"Gerald."
Dipanggil namanya oleh Anin, Gerald yang tadinya sibuk baca koran pagi buru-buru menoleh, "Iya?" kepala Anin terlihat menyembul dari balik dinding wet kitchen.
"Boleh minta tolong ambilin telur di kulkas gak?"
Gak mau menyia-nyiakan kesempatan, Gerald langsung mengangguk. Pemuda itu beranjak dari area mini bar, ke arah kulkas mengambil telur yang dimaksud, lalu melangkah menyusul Anin yang sibuk berkutat di wet kitchen pagi ini.
"Makasih," ucap Anin pelan menerima telur dari Gerald, setelahnya perempuan hamil itu hanya diam membiarkan Gerald berdiri di sebelahnya.
Asisten-asisten rumah tangga mereka gak datang ke rumah kalau memasuki weekend. Sengaja di atur begitu, selain memberi jadwal libur untuk mereka, Gerald dan Anin juga perlu privasi waktu berdua aja di dalam rumah. Alhasil Anin selalu menyiapkan sarapan sendiri untuk berdua di dua hari itu.
Gerald masih betah berdiri disana melihat tangan cekatan Anin bergerak meracik menu sarapan pagi mereka, udah masuk hari ke empat pun Anin nyatanya masih betah mempertahankan sikap acuh tak acuhnya ke Gerald.
Jujur Gerald mulai tersiksa, gak ada ciuman atau pelukan atau skinship yang biasa dia lakukan ke Anin, cerita satu sama lain seperti biasa juga gak ada, Gerald mendadak canggung sendiri kalau ingin mendekati Anin setelah melihat sikap istrinya yang sengaja menjaga jarak.
"Anin," panggil Gerald yang dibalas Anin deheman singkat.
"Mau sampe kapan begini?" pertanyaan lanjutan Gerald membuat Anin menoleh ke arahnya, Anin menoleh sekilas sebelum memilih menyajikan telur goreng buatannya ke atas piring berisi nasi goreng, lantas cewek itu membawa dua piring miliknya dan Gerald ke area dinning room.
Gerald berdecak pelan, berjalan mengikuti Anin ke meja makan. Keduanya duduk berhadapan.
"Anin, aku ngajak kamu ngomong."
"Apa?" Anin buka suara, duduk tenang di hadapan Gerald bersama garpu dan sendok yang baru aja dia ambil, "Kan kamu sendiri yang ngomong gak usah dibahas, Ge."
"Iya tapi maksud aku gak gini, Anin." Gerald menyahuti balik, ikut mengambil sendok dan garpu untuknya, nada bicaranya masih pelan terkesan santai, Gerald gak mau dia terdengar buru-buru menuntut Anin supaya mereka baikan, takutnya Anin malah makin enggak nyaman sama dia.
"Terus yang gimana?" balas Anin, seusai menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya.
Gerald jadi meneguk air minum lebih dulu ketimbang menyuap nasi ke mulutnya, "Kamu ngehindarin aku, iya kan?"
"Aku ngehindarin kamu biar kita gak bahas apa yang gak mau kamu bahas."
"Apa yang mau dibahas, Nin? Aku kan udah bilang aku gak mau bahas masalah itu karena aku percaya sama kamu."
Anin tersenyum tipis mendengarnya, "Percaya sama aku? Kalo percaya harusnya kamu coba dengerin aku dulu, Ge." perempuan itu lanjut menyendok nasi gorengnya lagi, "Aku yakin di pikiran kamu sekarang, kamu mikirnya hari itu aku beneran pergi sama Regan—iya kan?"
Mengingat kejadian itu Anin rasanya ingin tertawa miris lagi, setelah Cilla sadar dan menceritakan semua kejadian hari itu dari sudut pandangnya, Anin tambah jengkel dengan teman suaminya yang bernama Odi itu.
Gadis paling gak tahu diri, Cilla cerita kalau di hari itu Odi bilang kalau Anin memang berpamitan pergi lebih dulu dari mereka berdua. Membuat keadaan seolah-olah Anin sengaja pergi meninggalkan mereka tanpa tanggung jawab sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...