5O; karma

38K 2.8K 139
                                    

"Lo udah gila ya?!"

Anin secepat kilat membungkam mulut Calista pakai tangannya, memberi pelototan maut menyuruh gadis itu mengecilkan volume suara. Mereka berdua masih ada di dalam toilet, di depan wastafel, membahas kejadian barusan.

Calista kontan menyingkirkan tangan Anin dari mulutnya, "Gak bisa, Nin! Lo jangan baik amat jadi orang, liat aja lo udah baik begitu mereka masih ngatain lo kan? Kenapa gak langsung lo aduin Pak Bian aja sumpah????"

Emosi Calista melesat naik sampai ke ubun-ubun mendengar penuturan Anin, ibu hamil itu akhirnya mau berterus terang setelah dipaksa Calista berkali-kali untuk bercerita.

"Gu-gue bukannya baik, cuma gue mikir—"

"Gak usah pake mikir-mikir, mereka ngomong gitu apa ada mikirin perasaan lo?" sela Calista disertai sinisnya itu.

Anin melirik ke kanan dan ke kiri, sepertinya percuma memberikan pembelaan diri, Calista dan sorot matanya yang penuh amarah itu lebih dominasi menguasai tensi di antara mereka. Calista bersedekap lantas mengurut pangkal hidungnya.

"Gue gak terima lah temen gue dikatain, mereka mana tau hidup lo gimana, seenak jidat ngatain bahkan sampe hampir ngilangin nyawa ponakan gue??? Yang bener aja lu, Nin."

"Cal, jangan cepu ke siapa-siapa ya? Gue percaya lo,"
bujuk Anin berusaha gak peduli perkataan Calista.

Calista mendelik, "Nin?? Gak bisa anjir! Pak Bian harus tau, mereka berdua harus dapet ganjaran setimpal, minimal dikeluarin dari sini lah!" gadis itu berdecak, "Percuma ngomong sama lo, lo terlalu baik sama orang—biar gue aja yang bilang—"

"Jangan! Jangan! Jangan!" Anin menahan tubuh Calista yang hendak pergi keluar, "Please, jangan! Jangan ngomong apa-apa sama Gerald—"

"Gak bisa, Anin! Itu fatal banget buat lo, lo gak inget gara-gara mereka lo sampe disuruh bedrest total? Lo gak inget?!"

"I-inget, Cal tapi—"

"Gak ada tapi-tapian! Lo diem disini biar gue yang bilang sama Pak Bian!"

Anin menahan lengannya lagi, "Cal, jangan!" wanita itu menarik nafas dalam-dalam, berdecak pelan, "Yaudah nanti gue aja yang ngomong sendiri sama Gerald, jangan elo."

Calista menaikkan satu alisnya, "Bisa dipegang omongan lo? Janji gak?!"

Anin mengangguk kecil, "Iya janji, gue ceritain entar."

"Gak percaya gue."

"Gue janji, Cal."

"Awas aja kalo lo bohong sama gue!"

Calista menepis tangan Anin, beralih menarik tangannya mengajak perempuan itu keluar dari sana. Anin diam aja diseret Calista, mereka berdua kembali ke meja kantin dimana makanan yang mereka pesan ternyata udah tersaji di atas meja.

"Lama banget lo berdua," sahut Hasya sekembalinya dua orang itu ke kursi mereka.

"Tiba-tiba sakit perut," jawab Calista.

Farel menaikkan satu alisnya, "Lo nemenin si Calista boker, Nin?"

"Anjing omongan lu filter dulu bisa gak? Lagi makan nih gue nyebut-nyebut boker." Nadine memukul bahu laki-laki di sebelahnya itu.

"Nambah vitamin," balas Farel santai, reflek diberi tinjuan maut sama Nadine.

"Jorok lu!"

Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang