"Kasian ya sama Mbak Astri, padahal dia suka cerita Ibunya suka buatin makanan favoritnya tiap dia pulang kampung, gak nyangka pulang kampungnya kali ini pasti bakal berasa beda banget...."
Gerald diam mendengarkan setia kata-kata yang keluar dari mulut Anin, perempuan itu membuka topik pagi mereka dengan topik yang sedikit sedih. Membahas tentang salah satu dari dua asisten rumah tangga mereka yang ijin pulang kampung kemarin malam karena Ibunya meninggal dunia.
Pemuda itu sebenarnya gak masalah mau Anin cerita seluruh isi dunia sekali pun, yang membuatnya menghela nafas kasar sekarang adalah Anin bercerita sambil ikut menangis juga, udah tiga sampai lima lembar tisu dipakai Anin untuk menyeka air matanya.
"Udah dong, Nin. Kamu juga jangan nangis terus."
"Gak bisa, Ge! Sedih banget tau!"
"Iya, iya, sini aku peluk." Gerald merentangkan tangannya lebar, membuat Anin menghamburkan diri masuk ke dekapannya. Anin gak menolak sama sekali.
"Hormon hamilnya nyebelin banget nih," kekeh Gerald, lucu juga melihat istrinya nangis bombay pagi-pagi.
Di rumah mereka itu ada dua asisten rumah tangga, satunya Mbok Yul, satunya Mbak Astri. Mbok Yul memang tiap hari datang-pulang karena rumahnya gak jauh dan memang penduduk asli kota sini, beda sama Mbak Astri yang selalu menginap di kamar belakang—wanita berumur empat puluh tahunan itu selalu pulang ke kampung asalnya setiap Jumat sore tiba lalu kembali ke rumah mereka Senin pagi.
Sewaktu weekend cuma Mbok Yul yang rutin datang pagi membersihkan rumah atau sesekali membantu Anin menyiapkan makanan, sisanya begitu jam udah menunjuk ke angka sepuluh pagi, Mbok Yul selalu pulang ke rumah.
Otomatis Gerald dan Anin punya waktu berdua lebih banyak saat weekend.
Seperti sekarang.
"Apelnya gak mau diabisin? Satu lagi ini," ujar Gerald setelah Anin melerai pelukan mereka, dia menyuapkan potongan apel ke mulut Anin, Anin dengan senang hati membuka mulut.
"Gewrald," panggil Anin tiba-tiba di sela keasikan mengunyah apelnya, selanjutnya Anin diam sejenak menelan habis apel itu dulu. Anin bergeser sedikit menjauh dari Gerald, mengubah posisinya menyamping sambil bersandar di sofa menatap Gerald.
"Kenapa?"
"Nyuci mobil kayaknya seru deh."
"Hah????" Gerald mengernyitkan keningnya, "Cuci mobil gimana?"
"Ya cuci mobil! Mobilnya dimandiin pake air sama sabun," balas Anin sambil mengusap-usap perut buncitnya, menatap Gerald lamat sekali.
Gerald menghela nafas dengarnya, paham kalau istrinya mengeluarkan keinginan ngidam itu lagi. "Tapi hari ini belom jadwal cuci mobil, sepagi ini juga tempat cucian mobil belom buka, Nin."
"Ih siapa yang nyuruh kamu nyuci mobil ke tempatnya? Cuci sendiri lah," ungkap Anin mengagetkan Gerald.
Anin meraih tangan Gerald, memegangi erat tangan kanan Gerald dengan kedua tangannya, "Ayok lah cuci mobil, Ge. Pengen liat kamu cuci mobil, boleh ya? Kamu bisa kan nyuci mobil sendiri???"
"Ya—bisa sih bisa, tapi repot—"
"Mau liat kamu cuci mobil, aku juga mau ikut mandiin mobilnya," rengek Anin mengguncang-guncangkan tangan Gerald, "Ayok dong, Gerald."

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu seperti itu sampai d...