43; for a while

76.4K 5.1K 185
                                        

BRAKKK! Pintu kamar yang tiba-tiba dibuka kasar membuat Gerald yang sedang mengenakan dasinya jadi terperanjat kaget, tambah kaget lagi melihat siapa yang dengan berani membuka pintu kamarnya tanpa permisi lebih dulu.

Mbak Astri selaku salah satu asisten rumah tangga yang bekerja disini mana mungkin berani menghardik pintu majikan sampai mengeluarkan suara gelegar menghantam dinding. Pelakunya gak lain dan gak bukan, siapa lagi kalau bukan Kakak kandungnya sendiri?

"Mana baju-baju lo?" tanyanya galak, mirip seorang preman memalak korbannya.

"Lo kapan dateng? Ngapain kesini?" Gerald bertanya balik, merasa heran karena Shanum gak ada kabar sama sekali kalau akan datang.

Shanum berdecak, "Udah ah gak penting itu, gue mau ngambilin baju-baju lo siniin."

"Buat apa anjir???"

"Buat Anin lah, dia nitip katanya minta tolong ambilin baju Gerald."

Mendengar jawaban Shanum, Gerald gak mengeluarkan protesan lagi. Dia langsung menunjuk ke arah walk in closet, "Ambil aja di lemari, paper bag juga ada disitu." Gerald langsung paham tujuan Anin meminta pakaiannya, kontan pemuda itu tersenyum tipis.

Shanum masuk kesana, diekori oleh Gerald yang memperhatikan Kakaknya mengambil tiga sampai lima potong pakaiannya, dimasukkan ke dalam paper bag berukuran cukup besar. Gerald bersandar di dinding seraya memperhatikan si Kakak.

"Susah juga jadi si Anin, ajaib banget anak lo buat emaknya gak bisa tidur nyenyak." Shanum geleng-geleng kepala lalu sedetik kemudian terhenyak di tempatnya, "Eh tapi approved dong berarti beneran anak lo ya? Gak perlu tes DNA."

Gerald merotasikan matanya, walau nada suara Shanum lebih pelan di ujung, dia masih bisa mendengarnya jelas.

"Kan emang anak gua," sahut Gerald.

Shanum tertawa pelan, gak lama karena setelahnya wanita itu mengeluarkan ekspresi kesal ke Gerald, "Iya tapi kasian anak lo punya bapak bego, kasian emaknya gak dipercaya sama bapak sendiri jadinya ngambek terus ujungnya pisah ranjang."

Gerald menekuk wajah gara-gara itu, Shanum memang paling ahli menghancurkan suasana hatinya. Kakak perempuannya itu jadi pelopor paling depan dalam urusan membuat mentalnya jatuh, kata-kata yang dikeluarkan bukan main menyakiti hati.

Sepertinya Shanum juga sadar perkataannya membuat Gerald cemberut, "Rasain kan lo gak ketemu sama istri sendiri, makanya kalo diomongin orang tuh denger! Jangan kemakan bualan orang, ngeliat dari sisi lain juga penting, Geraldi Candala."

Shanum menarik paper bag yang disiapkannya keluar walk in closet, Gerald menyusulnya juga dengan helaan nafas lelah—dia gak menyela, enggak juga membantah, Gerald membiarkan Shanum mengomentarinya pedas seperti tadi. Memang kenyataannya begitu.

"Ada lagi?" tanya Gerald pelan, memastikan Shanum gak ketinggalan barang yang diminta Anin buat dibawa ke apartemennya.

"Ini doang sih seinget gue," jawab Shanum melihat-lihat apa yang dia bawa di tangannya, "Lo gak mau nitip buat anak istri lo?"

Secara mengejutkan, Gerald tiba-tiba mengeluarkan sebuah gelang berwarna hitam dari dalam kantongnya, memberikannya ke Shanum dengan wajah datarnya, "Gua titip ini boleh?"

"Itu apaan?" Shanum mengernyit heran.

"Buta mata lo? Jelas ini gelang, gua titip buat Anin."

"Kayak anak SD lo main gelang-gelangan polos begini," decak Shanum menahan tawanya, mengambil gelang itu—menyimpannya ke dalam paper bag yang sama. Dalam hati Shanum paham itu sejenis gelang couple, Gerald memakai pasangannya di pergelangan tangan kanannya.

Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang