"Kak Anin please ya pleaseee banget tolongin Cilla!" pinta Cilla merengek gak berhenti daritadi."
Anin menatapnya penuh rasa bingung, gadis dengan postur tubuh lebih mungil darinya itu mencak-mencak tantrum sendiri meminta bantuan Anin supaya menuruti kemauannya. Minggu pagi Anin yang harusnya diisi ketenangan jadi heboh karena kelakuannya.
"Kak tolonglah sekali ini aja," ujar Cilla memohon, menciumi punggung tangan Anin berulang kali.
Anin gak masalah sebenarnya kalau Cilla minta tolong sesuatu, Anin akan menolong sebisanya, yang jadi permasalahan rumit sekarang adalah permintaan Cilla yang agak ekstrim. Cilla meminta Anin menggunakan alasan ngidamnya supaya Naren mau mengecat warna rambutnya ikut-ikutan blonde.
Anin kan bingung harus diiyakan atau enggak.
"Kak tolong ya? Kak Naren gak bakal mau kalo aku yang minta terus terang, tapi kalo Kak Anin yang minta pake alasan ngidam pasti dia mau." Cilla mengeluarkan alasan lain untuk memperkuat permintaannya ke Anin.
Cilla menggeser kursi lebih dekat ke arah Anin, "Kak tolong banget nih! Cilla janji Kak Anin mau minta apa pun nanti Cilla kasih, tolong ya Kak satu kali ini aja Cilla pengen banget samaan rambutnya sama Kak Naren."
Gak lama suara password apartemen berbunyi, menandakan akan ada orang yang masuk. Cilla makin panik, udah pasti itu Naren, Bintang dan juga Gerald dari luar habis beli sarapan.
"Kak Anin tolong!!" raut wajahnya memelas, Cilla terdesak.
Anin mendengus pelan, "Yaudah iya, nanti aku bilang."
"Yey! Kak Anin makasih!" Cilla melompat memeluk tubuh ibu hamil itu cukup keras, Anin sampai reflek memukul pelan bahu Cilla.
"Kalian ngapain nih???" suara Naren menyela di sela percakapan mereka, "Cilla heboh banget kedengeran sampe luar suaranya."
Cilla menggeleng lantas membenarkan posisi kursinya ke tempat semula, melihat Gerald dan Bintang menyusun makanan mereka di atas meja makan. Gadis itu cengengesan karena sadar Naren masih memperhatikannya.
"Tadi tuh Kak Anin mau ngomong sesuatu sama Kak Naren," ucap Cilla langsung yang mengagetkan ketiga lelaki disana, termasuk Anin juga kontan mengeluarkan tatapan horror-nya. Harus sekarang banget nih?
Gerald menaikkan satu alisnya ke atas, "Kenapa, Nin?" malah dia yang bertanya, bukannya Naren.
Anin jadi gugup sendiri, dia menatap Gerald lama kemudian tiba-tiba memberikan isyarat menyuruh Gerald mendekat menggunakan tangannya, Gerald makin mengernyitkan dahi, langkahnya berjalan menghampiri sang istri.
Naren dan Bintang dibuat penasaran, sedangkan Cilla mengulum senyumnya melihat itu.
Kedua mata Gerald membulat sekilas, menatap Anin gak percaya, "Serius?"
Anin mengangguk mantap, "Iya, Ge..."
Gerald garuk-garuk kepala sendiri setelah mendengar ucapan Anin, matanya langsung menoleh ke Naren. Naren yang ditatap oleh Gerald dan Anin mendadak takut, ada gerangan apa pasangan suami istri itu melihatnya begitu.
"Ren, Anin ngidam ini..." baru kalimat pertama dikeluarkan Gerald, Naren udah terkejut. "Anin pengen ngeliat rambut lo blonde."
"HAH?" Jaw drop, lanjutannya makin buat terkejut.
Naren menatap Anin gak percaya, "Nin, lu yang bener aja? Kan Bapaknya si Gerald bukan gua!"
Anin meringis pelan, "Ya gimana? Gue pengennya lo yang warnain rambut blonde, bukan Gerald."

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...