Sebulan berlalu.
Anin menjalani kesehariannya seperti biasa. Bangun pagi, berangkat kerja, sorenya pulang ke apartemen—oh tambahannya Anin ke minimarket atau ke ATM center kalau ada keperluan. Tinggal dibayangkan gimana hidup gadis itu begitu monoton untuk dijalanin sehari-hari.
Sesuai perkataannya satu bulan lalu, baik Gerald dan Anin gak ada yang bersinggungan satu sama lain. Kalau berpapasan di kantor juga keduanya langsung melengos, saling tatap sekilas, berlanjut pura-pura gak kenal selayaknya orang asing.
Anin gak ambil pusing, hubungan seperti ini udah sering terjadi di banyak lokasi perkantoran. Bedanya Anin lebih berani sedikit karena menghabiskan one night stand-nya bersama pimpinan teratas perusahaan. Orang gila.
"Hari ini rekap akhir bulan, lembur dikit gak ada masalah kan?" tanya Anin menatap satu persatu anggota timnya.
"Siap aja saya mah, Bu!" sahut Chika semangat membuat Anin ikut tersenyum, senang melihat rekan-rekan tim-nya kelihatan enjoy menjalani pekerjaan mereka tanpa paksaan.
"Istirahat dulu gih, nanti kalo udah masuk baru lanjut," ujar Anin mengingatkan, lalu gadis itu berbalik badan keluar dari ruangan. Berjalan ke arah lift menuju ke kantin, disana udah ada Calista sama Hasya yang duluan mengambil tempat makan.
Anin merapikan sedikit poninya, merapikan penampilan pada dinding lift yang berupa cermin itu. Gadis itu juga sedikit menbalik tubuhnya ke kanan dan ke kiri memastikan gak ada yang salah sama pakaiannya.
Ting! Pintu lift terbuka di salah satu lantai.
Anin kaget, Gerald juga kaget. Tapi karena keadaan keduanya jadi berusaha biasa aja, Gerald dan Jinan masuk bergabung ke dalam sana. Memberi senyum tipis pada sapaan formal para karyawannya, semuanya menyapa Gerald kecuali Anin.
Seakan nasib kurang baik sedang berlabuh sekarang, Gerald berdiri di sebelah Anin. Aroma maskulin citrus dan mint yang pernah masuk ke rongga pernafasan Anin kembali tercium, reflek membuat kaki Anin sedikit bergeser menjauhi Gerald.
Gerald gak berbeda jauh, dalam diamnya sempat curi-curi pandang menatap gadis di sebelahnya dari pantulan cermin di depan mereka. Ikatan ponytail di rambutnya membuat penampilan Anin semakin manis, Gerald salah fokus melihat pipi bulat yang memerah seperti buah persik tersebut. Anin memang cantik.
"Jinan." saat lift berhenti di salah satu lantai, Gerald tiba-tiba buka suara memanggil Jinan, "Hari ini kita makan di kantin tenggara aja."
Jinan mengernyitkan dahi, begitu juga Anin yang spontan mengerjapkan mata. Dua orang yang gak kenal akrab ini sama-sama dibuat bingung sama permintaan Gerald, sejak kapan Gerald mau makan di kantin perusahaannya sendiri?
"Gak mau lunch di tempat biasa?" ucap Jinan memastikan.
"Gapapa, saya sesekali pengen nyoba makan di kantin sendiri."
Ting! Lift terbuka, mereka sampai di tujuan.
Gerald melangkah pergi lebih dulu, disusul Jinan kemudian Anin di belakangnya sengaja memperlambat langkah supaya gak berjalan dekat sama dua orang laki-laki itu. Nafas Anin yang udah tercekat sejak dalam lift baru terlepas lega waktu dirinya sampai di meja Calista dan Hasya.
"Lo lama banget!" gerutu Calista menyodorkan piring berisi gado-gado ke depan hadapan Anin, "Ini udah gue pesenin gado-gado Mbak Tuti, nitip Farel tadi, baik banget kan gue?"
Anin tersenyum sumringah mendapat makanan kesukaannya di depan mata, "Sayang banget gue sama lo, Cal! Entar duitnya gue ganti yak!"
Hasya ada disana juga duduk diam menikmati smooties, mata gadis berambut cokelat itu melirik kesana kemari memperhatikan kehebohan kantin tenggara yang hari ini kedatangan tamu super spesial, "Sejak kapan Pak Bian mau makan disini?" ujungnya dia gak tahan untuk gak bertanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfiction[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...