3O; limits

63.4K 4.5K 640
                                    

"Pak, berkas yang dari Pak Brian kemarin udah di tandatangani belum?" kepala Jinan muncul dari balik pintu ruangan, sambil menenteng setumpuk kertas dia masuk ke dalam menghampiri atasannya yang masih sibuk dengan laptop, kertas dan pembubuhan tanda tangan beserta cap basahnya itu.

Gerald gak memberi jawaban, terlalu fokus sama kerjaannya hingga saat Jinan berdiri di depan mejanya, baru lah pemuda itu menoleh, "Coba kamu cek di lemari nomor dua atas sekali, seinget saya udah."

Jinan mengangguk, mengikuti titah Gerald memeriksa tempat yang dimaksud.

Gerald kembali membaca isi-isi file yang ada, sesekali lelaki itu menggigit ujung tutup pulpennya seraya membaca seksama rentetan kalimatnya atau menatap sekilas jam di pergelangan tangan. Gerald berdecak pelan menyadari hampir masuk jam makan siang.

"Oh iya udah, Pak." sahut Jinan berhasil mendapat kertas map yang dimaksud, dia berjalan ke depan Gerald lagi, "Buat lunch, Pak Bian mau makan apa? Makanan cafe kemarin atau Pak Bian punya rekomendasi tempat lain?"

"Apa aja deh, Nan," jawab Gerald tanpa menoleh, "Rice box juga gak masalah, yang simpel sama cepet aja, gak usah ribet."

"Gak mau nanya Bu Anin dulu?" iseng Jinan bertanya karena biasanya Gerald suka minta waktu untuk meminta pendapat Anin soal makan siang, terkadang juga Anin mengiriminya masakan rumah, paling banter sih Anin ikut andil memilihkan restoran buat makan siang Gerald kalau dia di kantor seperti sekarang.

Sayangnya tiga hari belakangan ini Gerald kelihatan gak bertanya pendapat Anin, dia selalu menjawab minta yang gak ribet dan cepat aja, mengingat dia harus efisien waktu sebaik mungkin. Jinan sadar dari kemarin tapi baru berani mengeluarkan celetukan itu hari ini.

Bisa dibilang ekspresi Gerald sulit dideskripsikan saat Jinan menyinggung Anin seperti tadi.

"Si Nyonya lagi ngambek, gak mau diajak ngomong," kata Gerald menjawab jujur.

Jinan mengernyitkan dahinya, "Kok bisa? Ngambek kenapa?"

"Enggak ngambek banget cuma ya..." Gerald menggaruk tengkuknya yang gak gatal, "Gitulah..."

Mengingat-ngingat Anin, Gerald kembali dibuat menghela nafas kasar. Sikap perempuan yang menyandang status sebagai istrinya sekarang itu masih tak acuh kepadanya, tepatnya sejak tiga hari lalu, setelah mereka pulang dari rumah sakit.

Anin enggak sepenuhnya acuh, dia masih mengurusi dan mengatur keperluan Gerald di rumah, masih peduli dengan apa yang dibutuhkan suaminya. Namun begitu Gerald mengajaknya mengobrol seperti biasa, Anin cenderung menghindar atau menjawab seadanya, tipikal yang sengaja mematikan topik percakapan mereka.

Gerald jelas frustasi, terlebih dia paham dengan pasti apa penyebab Anin bersikap seperti itu.

"Pak Gerald," panggil Jinan yang tadinya udah keluar ruangan, laki-laki itu kembali menampakkan wujudnya di depan pintu ruangan Gerald, "Ada tamu, temen Pak Bian."

"Siapa?" tanya Gerald mengerutkan kening.

"Hai, Ge!" penasaran Gerald terbayar instan, melihat sosok Odi masuk ke dalam ruangannya sambil menenteng sekotak makanan di tangan kanannya, "Lagi sibuk gak?"

Gerald spontan berdiri dari duduknya, menyambut Odi yang masuk dengan berbalas tos ringan bersama gadis itu, "Masih sibuk, biasaaaa."

Odi terkekeh renyah, duduk di sofa ruangan Gerald. Meletakkan kotak makanan yang dia bawa di atas meja, lantas gadis itu menghela nafas gusar seraya mengipasi wajahnya dengan tangan, "Gila ya panas banget dunia! Tolong dong AC lu kencengin lagi."

Gerald menuruti permintaan Odi, dari meja kerjanya dia mengontrol suhu ruangan dengan remote yang sengaja ditaruh di dalam laci meja kerjanya, "Lo bawa apaan?" pandangan Gerald mengarah ke makanan yang dibawa Odi.

Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang