Rumah utama keluarga Candala ini lebih mirip disebut istana daripada sebuah rumah. Terlalu besar dan luas, jarak dari gerbang depan menuju teras depan bahkan memakan waktu tiga menit kalau berjalan kaki.
Kali pertama Anin menginjakkan kaki disana cukup membuatnya tercengang. Dia paham Candala adalah keluarga yang kaya raya, tapi tetap aja Anin gak menduga rumah utama mereka nyatanya sebesar istana seperti ini.
Didominasi warna putih gading, rumah utama Candala punya enam balkon yang menjuru dari segala sisi. Satu balkon yang terlihat dari depan rumah, terhubung dengan ruang tamu di lantai atas. Dua balkon sisi kanan bangunan yang merupakan balkon kamar Tita dan suaminya serta kamar tamu, lalu dua balkon di sisi kiri bangunan ialah balkon kamar Gerald juga ruang kerjanya. Satu balkon lagi ada di belakang, biasanya digunakan sebagai tempat bersantai karena pemandangan disana terhubung langsung dengan taman belakang.
Anin sama sekali enggak kaget mendapati banyaknya asisten rumah tangga disini, justru dia mungkin akan kebingungan kalau rumah sebesar ini gak punya pegawai yang cukup untuk membantu pemiliknya mengurus setiap sudut.
Gerald yang menyadari rumah orang tuanya ini kelewat besar sampai-sampai melarang Anin berkeliling atau melakukan aktivitas yang mengharuskan dia bolak-balik naik turun tangga, demi apa pun Gerald gak mau ambil resiko Anin kelelahan lagi karena persoalan sepele.
"Nanti beli rumah yang kecilan dikit, aku juga kurang suka sama rumah ini," ungkap Gerald jujur bercerita ke Anin, keduanya ada di sofa di dalam ruang perpustakaan kecil rumah Candala. Menikmati cahaya sore hari dari jendela sambil membaca buku disana.
"Kenapa?" sahut Anin mengalihkan atensi dari buku di tangannya.
"Gapapa, Nin." Gerald menghela nafas gusar, "Aku dulu kecil pernah jatoh dari tangga waktu main lari-larian sama Hilmy, dulu tangga rumah ini gak segede sekarang, setelah aku jatoh Papi langsung renovasi tangganya."
"Terus gimana? Kamu luka waktu itu?"
Gerald mengangguk, "Keseleo, aku masuk rumah sakit tiga hari abis itu."
Anin geleng-geleng kepala dengarnya, dia beranjak dari duduknya berjalan ke rak buku untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya tadi. Karena ini perpustakaan pribadi rumah keluarga Candala, isinya kebanyakan novel dan buku-buku soal bisnis properti. Gerald cerita dia sering kesini kalau punya waktu senggang.
Selain luas rumah yang buat Anin takjub, gadis itu juga dibuat terperangah sama beberapa fasilitas gak lazim yang ada di rumah ini. Mungkin untuk ukuran orang kaya seperti Candala itu hal biasa, tapi untuk orang yang hidup biasa aja kayak Anin jelas itu bukan hal yang bisa diterima akalnya.
Di bagian basement rumah Candala ada area gym dan juga bowling alley, sebuah mini bar dengan botol wine tersusun rapi serta billiard table di tengahnya. Ruangan yang dibangun atas permintaan Tuan Besar dan Tuan Muda Candala ini disediakan sebagai tempat bermain untuk siapa pun yang ingin melepas penat disana.
Bukan hanya itu, bersebelahan dengan ruangan tersebut, ada garasi khusus yang berisi mobil-mobil mewah koleksi keluarga Candala.
Anin benar-benar pusing mengetahui fakta, dia tahu keluarga Candala kaya raya—tapi dia gak tahu kekayaan mereka ada di tahap ini. Kata Gerald hanya orang-orang terdekat Candala aja yang tahu soal ruangan pelepas penat di basement rumah mereka.
Pantas aja Naren dan Hilmy sering berkunjung kesini.
Hampir seminggu berada disini, Anin udah bertemu dua laki-laki itu tiga kali, sesering itu Naren dan Hilmy bermain kesini meski Gerald gak ada dirumah. Tita dan Arkan juga nampaknya gak begitu mempermasalahkan, rumah utama keluarga Candala dianggap rumah sendiri oleh mereka berdua.
![](https://img.wattpad.com/cover/363566328-288-k642662.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
أدب الهواة[end] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu seperti itu sampai d...