50

2.9K 245 13
                                    

EMERALD'S POV

"Liv, aku baik-baik aja kok. Lagian pukulan begitu doang mah gak ngaruh buat aku" ucapku ketika Olivia yang sejak tadi memastikan seluruh memar di wajah dan di perutku sudah menghilang.

"Gak ngaruh gak ngaruh, kamu lupa kalau waktu itu kamu pingsan"

"Ya kan itu diluar dugaan aku, mana aku tahu kalau Papa kamu bakal hajar aku habis-habisan" sepertinya ucapanku membuat Olivia merasa bersalah karena kini raut wajahnya berubah menjadi sedih

"Maafin aku ya, Ral. Kalau bukan karena aku, kamu gak akan mengalami ini semua. Kamu juga gak akan berurusan dengan orang seperti Papa"

"Liv, ini sama sekali bukan salah kamu. Jadi plis stop merasa bersalah untuk ini semua"

Beberapa hari ini, Olivia memang selalu meminta maaf padaku atas kejadian saat itu. Aku pun selalu menegaskan kalau ini semua bukanlah kesalahannya.

"Besok kamu beneran bisa kerja?" tanya Olivia

Setelah istirahat beberapa hari di rumah, aku memutuskan untuk kembali bekerja besok pagi. Jujur saja sejak awal aku bekerja di kantor Aurora, aku sudah sering izin bahkan melebihi kuota cutiku. Meskipun Aurora tidak masalah dengan itu namun tetap saja aku merasa tidak enak padanya.

"Sayangku... kamu gak lihat aku udah segar bugar begini. Kalau kamu mau, aku bisa salto di depan kamu sekarang juga"

"Ya gak perlu salto juga sih. Tapi kamu beneran gak papa kan?" aku mengangguk pelan "Kalau gitu, aku balik ke kantor dulu. Kayaknya Daniel udah bosen nunggu aku di luar"

Aku sampai lupa kalau Daniel yang mengantarkan Olivia kemari. Pasti anak itu sekarang sedang merenung di depan rumahku.

Tapi sepertinya aku salah, Daniel malah terlihat membawa semangkuk mie rebus dari dapurku.

"Habis ngapain lo?" tanyaku

"Lo buta? Seengaknya tolong sediain makanan kalau kalian mau ngebucin lama-lama"

"Maaf ya, Niel" ujar Olivia menengahi "Habis ini aku traktir steak deh"

"Eh... eh... gak usah neng Oliv"

"Steak mah gak nendang buat dia, Liv. Kamu kasih aja 50 ribuan untuk beli nasi padang, aku jamin dia gak bakal banyak omong"

Daniel hanya mendengus kesal mendengar ucapanku sembari melanjutkan kegiatannya tadi yaitu memakan mie rebus.

*****

Pagi ini aku sudah menghubungi Aurora untuk mengatakan kalau aku akan bekerja hari ini. Tentu saja dia begitu senang mendengar hal itu karena hari ini kebetulan Aurora akan pergi ke luar kota untuk meeting.

"Glad to see you. Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?"

"Seperti yang kamu lihat. Everything is fine"

"Kalau begitu... hari ini kamu bisa ikut aku dong?"

"Sure"

Perjalananku kali ini membutuhkan jarak tempuh 4 jam perjalanan dan tentu saja bukan aku yang menyetir, melainkan sopir kantor.

Tidak banyak yang aku lakukan selain membantu Aurora untuk menyiapkan berkas sekaligus bahan presentasinya. Jujur saja Aurora benar-benar memiliki aura yang memikat.

Sejak awal meeting ini dimulai, hampir semua orang disini terlihat tidak semangat. Namun setelah Aurora berbicara, entah kenapa aura ruangan ini menjadi berbeda. Semua mata memandang Aurora dengan tatapan tertarik.

Aku jadi curiga, apa sebenarnya mereka hanya tertarik pada Aurora saja. Tapi aku juga menyimak rapat ini dan ide Aurora lah yang satu-satunya menarik untuk disimak menurutku.

Last Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang