Anin menggeliat pelan dari tidurnya, perlahan kedua kelopak matanya terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya, Anin mengerjapkan matanya beberapa kali sampai penglihatannya bisa jelas.
Setelah jelas, yang dilihat Anin pertama kali adalah rupa seorang Gerald yang masih menjelajahi alam mimpinya.
Anin tersenyum tipis, mengubah posisinya menyamping—supaya bisa melihat jelas pahatan tampan suaminya itu. Dalam hati Anin berdecak kagum, terpesona memperhatikan betapa sempurnanya wajah Bianaka Geraldi Candala ini. Hidung yang kelewat mancung, rahang yang tegas, bulu mata lentik serta bibir tebal berwarna merah muda itu. Sempurna. Gerald itu tampannya sempurna.
"Stop looking at me like that, Wifey," sahut Gerald tiba-tiba masih dengan matanya yang tertutup.
Perempuan itu terkesiap, di detik selanjutnya kedua mata Gerald perlahan terbuka, pemuda itu tersenyum jenaka langsung menoleh ke Anin yang mengerjapkan mata berulang kali karena kaget, di satu sisi dia merasa malu juga tertangkap basah oleh Gerald sedang menatapnya.
"Tau kok aku ganteng, jangan diliatin gitu banget dong," goda Gerald.
"Kamu pura-pura tidur ya daritadi?" dengus Anin sebal, Gerald terkekeh kecil lanjut memberi ciuman sekilas di pipi kanan istrinya itu.
Anin geleng-geleng kepala kemudian beranjak mengubah posisinya duduk, "Aku masih ngantuk."
"Tidur aja lagi, nanti aku minta buatin sarapan sama Mbak Astri aja," jawab Gerald lantas beranjak dari ranjang, Gerald meraih botol air mineral di atas nakas lalu meminumnya beberapa kali teguk.
"Gak mau, aku mau buatin kamu sarapan," balas Anin seraya menyusul Gerald turun dari ranjang, perempuan hamil itu tertawa kecil sambil memeluk tubuh Gerald, Anin mendongak menatapnya, "Tidurnya bisa lanjut nanti, sekarang temenin Papa mau berangkat kerja dulu."
Gerald mana tahan sama tingkah Anin, ujungnya lagi-lagi Gerald mengecup sekilas bibir tipis itu, berlanjut tangannya mencubit pelan pipi kanan istrinya, "Jangan gemes-gemes gini."
Keduanya tergelak pelan.
Anin lebih dulu mencuci muka dan sikat gigi lalu menyiapkan pakaian kerja Gerald sebelum turun ke dapur, sedangkan Gerald langsung membersihkan diri—mandi dan bersiap-siap, setelah selesai baru lah pemuda itu menuruni anak tangga menyusul Anin di dapur.
Sesampainya disana, Gerald disuguhkan dengan sepiring salad sayur di atas meja. Gerald berdecak pelan melihat brokoli ada disana, "Anin, aku gak terlalu suka brokoli."
"Makan aja, gak bakal mati," sahut Anin santai, masih sibuk berdiri di area pantry menyiapkan roti selainya. Anin terkikik geli mendengar decakan Gerald, walau gak menoleh ke suaminya, Anin bisa menebak raut wajahnya pasti ditekuk.
Selesai sama rotinya, Anin lalu ikut duduk di meja makan, berhadapan dengan Gerald yang sekarang asik memantau iPad sambil menyuap satu persatu sayur itu ke mulutnya. Kehadiran Anin spontan membuat Gerald menatapnya.
"Enak kan brokolinya?"
"Gak juga, biasa aja."
Anin mengernyitkan dahi, "Tapi mau abis itu sepiring." Niatnya mengejek Gerald.
"Iya, soalnya kan buatan kamu." Tapi sayang jawaban Gerald lebih pintar.
Anin merotasikan matanya jengah, gombalan murah itu keluar lagi.
Gerald tertawa geli melihat respon Anin, istrinya nampak kelihatan cantik walau hanya berbalut dress tidur rumahan dan rambut yang dicepol asal-asalan. Mulutnya penuh mengunyah roti hingga kedua sisi pipinya mengembung lucu, Gerald mengulum senyum melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...