Hal pertama yang kulihat setelah membuka mata adalah wajah ibu yang khawatir.
Nama ibuku Miona. Elf terbiasa tidak menggunakan nama belakang. Namun setelah menikah dengan orang luar yaitu ayahku yang tidak tahu malu, nama Zoro akhirnya menjadi nama belakang nya.
Miona Zoro adalah ibu ku.
Dia elf.
Cantik.
Telinganya lancip.
Tinggi, langsing, seperti tiang.
Ibu sama tinggi dengan ku.
Biasanya karena aku jarang pergi membeli gaun, ibu sendiri yang mencoba gaun yang akan ku gunakan. Ibu terbiasa pergi bersama ayah dalam misi, soalnya ayah tidak bisa ditinggal lama oleh ibu.
Ku ulangi supaya makin jelas.
Ayah tidak bisa ditinggal lama oleh ibu.
Menjemput ku di Yangsar sudah memakan dua puluh empat jam kebersamaan mereka berdua. Tapi karena aku sakit lagi sehari setelah Yangsar, ibu meninggalkan kencannya di danau biru dan berlari kemari.
Ayah ikut tentu saja.
Karena terpaksa.
Lihat saja wajah kesal yang susah payah ditutupi itu.
"Ra... dimana yang sakit? Atau ibu panggilkan dokter saja?" Ibu menempelkan tangan di dahi ku dalam rangka memeriksa suhu.
Aku mengumpat dalam hati.
Zayne Zoro semakin meledak di belakang sana. Wajahnya merah hampir menyentuh wajah seta— tidak... hampir menyentuh wajah iblis.
Idiot!!
Posesif gila!!
Apa salahnya seorang ibu khawatir pada anaknya?
Aku menurunkan tangan ibu. "Ibu khawatirkan ayah saja. Ayah kerasukan di belakang ibu."
Ibu tersenyum lembut pada ku, mengangkat wajah dan perlahan mengeras. "Zayne!!"
Begitulah ayah menciut di belakang ibu. Berikutnya ibu malah meninggalkan aku yang masih sakit dan mengurusi ayah yang ngambek sinting.
Fix. Zayne gila.
Aku merenung. Apa aku ganti keluarga saja? Capek aku disini!
"Maaf aku mengganggu keakraban keluarga kalian." Kaisar nongol dari balik pintu.
Aku semakin depresi. Akrab dari mana? Memang benar semakin tua kesehatan semakin memburuk. Terbukti dari mata kaisar yang mulai rusak itu.
"Salam Yang mulia."
Hanya ibu yang menyapa pasalnya aku lemas, lelah dan malas. Sedangkan ayah memang tidak niat sama sekali dan hanya bergelayut manja pada ibu.
Aku bersumpah.
Aku tidak akan se budak cinta ayah jika saja aku menikah nanti. Tidak akan! Siapapun pasangan ku nanti."Ah... Salam pada pangeran kedua. Maaf saya tidak melihat anda tadi."
Oh. Ternyata Deon juga mengekori kaisar.
Pemuda bermata merah itu langsung menoleh pada ku membuat aku menaikkan alis. Apa yang salah dengan pemuda ini? Dia mengajakku berkelahi?
Jangan cari gara-gara, aku sedang sakit.
"Lady tampaknya sudah lebih membaik dari kemarin."
Aku menahan umpatan.
"Anda tidur empat hari lamanya."
Aku terbelalak. Bangsat! Bangsat!
Bagaimana dengan pelantikan penyihir menara milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Great Evil Sorceress Live (End)
De TodoRienraline Varasia Zoro, tunangan putra mahkota kekaisaran Abaru dan putri tunggal pemilik menara sihir. Rienra adalah aku. Status ku tidaklah main-main. Ayahku penyihir agung, tunanganku pangeran mahkota atau lebih tepatnya, aku calon Ratu kekaisar...