Bab || 45

170 11 7
                                    

Tandai typo...
Satu vote kalian sangat berarti bagi author 😘😘

Happy reading!!!!

✧🦋✧

"Asya memang sahabat aku eyang, tapi aku gak akan sepercaya itu buat nyerahin Papi aku," gumam Thea dengan bersujud didepan kaki eyangnya.

"Aku mohon eyang, terima usulan aku tadi." Thea terisak kala mengatakan hal tersebut. Tubuhnya bergetar hebat, kejadian beberapa tahun lalu kembali berputar di kepalanya.

"Eya, jangan kayak gini," ucap eyang kakung dengan menarik bahu cucunya dan ia suruh duduk disebelahnya.

"Aku mohon eyang, untuk hal ini aku harus egois," racau Thea dengan mengatupkan kedua tangannya didepan dada.

"Eyang akan bicarakan ini dengan keluarga kita nanti," final eyang kakung membuat Thea langsung berhambur ke pelukan Papinya.

"Untuk sementara aku akan tinggal disini Pi, jaga-jaga kalau tiba-tiba eyang berubah pikiran," cicit Thea dengan memeluk tubuh Papinya khawatir.

"Aku sayang Papi, tapi maaf kalau aku egois," gumam Thea dengan semakin mengeratkan pelukannya. Tanpa sadar tangannya gemetar ketika mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.

Diam-diam Papi Arga mengirimi pesan kepada menantunya untuk menjemput Thea yang saat ini masih menangis di pelukannya.

Cklek.

"Mihh," teriakan menggelegar Al membuat Thea yang dipanggil langsung merentangkan tangannya dan Al masuk ke pelukannya.

"Mih tenapa nanis?" tanya Al dengan menepuk-nepuk pipi Thea yang terlihat basah.

Tak tega melihat istrinya yang memeluk Al dengan bergetar hebat, Rafka mengambil alih Al lalu menyerahkan kepada mertuanya yang sudah tak sabar menerima cucunya. Lalu Rafka menggendong istrinya ala bridal, dan membawanya ke kamar mereka.

"Al disini sama Opa dulu, Mamih perlu istirahat sama Papih kamu," ucap Papi Arga kepada cucunya yang kini menatap kepergian orang tuanya.

"Eum ote deh," jawabnya dengan lesu. Padahal ia sangat ingin menghibur Mamihnya yang kata Papihnya sedang sedih.

"Cucu eyang mau mainan baru gak?" tanya eyang kakung mendekati anak cucunya.

"Au eyang yhut!" seru Al dengan excited. Ia langsung merangkak dan naik kepangkuan eyang buyutnya.

"Eyang yhut udah gak kuat gendong Al, mending Al sama Opa aja," ujar Papi Arga dan menggendong cucunya.

Di umurnya yang sudah hampir delapan puluh tahun eyang kakung sudah tidak bisa mengangkat yang berat-berat. Masih untung eyang kakung bisa sedikit membantu pekerjaan kantor dari rumah. Bahkan teman eyang kakung atau kakek Asya sudah tidak bisa melakukan pekerjaan apapun.

Sedangkan disisi lain, Rafka tengah memeluk istrinya yang masih saja menangis. Sesekali Rafka akan mengecup pipi maupun pelipis istrinya.

"Mau cerita gak, tentang trauma kamu itu?" tanya Rafka pelan. Ia sudah tahu jika istrinya memiliki trauma saat usianya menginjak delapan tahun. Namun untuk cerita jelasnya, Thea belum pernah menceritakannya.

"Aku egois ya?" tanya Thea yang kini sudah menghentikan tangisannya. Rafka merespon pertanyaan Thea dengan mengecup kedua mata Thea yang masih sedikit basah.

15 tahun yang lalu...

Waktu itu Papi Arga sedang sibuk-sibuknya dengan perusahaan. Ia merintis game barunya yang sudah diakui oleh pemerintah dan masyarakat sekitar.

SCHÖNE LIEBE [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang