Chapter 44. Badai Salju

110 19 0
                                    

Ada satu hal yang baru kusadari belakangan ini, yaitu, mata berbinar Sienna saat menatapku.

Rasa terbebani menyelubungi hati. Pasalnya setelah menerima fakta Sienna adalah penggemar Rienraline Varasia Zoro, aku sebagai pemilik nama merasa takut.

Sensasinya seperti diikuti oleh arwa gentayangan.

Merinding, menggigil, dan grogi. Serasa sedang membaca novel horor.

Zack merasakan hal yang sama. Tapi bukan dipandangi dengan penuh kekaguman berlebihan oleh Sienna, melainkan tatapan setajam silet dan mengandung kebencian.

Yve setelah membaca buku diari Sienna berkali-kali berspekulasi menyeramkan. Aku ingat wajah pucat dan horor miliknya. "Aku rasa perempuan itu suka pada anda, nona penyihir."

Seram!

Itu spekulasi paling seram yang perna kudapatkan.

Aku seperti mendapatkan karma akibat semua tindakan jahat dimasa lalu.

Javier menatap dengan pandangan kasihan. Sialan! Untuk apa dia merasa kasihan kalau hidupnya tidak lebih kasihan dari ku?

Keprihatinan yang ia lakukan hanya memasang senyum kecut dan menepuk bahu ku berulang. "Tegakkan bahu mu. Anggap saja cobaan ini akan segera berlalu."

Sialnya, aku tidak butuh dukungan tidak menghibur Javier.

Aku mengatupkan tangan. Berdoa entah kepada siapa.

"Semoga bohongan, semoga hanya sebatas spekulasi, semoga Sienna tidak benar-benar belok." aku berdoa dengan tangan bergetar dan merinding.

Salju turun di langit desa Huron. Pagi jam tujuh kami sudah memasang badan berbalut mantel hangat nan tebal di gerbang desa.

Aku mengeratkan topi mantel yang ku punya, tidak lupa memasangkan syal di leher Zack sebelum dia terkena flu.

Matahari terbit, tapi tidak bersinar terang. Langit mendung dan cuaca tidak mendukung.

Aku berharap ragu perjalanan ekspedisi ke sini tidak menderita amat.

"Para utusan terlihat!" seru penjaga gerbang yang mengawasi lewat teropong.

"Baguslah," Javier berbalut mantel baru bewarna coklat, "aku tidak ingin berlama-lama di luar."

Zack menghembuskan uap panas lewat mulut. "Kita harus lebih sering di luar supaya cepat terbiasa dengan cuaca disini."

"Yang ada aku mati lebih dahulu."

Aku meringis. Mungkin salahku membawa Javier ke tempat dingin. "Apa aku pulangkan saja kau ke ibu kota?"

"Tidak, tidak." Javier langsung menggeleng cepat. "Aku lebih suka disebelah mu dari pada sendirian disana."

Zack tertawa kecil dan matanya menyipit ikut tersenyum. "Hehe, aku juga ingin didekat mu."

Uh...
Begini rasanya disayang.

"Hehe." Aku memberi mereka pelukan erat. Zack membalas pelukan sementara Javier nyengir dengan raut bodoh.

Yve hanya mendengus. "Romantis sekali kalian bertiga."

Javier membuang muka. Pasti dia sedang merenungi betapa seringnya dia merasa iri seperti Yve sekarang ini. Zack tersenyum lebar, menarik tangan Yve mendekat.

Tangannya terangkat. "Berpelukan..."

Kami berempat berpelukan di tengah banyaknya orang yang menunggu para utusan dan ditengah-tengah salju turun.

Untuk sekian kalinya aku bertidak bodoh, bergabung bersama kebodohan manusia tidak berotak dan ber-IQ rendah.

Sudahlah, biarkan saja rasa malu ini. Ini adalah kenangan masa muda sebelum nanti menikah.

How Great Evil Sorceress Live (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang