Abiram tengah asyik merokok di bangku taman. Ia baru saja mengalami penolakan dari dosen pengampu mata kuliah arsitektur. Katanya design miliknya terlalu bagus, sehingga justru membuat klient tidak akan meliriknya. Tak mungkin sebuah cafe didirikan dengan design se mahal itu, "Bi, memangnya mereka bisa menjual sampai berapa gelas dalam satu hari dan mau dijual berapa harga pergelasnya supaya bisa menutup biaya pembangunan semahal itu?" ujarnya pada Abiram."
"Meski pun hanya tugas tetap harus realistis, Bi!" imbuhnya.
"Realistis katanya?? Bah ... menyebalkan!" gerutu Abiram begitu lamunannya buyar. Baginya yang merupakan anak dari orang kaya tentu saja tak pernah memikirkan sampai ke arah permodalan. Ia hanya tahu menggambar dengan bagus, tak pernah tahu kalau setiap usaha pasti butuh rencana anggaran awal, modal, dan juga perhitungan kapan balik modalnya.
"Hiks ... huhuhu ..." suara tangisan wanita membuat kekesalan Abiram beralih. Ia menoleh, ingin tahu siapa yang menangis tanpa rasa malu di tempat umum. Ternyata seorang gadis berrambut ikal, hitam, dan panjang.
"Dasar cewek." Abiram menginjak puntung rokoknya dan berjalan ke arah Arum.
Sebenarnya Abiram ingin pergi dari sana, namun melihat seorang gadis cantik menangis membuat jiwa lelakinya bergejolak. Apa lagi gadis itu punya body goal yang diinginkan banyak wanita dan yang pasti mampu memikat banyak pria. Meski pun ia memakai pakaian sederhana, namun tonjolan bak gitar spanyol itu tetap tidak tersamarkan.
Hidungnya yang mancung memerah, sementara bibir plumpy seksinya bergetar saat menangis. Ia memiliki mata bulat dengan bulu mata lentik dan garis mata yang jelas. Andai saja terpoles dengan kemewahan, gadis itu pasti secantik dewi Aprodite.
"Belum pernah lihat ada cewek sebening ini di kampus, apa dia mahasiswa baru?" Tebaknya sambil berjalan ke arah Arum.
Arum masih menangisi kebodohannya. Ia menertawakan dirinya yang bahkan tak bisa merasakan kedamaian saat masih menjadi orang kaya. Sementara ternyata kedamaian bisa di dapat semudah ini, kedamaian hanyalah berada sedekat ini dengan hidupnya.
"Kenapa menangis?" Abiram mendekat, berdiri sambil mengulurkan sapu tangan ke arah Arum.
Arum mengangkat kepalanya mencari tahu siapa yang mendekat. Ternyata Abiram, ia kenal betul dengan kakak tingkatnya ini karena merupakan saingan bisnis Raja di masa depan. Arumlah yang membuat Abiram selalu kalah tender besar dari Raja dengan cara cara yang licik.
"Abiram?" Mata Arum membulat, ia spontan memanggil nama pemuda gondrong ini.
"Kamu tahu namaku??" Abiram cukup kaget mendengarnya.
"Ah ... itu ... itu karena ..." Arum gelagapan, ia tak bisa mengatakan pada semua orang kalau ia kembali dari masa depan, bisa bisa semua orang menertawakannya.
"Aha ... aku tahu! Kamu pasti fansku kan?? Kamu diam diam menguntitiku?!" Abiram mengepalkan jari dan memukulkannya ke telapak tangannya yang lain dengan penuh percaya diri seakan telah mendapatkan jawaban pasti.
"Sembarangan!!" seru Arum, amit amit, siapa yang mau jadi fans-nya? Nggak mengaca apa gimana?? Rambut gondrong, jarang cukur kumis, badan bau rokok, ditambah denga mata mengantung karena terus bergadang mengerjakan tugas, dia benar benar cowok yang berada di bawah standar tipe ideal Arum.
Pria ini begitu berbanding terbalik dengan Rajanya yang rapi dan wangi.
"Halah tak perlu menyangkalnya. Aku tak masalah kok kalau kamu ngefans sama aku." Abiram terkekeh, membuat Arum kesal. Ia langsung bangkit berdiri ingin menghindari si biang kerok dari jurusan Arsitektur.
"Tunggu!!" Abiram mencekal tangan Arum.
"Hmm ... apa dia memang senarsis ini dulu??" Arum menggigit bibir bawahnya kesal, ia pun menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
RomanceYa Tuhan bila saja ada kesempatan kedua ... aku pasti akan ... Pernahkan kalian berpikir semacam ini? Apa yang akan kalian lakukan bila diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan? Arum Prawesti, seorang gadis jahat, si cantik yang menjadi pemeran antagon...