Anin masih berdiri kaku di depan pintu, tepatnya masih terkejut mendapati kehadiran Tita dan satu perempuan dewasa cantik yang enggak pernah Anin lihat sebelumnya. Senyum kedua wanita itu terulas, membuat jantung Anin berpacu hebat karena takut.
"Hai, Anin?" sapa perempuan di sebelah Tita sambil melambaikan tangannya.
Reaksi Anin hanya bisa memberi senyum canggung, sapaan tersebut menyadarkan Anin kalau dia belum menawari dua orang itu masuk ke dalam apartemennya. Maka dari itu, Anin langsung menyingkir dan membuka pintu apartemennya lebih lebar.
"Masuk dulu, Bu..." kata Anin mempersilahkan mereka masuk.
Anin menggiring keduanya masuk ke dalam setelah menutup pintu apartemen, dari belakang memperhatikan seksama sekaligus bertanya-tanya siapa perempuan yang datang bersama Tita ini?Tunangan Gerald?
Cantik sih, cocok juga.
Anin menghela nafas pelan karenanya.
"Bu Tita sama Kakaknya mau minum apa?" tawar Anin yang hendak mengambil gelas dari lemari penyimpanan, kalau aja tangannya gak langsung ditahan sama Tita.
"Gak usah, saya sama Shanum gak haus, gak usah repot-repot," sela Tita melarang.
Oh jadi namanya Shanum? Anin membatin.
Tita dan Shanum melirik kesana dan kemari di apartemen Anin, seperti tengah memindai seluruh sudutnya. Anin tersenyum kecut, iya dia tahu kok apartemennya gak sebesar tempat tinggal mereka yang kayak istana itu.
"Apartemen kamu simple tapi rapi, bagus banget," puji Shanum yang kemudian mengembangkan senyumnya ke Anin, lalu beralih menatap Tita, "Iya kan, Mi?"
Tita mengangguk mantap, "Iya, bagus. Mami juga suka." Sepertinya sekarang Anin tahu darimana senyum manis Gerald itu berasal, senyum yang ditunjukkan oleh Tita sekarang kepadanya sangat mirip dengan pemuda itu.
"Ah iya, kenalin aku Shanum—Kakaknya Gerald." Shanum berjalan sedikit lebih dekat ke Anin lantas menjulurkan tangannya ke gadis itu.
"Hah?" Anin mengerjap kaget, "O-oh iya, sa-salam kenal..." dia membalas jabatan tangan Shanum sambil tersenyum kikuk, dalam hati Anin merutuki prasangkanya beberapa saat lalu. Kenapa semua tebakannya malam ini meleset jauh semua? bodoh.
"Gerald gak pernah cerita dia punya Kakak? Muka kamu kayak kaget, Nin."
"Bu-bukan gitu, dia pernah cerita tapi saya gak pernah tau aja..." ringis Anin menjawab.
Shanum menarik satu sudut bibirnya, "It's fine, gak semua orang harus tau tentang aku sih."
Balasan Shanum membuat Anin menciut sendiri, mungkin Shanum tengah mengejek Anin di dalam hatinya sekarang. Mengingat Anin adalah mantan karyawan Candala, gimana dia enggak tahu sama eksistensi si sulung Candala ini?
Anin seketika merasa bingung harus melakukan apa. Kehadiran dua orang ini jauh dari ekspetasinya, Gerald juga gak pernah mengabari kalau Ibu dan Kakaknya datang kesini. Alhasil yang dilakukannya hanya berdiri mematung memainkan jari telunjuknya yang tertaut satu sama lain, mulutnya mendadak bisu untuk mengucap satu kalimat pun.
Belum lagi tatapan Tita yang seperti sedang menelanjanginya sekarang, wanita itu memandangi Anin dari atas ke bawah. Anin dibuat menelan ludahnya kasar melihat senyum simpul Ibu dua anak tersebut.
Tatapan Tita kembali mengunci ke mata Anin, bersiap membuka mulutnya membuat Anin reflek memundurkan salah satu kakinya. Jantung Anin mendadak berpacu hebat, bohong kalau dia gak takut sama dua perempuan di depannya sekarang, Anin kan gak tahu apa tujuan mereka kesini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...