"DASAR ANAK GAK BERGUNA! GAK TAU DIRI!"
Odi meringkuk dalam tangisan sambil terus menempelkan ponsel ke telinga kanannya, mendengarkan umpatan demi umpatan yang keluar dari mulut sang Ayah di seberang sana, kata-kata kasar yang keluar memekakkan telinga sekaligus menyakitkan hatinya.
"GIMANA BISA ADA TAGIHAN BANK SEBESAR INI NOMINALNYA??? SAYA GAK PERNAH—"
"Bu-bukan aku, Pa, bukan—"
"DIEM KAMU ANAK SIALAN! KALO BUKAN GARA-GARA KELAKUAN KAMU MANA MUNGKIN PAPA JADI BEGINI! EMANG HARUSNYA DARI DULU KAMU ITU UDAH SAYA HABISIN! BUKANNYA BAYAR HUTANG BUDI MALAH BUAT SUSAH ORANG! ANAK KURANG AJAR! SEKARANG PULANG KESINI! BIAR SAYA KASIH KAMU PELAJARAN!"
"Pa—a-aku gak mau—"
"BERANI NGELAWAN PERINTAH SAYA SEKARANG—"
Pip! Odi gak tahan lagi, dia langsung mematikan sambungan ponselnya sepihak, mencoba gak mempedulikan makian kasar Ayahnya yang menggema di telinga sejak tadi. Demi kewarasan, meski Odi tahu Ayahnya itu gak pernah main-main sama kalimatnya.
Bunuh maka bunuh.
Gadis itu menarik nafas berat, menyeka air mata yang membasahi wajahnya, mencoba memperbaiki penampilan kacaunya sedikit lebih baik sebelum keluar dari mobil ini.
Odi jelas tahu apa yang sedang terjadi sekarang, dia enggak selugu itu buat bingung sama keadaan. Kecerobohan yang dibuatnya siang kemarin menimbulkan kekacauan luar biasa dalam hidupnya sekarang, menghancurkan hidupnya yang udah hancur itu lebih terperosok ke jurang kesengsaraan.
Pagi tadi Odi mendapat surat pembatalan dari para klien-nya secara mendadak tanpa alasan jelas, disusul kabar Ayahnya yang tiba-tiba mendapat tagihan bank padahal pria tua bangka itu gak pernah meminjam uang berskala besar di bank mana pun, dari dua kejadian yang telah terjadi—Odi tahu ada yang memanipulasi semuanya.
Siapa lagi kalau bukan Candala?
Bukan hal sulit untuk mereka mempermainkan sesuatu menggunakan uang.
Odi melangkah keluar mobilnya, berlari kecil memilih menaiki anak tangga menuju unit apartemen Hilmy. Sosok pemuda manis yang Odi yakini bisa membantunya saat ini, Odi harus bisa menemui laki-laki itu.
"Hilmy!" panggil Odi mengetuk pintu apartemen, memanggil Hilmy berulang kali.
Gak lama pintu apartemen terbuka, sosok Hilmy yang mengenakan kaos hitam dan celana santai selutut itu kelihatan kaget melihat Odi ada di depan apartemennya di pagi menjelang siang hari begini.
"Lo?"
Odi tiba-tiba memegang tangan Hilmy erat, menangkupnya dengan kedua tangan, "Hil, gue mohon tolongin gue seka—"
Gadis itu terdiam begitu Hilmy menepis tangannya kuat, melepaskan pegangannya begitu aja.
"Lo ngapain kesini?"
"Hil?" Odi menatap pemuda itu gak percaya.
"Gua sibuk, gak punya waktu buat—"
"Hilmy, lo gak percaya sama gue?"
Gila. Hilmy terperangah melihat ekspresi penuh kesedihan yang dikeluarkan Odi, di detik selanjutnya gadis itu terisak seraya menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Isakannya yang keras membuat Hilmy mau gak mau mencengkram tangan Odi, menyeretnya paksa masuk ke dalam apartemen miliknya.
"Hil, setidaknya dengerin penjelasan gue."
"Gue gak bermaksud buat lakuin itu!"
"Hilmy bilang sama gue lo percaya gue kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Right One
Fanfic[end/segera terbit] Karena trauma soal keluarga, Anin memutuskan untuk menjalani hidup monoton tanpa menambahkan bumbu asmara di dalamnya. Bangun pagi, kerja, hahahihi bareng temen, lalu pulang buat istirahat. Siklus yang Anin harapkan selalu sepert...