Chapter 28. Debat

195 33 1
                                    

Batu Astra, batu magis yang katanya terkuat ada di tangan ku. Rienra memberiku izin menyentuh batu Ruby dengan binar-binar magis.

Ukuran batu yang kami ambil lumayan besar sebesar kepalan tangan. Si guguk Javier terus bertanya apa gunanya kami ke sini untuk mengambil batu sebesar itu.

Sementara Yve terus mengagumi benda berkilauan itu. "Si guguk cuma bisa ngomong." katanya.

Javier mengumpat. "Aku hampir mati karena batu kecil ini."

Rienra merebut Astra dari tanganku. Melihat batu itu seperti batu paling berharga di dunia. Tapi faktanya memang begitu.

"Harganya senilai dengan gaji tiga tahun mu, Javier."

Javier bersinar terang bagai Budda. Walau begitu hatinya tidak sebersih Budda justru hati Javier sekotor kolong jembatan tempat tinggalku dulu.

Nilai batu ini sangat besar dan punya harga setinggi itu luar biasa. Pasalnya Javier digaji dua kali lebih banyak dari prajurit biasa. Belum lagi Javier menerima banyak uang bonus.

Si kepala biru kini melihat Rienra dengan binar koruptor (makan uang). "Kalau begitu kenapa kita tidak bawah alat berat kemari dan serut semua batu ruby ini."

Rienra menggeleng kepala. "Tidak boleh. Jangan sampai karena mana batu Astra yang besar para monster pergi dari gurun ini menuju daratan utama. Satu batu yang belum di olah memberi efek sihir luar biasa. Membawa banyak batu sama saja mengorbankan banyak warga."

Yve menatap heran pada Rienra. "Anda yang ini tidak seperti rumor jahat yang kudengar,"

Rienra cukup malas menganggapi rumornya, dia sering membahas ini dengan ku dimana dia tidak peduli dengan orang-orang itu.

Mereka hanya tahu cara bergosip, tapi tidak tahu apa yang Rienra korbankan demi mereka hidup.

"orang-orang memanggil anda penyihir jahat."

Rienra melirik kesal, menyumbat mulut Yve dengan batu Astra. Javier menertawai itu sementara aku menyayangkan dengan kecacatan batu Astra yang ternodai air liur Yve.

Semakin lama aku melihat Yve ikut tertular kebodohan kami. Aku jadi kasihan dengan pria dua puluh tahun itu.

"Sudahlah... Aku tidak tenang berada di sini. Aku ingin pulang." keluhku merajuk pada Rienra.

Sesuai yang diharapkan, Rienra segera merapihkan barang bawaan. Menyeret Javier membereskan api bakar-bakar kami, juga berpintah pada Yve yang niatnya juga ingin membantu.

Hanya aku yang disuruh istirahat.

"Zack bukan kakek-kakek, Rienra. Dia lebih tua dari kita berdua."

Urutan tertua di tim sementara ini dimulai dari Yve, aku, Rienra, lalu Javier. Funfact, Javier lahir tiga bulan setelah Rienra lahir.

Dia yang paling muda tapi dia yang paling sesat.

"Kasihan dia, kemarin Zack menggendong mu dipunggung nya. Kalau nanti kifosis nya makin parah bagaimana."

Rienra malah mengurusi tulang punggungku yang melengkung. Sebenarnya dia kasihan atau mengejek sih?

Yve meringis membawa tas besar dalam pikulan. "Jangan banyak bicara! Ayo pulang."

Kali ini justru dia yang memerintah kami.

.

.

.

Deon. Pemuda dengan status pangeran kedua menatap orang di depannya dengan leher tegang dan urat-urat kemarahan.

Caspian yang tidak ada dalam daftar ekspedisi rahasia pencaharian mantan tunangan dari keluarga Zoro tiba-tiba muncul dengan kudanya.

How Great Evil Sorceress Live (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang