Kedatangan Shanum sebenarnya bukan hanya untuk menemui keluarganya, tetapi juga merayakan ulang tahun ke-3 putri kecilnya di rumah utama keluarga Candala. Rencana ini sebetulnya akal-akalan Tita yang sengaja meminta Shanum merayakan ulang tahun cucu pertama Candala itu disini.
Tita dan segala permintaan yang jarang bisa ditolak anak-anaknya.
Selepas acara hangout yang gagal total kemarin, Anin merasa lebih baik pagi ini. Kemarin Anin membuat Hasya, Calista, dan Nadine kebingungan karena mendadak membatalkan janji mereka. Anin beralasan tiba-tiba merasa kram di perutnya, beruntung ketiga temannya itu bisa langsung memaklumi tanpa banyak tanya.
Gerald tiba dua puluh menit kemudian, membawa Anin yang pikirannya udah kacau itu pulang ke rumah mereka. Anin sempat membuat Gerald cemas karena menangis terus menerus selama perjalanan, sampai dirumah pun perempuan itu masih terisak, efek bertemu Ibu kandungnya benar-benar memukul telak batinnya.
Anin baru bisa tenang setelah memeluk Gerald cukup lama sampai tertidur. Gerald bahkan gak kembali lagi ke kantor karena menemani Anin kemarin. Kemudian pagi ini Anin bangun dengan perasaan yang lebih baik dari kemarin.
"Aku jadinya belum beli kado buat Aca," ujar Anin lesu ketika mereka di dalam mobil, sedang dalam perjalanan menuju rumah Candala.
Tangan mereka bertaut satu sama lain, Gerald memilih betah menyetir dengan satu tangan sambil tangan satunya mengelus punggung tangan Anin lembut, "Gapapa, Kak Shanum gak akan marah juga kalo kadonya nyusul."
"Iya aku tau, tapi gak enak, Ge," rengek Anin memble sendiri.
"Nanti aku yang ngomong—atau kamu mau kita transfer mentahannya aja sama Kak Shanum? Buat Aca?"
Anin menggeleng, "Gak usah, aku mau pilihin kadonya sendiri." Shanum dan suaminya juga orang kaya, gak ada istimewanya sama sekali kalau kado mereka berupa transferan uang, pikir Anin.
Mereka berdua tiba di rumah Candala, acara ulang tahun Aca sebenarnya mulai siang nanti, tapi rumah sebesar istana itu udah sibuk oleh banyaknya staff organizer yang bertugas menyiapkan acara tersebut. Belum lagi beberapa keluarga dan kerabat Gerald yang lain juga udah ada disana.
Termasuk Naren, Hilmy, Cilla, dan juga si perusak suasana hati Anin—Odi, juga ada disana.
Anin berdecak sebal melihat sosoknya, dia merapat ke arah Gerald, mengamit lengan suaminya erat. Tingkah Anin sukses membuat Gerald yang tengah asik bercengkrama dengan sepupunya jadi menoleh kaget.
"Kamu perlu sesuatu?" tanyanya sambil mengusap pipi Anin sekilas.
"Gak ada, pengen peluk kamu aja," jawab Anin dengan senyum manisnya.
Gerald gak melarang, dia lanjut mengobrol dengan Eric. Membahas pekerjaan dan kehidupan masing-masing tanpa terganggu Anin yang nyaman bersandar di sebelahnya, karena lagi hamil—Tita menyuruh menantunya yang satu itu untuk duduk santai aja, gak perlu repot-repot bantu yang lain.
Mereka sekarang ada di area bowling alley di basement rumah Candala. Tepatnya Anin, Gerald, dan Eric duduk di sofa bundar yang ada disana, sedangkan Naren, Nolla, Cilla, Hilmy, dan Odi asik bermain bowling di depan sana.
Tempat pelepas penat ini jadi yang tempat terbaik untuk menghindari kesibukan di lantai atas.
Anin gak mempedulikan kehebohan orang-orang yang bermain bowling itu, dia sibuk membuka ponselnya sendiri sambil bersandar nyaman di sebelah Gerald. Dalam hati Anin merasa lega karena Eric lebih dulu mengajak Gerald mengobrol sebelum yang lain mengajak suaminya bermain bowling disana. Alhasil Gerald punya distraksinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...