EMERALD'S POV
Aku mengerjapkan mataku dan berusaha melihat sekelilingku namun aku tidak bisa melihat apapun disini. Tempat ini begitu gelap, aku sama sekali tidak bisa melihat sekeliling tempat ini. Selain itu, aku bisa merasakan kalau tangan dan kakiku terikat dengan sangat erat.
Disaat aku mulai membiasakan mataku dengan tempat segelap ini, tiba-tiba saja lampu ruangan ini menyala dengan begitu terangnya. Seketika aku memejamkan mataku karena tidak siap dengan cahaya ini.
"Emerald Dimitri" ujar seorang pria yang suaranya sangatlah familiar untukku, siapa lagi kalau bukan om Arthur.
"Om Arthur..." ucapku pelan dan sepertinya ia mendengar suaraku
"Tepat sekali, ini berarti kamu memanglah Emerald. Kenapa kamu kembali Emerald? Kamu gak betah berlama-lama di neraka? Atau kamu memang tidak pernah pergi kesana?"
Dia pikir pergi ke neraka seperti pergi ke luar negeri. Enteng sekali mulutnya berbicara. Kalau saja dia bukan orang tua kandung Olivia, sudah aku setrika sejak dulu mulut pria brengsek ini.
"Kamu dengar saya Emerald..." om Arthur menarik kerah bajuku dan menepuk pipiku "Kali ini nisan itu akan bertemu dengan jasad aslinya"
Setelah mengatakan itu, om Arthur menampar wajahku berkali-kali. Aku sama sekali tidak bisa melawan dan menghindar karena tubuhku terikat di sebuah kursi besi yang sudah pasti kursi ini tidak akan bisa patah.
Tidak hanya itu, om Arthur juga memukul perutku hingga napasku terasa tersengal.
"Ikat anak itu disana" perintah om Arthur kepada seorang pria yang ternyata sejak tadi berdiri di belakangku.
Pria itu adalah salah satu dari orang yang membantuku tadi. Brengsek, jadi semua ini hanya tipuan. Jadi benar firasatku selama ini kalau ada seseorang yang sedang nmengawasi gerak-gerik-ku.
Ikatan pada kakiku di lepaskan dan kini aku diikat dengan tangan ke atas. Om Arthur berjalan menuju sebuah lemari kayu dan kemudian mengambil sebuah cambuk.
Aku meringis ketika satu cambukan menyentuh tubuhku. Baiklah ini benar-benar perih. Tubuhku benar-benar terasa sangat lemas ketika cambukan demi cambukan dilayangkan ke punggungku.
Pantas saja dulu Ryan berdoa agar segera pergi dari dunia ini, ternyata om Arthur benar-benar manusia yang sangat kejam.
"Cukup Arthur!" ditengah-tengah kesadaranku yang mulai menghilang, aku mendengar suara seorang pria yang menghentikan om Arthur "Anak itu bisa mati kalau kamu siksa seperti itu"
"Bukan kah itu yang kita inginkan, Ben? Tujuan kamu memberitahuku tentang keberadaan Emerald..."
Aku tidak lagi mendengar pembicaraan mereka karena seketika aku kehilangan kesadaranku.
*****
Tubuhku benar-benar sakit sekarang, sekujur tubuhku terasa begitu perih terutama punggungku. Aku bahkan merasakan bagian punggungku basah. Dengan sedikit meringis, aku menoleh ke belakang dan sekilas bajuku yang berwarna putih sudah berubah warna menjadi merah.
Aku benar-benar tidak berdaya dengan semua ini. Tapi aku belum ingin pergi dari dunia ini, aku bahkan belum berpamitan pada Mama, Olivia dan kak Tiara. Semoga saja ini bukan hari terakhirku di dunia ini.
Suara nyaring kini memekakkan telingaku. Suara itu seperti sebuah kursi besi yang diseret begitu saja. Dan benar saja, itu memanglah kursi besi yang diseret oleh om Arthur dan diletakkan tepat di depanku.
Kini om Arthur duduk tepat di hadapanku dengan membawa sebuah pistol di tangannya. Mungkin aku bisa tahan dengan cambukan-cambukan itu, tapi kali ini pistol, aku mulai tidak yakin dengan kelangsungan hidupku setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love (COMPLETED)
RandomBertemu dengannya bukanlah keinginanku, jatuh cinta padanya bukan pula kehendakku. Pertemuan yang tidak pernah kusangka-sangka akan menjadi sebuah perjalanan cinta yang tidak akan pernah aku lupakan. Menjadi cinta pertama untuknya adalah hal yang in...