Bab || 52

131 8 0
                                    

Tandai typo...
Satu vote kalian sangat berarti bagi author 😘😘

Happy reading!!!!

✧🦋✧

Keadaan benar-benar canggung, apalagi Al yang kini sibuk dengan ponsel Mamihnya, melupakan segalanya apalagi brownies pisang kesukaannya.

Baik Rafka maupun Delvin juga diam sembari menatap kearah lain. Begitupun dengan Thea yang bingung harus apa.

"Mih, Al ndak cuka nih, antiin yan tayak adii Mih," celetukan Al membuat ketiga orang dewasa yang duduk melingkar tersebut langsung memusatkan perhatiannya pada balita tersebut.
(Mih, Al gak suka ini, gantiin yang kayak tadi Mih)

"Au apena Pih ajah Mih, ndak cuka ape Mih, sina gambal-gambal mua," ucap Al lagi ketika sang Mamih menatapnya bingung.
(Mau hapenya Pih aja Mih, gak suka hapenya Mamih, isinya gambar-gambar semua)

"Ini Papih kasih pinjem, asal jangan mencet-mencet sendiri, biar Mamih yang pencetin," peringat Rafka yang diangguki patuh oleh Al.

Pasalnya beberapa bulan yang lalu Al pernah memencet sembarangan dan berakhir menelpon dosen pembimbing Rafka kala itu. Yang lebih parahnya, balita tersebut pernah mengirimi pesan suara kepada klien Rafka beberapa minggu lalu.

"Otei Pih."

Lagi lagi setelah Al terdiam, suasana kembali canggung. Jujur saja rasanya Thea ingin mengawali pembicaraan, namun itu tak akan ia lakukan, mengingat mereka kembali terdiam setelah ia ajak ngobrol tadi.

Cukup lama keadaan hening, membuat Thea jengah juga. Apalagi Rafka yang hanya menatapnya dan juga Al.

"Main hape-nya udahan ya sayang, sekarang Al ikut Mamih pergi," ucap Thea seolah mengintruksi kedua pria yang sedari tadi hanya diam.

"Babe mau kemana?"

"Mau kemana Ya'?"

Mendengar keduanya berbicara bersamaan, Thea memasang senyum paksanya.

"Kalian lanjutin aja tatap-tatapannya, aku sama Al mau pergi," jawab Thea dengan wajah lelahnya. Sudah lebih dari satu jam mereka hanya diam tanpa mau membuka suara.

"Babe, jangan gituu."

"Makanya jangan cuma diam," ujar Thea dengan menatap kesal wajah suaminya.

"Kan dia yang minta ketemuan," gumam Rafka pelan. Sebenarnya juga dia bingung kenapa Delvin meminta bertemu dengannya. Sedangkan pertemuan pertama setelah lama tak bertemu Delvin hanya menyuruhnya meminta penjelasan pada Thea.

"Okei, Thea udah cerita sama gue kalau Dara udah jelasin sama lo, dan sekali lagi gue minta maaf soal kesalah pahaman yang dulu," ucap Delvin dengan menatap wajah Rafka.

"Its okei, gue juga minta maaf karena dulu gak dengerin penjelasan lo, malah percaya sama Dara," ujar Rafka yang diangguki Delvin.

"Oh ya, gimana sama keadaan lo, kata istri gue lo punya kanker?" tanya Rafka dengan menekankan kata istri, yang membuat Delvin mendengus.

"Iya, masih stadium awal."

"Gue punya kenalan dokter, dia lumayan handal soal nanganin kasus kanker-kanker gitu, mau gue kenalin biar lo bisa konsultasi?" tanya Rafka yang diangguki Thea.

"Iya, yang aku dengar juga rumah sakit milik keluarganya itu bekerjasama sama rumah sakit Amsterdam."

"Boleh," jawab Delvin seraya tersenyum manis.

"Yeayy om danten aikkan ama Pih!" seru Al dengan tersenyum lebar. Balita tersebut langsung memeluk Mamihnya kala kedua pria didepannya hanya diam.

"Mih, Al calah bicala?" tanya Al kepada Mamihnya karena ia tak mendapat tanggapan excited dari keduanya.

SCHÖNE LIEBE [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang