Bab 38

755 37 1
                                    

"Dia..." Sebelum Sasa menyelesaikan perkataannya sudah lebih dulu di potong oleh Kayla, dia sangat tidak suka dengan orang tua rehan.

"Maaf nyonya ini semua bukan urusan anda, mau dia anak rehan atau bukan itu tidak ada urusannya dengan anda" ucap Kayla dengan tegas.

"Rehan adalah putraku tentu saja itu jadi urusan aku, jika benar dia adalah anak rehan aku akan membawa dia bersama kami" ucap Tiffany tak kalah tegas dengan Kayla.

Hahaha...

Kayla tertawa mendengar apa yang di katakan oleh Tifani raharja yang sangat percaya dir itu.

"Apa anda tidak salah? Bukannya anda dan keluarga anda tak menginginkan anak anak rehan lahir?" Tanya Kayla sinis.

"Itu.." Tifani tak bisa berkata-kata lagi.

"Kenapa nyonya? Benar kan apa yang terlah aku katakan nyonya? kalau kalian tidak menginginkan Rehan melahirkan yang tidak jelas siapa yang menghamilinya?" Ucap Kayla.

Keluarga Raharja hanya diam saja tak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya menatap sendu ke arah cucu yang sangat tampan dan cantik.

Ke empat pria dan dua orang tua yang masih di situ terkejut mendengar apa yang terlah di katakan oleh Kayla. Mereka, tidak menyangka kalau rehan bisa melahirkan, dan membuat dua paru baya itu bertanya siapa sosok yang menghamili rehan?

Sedangkan ke empat pria itu sedang termenung membayangkan kejadian berapa tahun silam.

"Apa jangan jangan rehan hamil karena ulahku dulu? Tapi sperma yang masuk bukan hanya milikku saja ada sperma milik mereka" batin sagar, yang masih tidak percaya kalau rehan bisa hamil,

"Nggak mungkin rehan hamil? Dia kan seorang pria mana bisa dia hamil atau jangan jangan karena kebanyakan sperma milik kami tanggul peranakan Rehan jebol dan membuat rehan hami, jika benar lalu siapa ayah di antara mereka?" Batin Gilang yang termenung.

"Rehan, apa ini benar? Jika benar kenapa kamu tidak berkata jujur kepadaku? Pasti aku akan membantu mu walaupun aku sudah menikah re," batin Darius.

"Rehan kenapa kamu pergi meninggalkan teka-teki, dan anak-anak kamu kenapa sangat mirip sekali dengan kami rehan" batin berian.

"Sudah tidak ada yang di bicarakan lagi kan? Kalau gitu kami pulang dulu, karena urusan kita sudah cukup sampai disini saja" ucap Kayla dengan ketus lalu dia pun mengajak Sasa dan ke empat anak rehan, tidak lupa dia mengajak emaknya yang menyusul ke makam.

Saat mereka akan pergi meninggalkan makam. Rehan sebuah suara mengejutkan mereka semua,

"Nona bolehkah saya bertemu dengan anak anak?"

Kayla dan Sasa saling melirik dan menatap ke arah wanita paruh baya dan pria paru baya membuat keduanya membulat sempurna ke arah paruh baya itu.

"Jangan jangan dia..? Kenapa dia sangat mirip sekali dengan putra rehan, apa lagi memiliki sifat yang hampir sama, sama sama datar dan dingin.

"Maaf nyonya kami tidak bisa melakukannya, karena kita tak ingin anak anak terjadi sesuatu, apa lagi Rehan sangat tidak menyayangi mereka" ucap Sasa menolak secara halus.

Setelah tidak ada urusan lagi mereka pun kembali, dengan,

Tak berapa lama mereka pun terlah sampai di perkarangan mansion milik rehan, setelah itu mereka pun masuk kedalam.

Alkara sejak tadi diam. Saja, entah apa yang dia pikirkan kenapa sejak tadi dia diam saja.

Saat sampai di dalam Alkara membanting vas bunga yang ada ruang keluarga, yang membuat seluruh penghuni mansion terkejut begitu juga dengan Sasa, Kayla dan anak anak yang bsru saja datang.

"Kara ada apa ini?" Tanya Kayla.

"Ini semua gara gara mereka tan, gara gara mereka yang tidak mau nurut membuat Daddy pergi dengan perasaan marah, bersalah dan menyesal, ini semua agar agar, bara, Vian dan Vina yang sangat tidak mau menuruti apa yang Daddy katakan, padahal selama ini Daddy selalu menuruti apa yang mereka mau tanpa tau perasaan Daddy seperti apa" bentak kara.

Degh...

Ke tiga anak itu terkejut mereka tidak menyangka kalau Abang mereka bisa mengatakan itu kepada mereka.

"Bang?"

"Kenapa bar? Apa kamu mau mengelak iya? Asalkan kamu tau ini semua adalah salah kalian karena kalian Daddy meninggal, puas kalian sudah membunuh Daddy"

"Alkara!!" Pekik Sasa.

"Aunty?"

"Maaf Alkara, bukan maksud aunty membentak kamu" ucap Sasa pelan lalu dia mendekati Alkara dan dia berlutut agar sejajar dengan Alkara.

"Sayang, ikat apa kata daddy? Kamu tidak boleh menyalahkan adik adik kamu, ini semua bukan salah mereka tapi ini takdir yang Tuhan berikan kepada kita. Dan pesan Daddy kamu harus menjaga adik adik kamu apapun yang terjadi, jadi kamu jangan menyalahkan mereka ya?"

Namun Alkara hanya diam saja tak bisa berkata, dia masih marah kepada mereka andaikan mereka tidak melawan apa kata Daddy pasti saat ini Daddy masih ada di sini.

"Alkara, apa kamu ingin lihat Daddy kamu sedih di atas sana? Karena melihat anak pertamanya membenci adiknya, kamu nggak mau kan Daddy sedih?"

Alkara langsung menggelengkan, dia tidak ingin melihat Daddy sedih,

"Jadi kamu harus bisa menerima kenyataan ini dan jangan menyalahkan adik kamu atas kejadian ini ya?"

"Hm iya aunty"

"Kalau gitu kalian pergi ke kamar kalian dan bersihkan badan kalian."

Mereka pun langsung pergi ke kamar mereka masing-masing.

*

*

*

*

*

*

Sementara di kediaman Sangkara, saat ini ibu dan anak sedang beradu argument, karena seorang wanita paruh baya merasa ada yang janggal dengan wajah familiar yang sama dengan putranya.

"SAGAR SEGERA!! JELASKAN KENAPA ANAK ITU SANGAT MIRIP DENGANMU?"

"Aku tidak tau ma,"

"Sagar sudah berapa kali kamu mengelak? Apa kamu tidak mau jujur dengan mama?"

"Aku benar benar tidak tau ma" ucap sagar yang masih tidak mau jujur dengan kedua orangtuanya.

Nyonya Yura Aikawa Sagara, yang sangat geram dengan sang putra pun langsung menampar pipi sagar karena tidak mau jujur dengan dirinya.

"Jawab atau mama akan buat kamu menyesal seumur hidup kamu, dan perkataan mama kali ini tidak akan main main!!" Ucap Yura Aikawa tegas kepada sang putra.

"Ma?"

"Mama akan hitung kamu sampai lima jika tidak mau jujur mama akan buat kamu menyesal"

"Ma, jangan begitulah aku memang tidak tau apa apa tentang anak itu"

"Satu"

"Mama, jangan gila, mama tidak percaya dengan apa yang terlah di katakan oleh aku?" Kata sagar yang mulai ketakutan.

"Tiga"

"Ma, dua aja belum kenapa langsung tiga itu curang"

"Suka suka mama lah mau ngitung berapa pun" ucap sinis Yura Aikawa.

"Ma?"

"Li-" saat Yura akan menghitung angka lima langsung di hentikan oleh sagar, karena dia benar benar takut dengan ancaman sang mama.

"Tunggu ma"

"Baik kamu mau jujur dan katakan apa yang terjadi atau mau menyesal seumur hidup kamu?"

"Aku akan katakan semuanya kepada mama., Tapi mama janji jangan potong perkataan sagar"

"Baik cepat katakan"

"Sebenarnya.....

Sahabat jadi cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang