"Itu nggak mungkin." Abiram mengusap wajahnya, ia tak bisa mempercayai Arum. Namun juga tak bisa memungkiri bukti bukti yang ada."Apanya yang tidak mungkin?" Raja juga terlihat penasaran. Keduanya berdiri berhadap hadapan di sisi ranjang Arum. Tari masih sibuk mengusap rambut Arum dan menangisi putrinya sementara dokter memberikan suntikan penenang.
"Bukan urusanmu." Abiram tak mau menjawabnya. Bila memang di masa depan Arum lebih memilih Raja, maka Abiram akan merubah takdir itu. Jalan satu satunya ya dengan menjauhkan Raja dari Arum.
"Saya suntikkan penenang dosis rendah supaya pasien bisa istirahat."
"Terima kasih, Dok."
"Ayo kita keluar!! Biarkan Arum istirahat." Raja menarik kerah Abiram. Abi tampak berat meninggalkan Arum, namun terpaksa karena keadaan.
Raja menghempaskan tubuh Abiram begitu berada di luar IGD. "Apa yang kamu sembunyikan, Hm?"
"Sudah kubilang bukan urusanmu kan?! Arum bukan urusanmu! Rini lah urusanmu!" Abiram merasa sangat kesal dengan tingkah Raja yang sok berlagak seperti kekasih Arum.
Raja mengepalkan tangannya, lagi lagi ia merasa kalah dari Abiram karena pemuda itu selalu menyangkut pautkan hubungannya dengan Rini. Apakah Raja harus memutuskan Rini supaya bisa dekat dengan Arum dan membungkam wajah seniornya yang menyebalkan ini?
Raja menoleh ke arah pintu UGD, di mana Arum terlihat tergeletak di atas ranjang. Tubuhnya tertutup tirai sebagian. Raja menghentikan emosinya dan langsung pergi dari hadapan Abiram. Percuma berbicara dan mencari tahu kebenarannya dari mulut Abi, dia tak akan membocorkan hal ini. Raja akan bertanya sendiri pada Arum saat gadis itu sudah stabil dan dalam keadaan waras.
Sementara Arum. Dalam tidurnya yang lelap, Arum merasa begitu bersalah dengan Raja dan juga anak mereka. Arum membayangkan, keluarga kecilnya yang bahagia utuh kembali. Namun perlahan api melahap gambaran manis itu dan memisahkan Arum dengan Raja dan juga bayinya. Sepanik dan seberat apa pun Arum mencoba meraihnya tetap saja bayangan mereka tenggelam dalam kobaran api yang panas dan tak tertembus oleh apa pun.
Bagaimana caranya untuk membuat bayinya kembali?
"Hiks ..." isak Arum, air mata mengalir dari sudut matanya yang terpejam. Arum masih tetap sakit hati dengan kepergian sang buah hati.
"Rum ... Nak, Ibu di sini, kenapa menangis?" Tari menggenggam erat tangan Arum. Perlahan lahan Arum membuka matanya dan kembali pada kenyataan.
Arum menengadah, melihat kesekeliling. Ia berada di rumah sakit dengan selang infus yang menempel. Dokter bilang begitu infusnya habis Arum boleh pulang karena memang bukan penyakit fisik yang Arum derita. Dokter sudah memberikan obat penenang supaya Arum beristirahat.
Arum menggigit bibirnya, ia ingat semua yang telah terjadi. Bodohnya aku! Arum menjerit dalam hatinya. Di waktu ini ia belum hamil, bahkan masih perawan. Dan Arum justru memeluk Raja sambil meminta maaf tentang bayi mereka. Raja pasti salah sangka, hubungan mereka akan semakin bertambah rumit.
Masalah design dan juga masalah bapak saja belum kelar, Arum malah sudah mencari masalah lain. Ya Tuhan, hidupnya kali ini benar benar penuh dengan masalah, sangat berwarna!
"Minum dulu, Nak." Tari membantu Arum minum dan menenangkan diri.
"Mas Raja di mana, Bu?"
"Sudah pulang. Tinggal Abiram, dia masih duduk di depan sambil merokok."
"Ck, anak itu, sudah dibilang jangan merokok masih saja nekat." Arum berdecak.
"Sudah ... sudah, pria merokok itu hal wajar. Lagi pula dia bukan kekasih apa lagi suamimu. Kenapa malah kamu yang marah marah sih?" Tari menegur Arum.
"Ya memang bukan hak Arum sih marah marah. Arum hanya nggak suka sama bau rokok dan juga merasa sayang kenapa uang harus di bakar." Arum duduk, ia sudah baik baik saja sekarang.
Tari tersenyum melihat tingkah putrinya yang bawel, ia merasa Arum sudah sehat kembali hingga bisa mengkritik dengan pedas teman prianya.
"Kamu itu aneh, satu angkatan kamu panggil dengan embel embel 'MAS' sementara yang tua kamu panggil nama doang, tidak sopan kan?" Tari merasa Arum membedakan Raja dengan Abiram.
"Kebiasaan," jawab Arum lirih. Rasanya berdenyut denyut bila teringat panggilan sayang satu sama lain saat mereka berrumah tangga.
"Ya sudah, ibuk panggilin Abiram dulu ya. Kamu tunggu saja di sini." Tari berjalan keluar.
Tak lama, sosok Abi muncul dengan wajah sumringah. Pemuda ini sungguh sungguh panik saat Arum ambruk, dan langsung bahagia begitu gadisnya siuman.
"Jangan cengar cengir kayak kuda!" tukas Arum.
"Ya sudah, aku nyengir kayak zebra saja." Abiram duduk di sisi Arum. Arum menghela napas kesal dengan guyonan Abiram. Dasar cowok tengil emang, ga bisa diajakin ngomong serius.
"Kenapa kamu ke sini, Bi?? Bukankah kamu harus menyelesaikan design yang baru?? Waktunya sempit dan kamu malah ada di sini??" Arum kesal, ingin marah, pasalnya ia ingin membantu Abiram. Usahanya akan sia sia belaka bila Abiram lalai dan melupakan tugas tanggung jawabnya.
"Aku kangen sama kamu." Abiram menjawabnya dengan lugas, "karena kangen aku nggak bisa menggambar. Mendadak otakku macet, blank! Yang muncul hanya bayangan wajahmu dan juga ..." Abiram menghentikan kalimatnya karena wajahnya berubah hangat. Ia malu melanjutkan karena ia terus membayangkan ciuman pertama mereka.
"Juga apa?? Awas kalau mikir mesum!" Arum sudah mengangkat bantal pasien yang kerasnya minta ampun. Mungkin sebentar lagi bantal itu akan melayang ke wajah tampan Abiram.
"Ya ampun, baru sakit juga bar bar banget sih. Sini taruh bantalnya." Abiram menyahut bantal keras itu kembali ke sandaran.
"Pokoknya aku nggak mau tahu, pulanglah dan kerjakan designnya. Jangan sampai usaha kita menghilang sia sia karena cinta monyetmu!"
"Siapa bilang cinta monyet, ini cinta manusia kok!" Abiram menyahut wejangan "Lagian kenapa kamu selalu menasehatiku seakan akan aku anak kecil dan kamu tanta tante sih??" Abiram mencibir Arum yang sok dewasa.
"Ck, aku memang sudah jauh lebih tua darimu." Arum menegaskan, hal ini membuat Abiram teringat kembali ucapan Arum tempo dulu.
"Apa benar kamu berasal dari masa depan??" tanyanya.
"Tidak. Aku alien!" celetuk Arum dengan ketus, bukankah dulu Abi sendiri yang tidak percaya. Kenapa mendadak bertanya balik?
"Ck ... serius dikit napa??" Abiram kesal.
"Bukankah kamu yang tidak percaya, Bi. Kalau aku dari masa depan?"
**** BERSAMBUNG ****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
RomanceYa Tuhan bila saja ada kesempatan kedua ... aku pasti akan ... Pernahkan kalian berpikir semacam ini? Apa yang akan kalian lakukan bila diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan? Arum Prawesti, seorang gadis jahat, si cantik yang menjadi pemeran antagon...