagi ini sambil berpegangan erat pada kedua sisi wastafel. Tubuhnya bisa lemas lagi kalau gak mendapat asupan makan yang cukup, duh.

"Hahh... ya Tuhan..." desah Anin menatap pantulan dirinya di cermin, dia menyeka bibirnya dengan air keran mengalir dan mengelapnya dengan selembar tisu. Merapikan penampilan sedikit sebelum keluar dari sana.

Tanpa diduga Farel masih ada di depan toilet wanita yang dimasuki Anin, laki-laki itu dengan tampang polosnya menyerahkan roti selai Anin ke orangnya lagi, "Nih roti lu."

"Gak, lo buang aja gue udah enek." Anin menjauhkan tangan Farel darinya, gadis itu geleng-geleng kepala pertanda gak mau diberi roti itu lagi.

"Lo kenapa sih belakangan ini mual mulu kayak orang hamil." Farel malah melahap roti sisa Anin, "Enak, Nin. Daripada di buang mending gue makan, tiramisu kah?"

"I-iya." Anin mengangguk, hatinya takut-takut mendengar kalimat 'hamil' dari mulut Farel, "Lo gak jijik apa makan bekas gue?"

Farel menggeleng, "Enggak, santai aja kali emangnya lo rabies anjing? Kan enggak." roti di tangan Farel habis dalam satu kali suap ke dalam mulut Farel, "By the way lo beneran gapapa? Belakangan ini sakit mulu, kalo serius mending minta ijin seminggu deh, Nin."

"Di kira kantor punya laki gue apa ya?" Anin mendelik, "Gue gak masuk tiga hari kemarin aja kerjaan gue langsung seabrek, Rel!"

Cowok di sebelah Anin terkikik geli, "Daripada lo makin sakit mending—"

"Tapi iya juga ya?" Anin bergumam sendiri, berpikir buat apa sekarang dia rajin-rajin ke kantor kalau ujungnya mau resign, mungkin besok dia bakal lebih malas-malasan ketimbang hari ini dan sebelumnya, "Tapi enggak deng, gue nunggu resmi aja..." sahutnya kecil nyaris berbisik, mengeluarkan pemikirannya sendiri.

"Lo ngomong apa?"

Anin tersentak, lupa sama kehadiran Farel di sebelahnya, "Gak ada, cuma ngomong sendiri—eh gue duluan ya pengen buat kopi dulu dah!"

Gadis itu berlari kecil meninggalkan Farel yang menatapnya masih penuh kebingungan, menaiki anak tangga menuju lantai atas dimana sebuah coffee corner disediakan di dekat dapur untuk para karyawan menikmati coffee break mereka.

Waktu masih pagi, sepuluh menit lagi jam masuk resmi dimulai dan sekarang Anin berdiri mengantri paling belakang barisan orang-orang yang tengah membuat kopi di mesinnya. Sambil menunggu giliran, Anin menatap ke lantai bawah ke arah lobi administrasi, memperhatikan lalu lalang banyak pegawai yang tergopoh menuju ruangan mereka karena jam kerja yang sebentar lagi mulai, takut ketinggalan absensi.

Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang