Ternyata Bukan Doaku

11.9K 740 6
                                    

Perkuliahan pun di mulai, Arum tak lagi bisa menghindar dari Raja dan Rini, mereka sekelas karena satu angkatan. Arum membawa sepatu Raja, namun tak pernah ada kesempatan untuk mengembalikannya karena Rini selalu berada di samping Raja.

Arum tak fokus dengan materi perkuliahan, lagi pula ia sudah mengerti tentang materi arsitektur jauh lebih dalam dari pada mata kuliah awal seperti sekarang. Arum akhirnya memutuskan untuk tidur siang saja. Lagi pula semalaman ia tak bisa tidur karena membantu Tari menyelesaikan jahitan.

"Keluarlah dulu, Rin. Masih ada yang harus aku kerjakan." Raja meminta Rini untuk pulang lebih dahulu.

"Kerjain apa, Beb? Aku bantu."

"Mau main game, mumpung di kampus ada wifi," jawab Raja sambil mengelurkan laptopnya. Belakangan ini mulai muncul game game online yang sangat menarik. Dan lagi belum banyak orang memiliki kualitas internet yang lancar seperti di kampus.

"Ya sudah, lagi pula aku ada janji sama nemenin mama belanja." Rini mengangguk, ia pun mengecup pipi Raja sebelum meninggalkan pria itu bermain game. Semula Rini merasa aneh, tak biasanya Raja membiarkannya pulang sendirian. Namun Rini belajar untuk percaya, biasanya lelaki akan cenderung marah bila di kekang terlalu erat.

Raja menunggu hingga Rini bener benar pergi sebelum berani menatap Arum yang masih tidur dengan sangat lelap di atas mejanya. Raja pun menggeser pantatnya, berpindah tempat duduk ke samping Arum. Kelas sudah sepi, hanya tinggal mereka berdua di sana. Arum masih terlelap, ia tak menyadari kalau Raja tengah menatapnya dengan intens.

Raja menyangga dagu, ia tak jemu jemu menatap wajah cantik Arum. Bulu matanya begitu lentik saat terpejam. Bibirnya begitu ranum hingga membuat siapa pun pasti ingin memetiknya.

"Kenapa aku begitu tertarik kepadamu, Rum?" Raja menghela napas, belum pernah ia merasakan debaran sekencang ini pada seorang perempuan sebelumnya. Bahkan saat ia memutuskan untuk berkencan dengan Rini dulu, detak jantungnya tidak sekencang ini.

"Tidurnya nyenyak sekali, apa dia sangat capek?" gumam Raja karena gadis itu tak kunjung terbangun meski pun kelas kini telah kosong.

Raja merebahkan kepalanya juga di atas meja bangku, berhadap hadapan dengan Arum. Dari sisi ini Raja bisa mengaggumi kecantikan Arum dengan nyaman. Sinar matahari masuk dan menerpa wajah Arum. Debu keemasan menghiasi wajah cantiknya, sesekali Arum mengeryit tidak nyaman karena kepanasan.

"Panas?" Raja mengangkat kepalanya dan mencari buku. Ia mengambil buku tulis untuk meneduhkan wajah Arum dari rasa panas. Ia menghalau sinar matahari supaya tidak menyorot langsung ke wajah Arum. Cukup lama hingga tangan Raja terasa kesemutan.

Arum mengeryit, ia mengerjap pelan saat mulai terbangun. Di lihatnya seseorang duduk di sisinya. Raja bergegas menarik tangannya dan bertingkah seakan akan tidak ada apa pun.

"Hei," sapaan Raja membuat Arum kaget sampai hampir terjatuh. Kaget karena menemukan Raja begitu ia membuka mata.

"Hati hati!!" Dengan sigap Raja menahan lengan Arum supaya tidak terjatuh.

"Kenapa kamu di sini?? Ya lain?" Arum gelagapan, ia menolak noleh, sudah tidak ada orang lain selain dia dan Raja.

"Mereka sudah pulang." Raja menjawabnya santai.

"Kamu tidak pulang?" Arum menyelidik, kenapa dia tidak pulang kalau yang lainnya sudah pulang? Bahkan Rini pun sudah pulang.

"Aku tidak tega meninggalkanmu sendirian."

"Tidak tega? Memangnya aku anak kecil?" Arum langsung membereskan semua alat tulisnya masuk ke dalam tas. Ia harus lekas pergi dari sisi Raja atau kerinduannya akan bangkit kembali. Mengoyak hatinya hingga menimbulkan rasa sakit yang teramat menyiksa.

"Kamu membuatku selalu memikirkanmu." Raja menahan tangan Arum agar tidak terburu buru meninggalkannya. Arum bisa merasakan genggaman tangan Raja yang hangat. Oh Tuhan, dia merindukan genggaman itu. Perasaannya langsung terombang ambing di antara rasa bersalah dan juga cinta. Ingin rasanya Arum mengatakan pada Raja kalau ia sangat mencintainya, sangat merindukannya.

"Apa maksudmu? Kita baru dua kali bertemu, lagi pula kamu sudah punya kekasih, Mas." Arum menarik tangannya kuat kuat. Raja bertingkah aneh, dulu dia tidak begini. Raja tipe pria setia, ia sangat mencintai Rini, tidak pernah mengkhianati Rini dan akan selamanya begitu bila saja Arum tidak masuk di tengah tengah mereka dan menghancurkan hubungan mereka berdua dengan cara licik.

Mendadak Raja mendekatinya, hingga bahkan berani menyentuh tangannya. Apa di kehidupan ini Raja berbeda?? Tidak mungkin, semuanya sama, Bapak, Ibu, dan bahkan Abiram pun punya sifat yang sama.

"Aku juga tidak tahu kenapa. Aku tahu ini salah, namun aku tidak bisa menahannya, Rum." Raja mengikis jarak di antara mereka berdua.

Arum terpaksa mundur namun akhirnya justru mentok di dekat meja, tak ada lagi kesempatan untuk menghindar, Raja terlanjur mengunci tubuhnya.

"Aku bermimpi, kalau kamu meninggal di dalam pelukanku. Dalam mimpi itu aku berdoa, supaya Tuhan memberikanku kesempatan kedua untuk menjagamu, menebus semua kesalahanku padamu." Raja menggenggam tangan Arum.

Arum mendelik, ia sangat terperangah mendengar penuturuna Raja.

Benar saja, Tuhan tak akan mungkin mengabulkan permintaan seorang hamba yang jahat seperti dirinya, bila mengabulkan doa tentu saja doa orang yang baik dan tulus seperti Raja.

Air mata Arum tergenang, ia tak merasa bersalah. Bahkan setelah Arum meminta cerai dan menyakiti Raja pun tetap mimikirkan dirinya. Betapa bodohnya Arum yang tak bisa mempercayai suaminya dan termakan omongan bodoh wanita lain.

"Kamu boleh menganggap aku seorang pria playboy brengsek yang mengada ada. Namun memang begitulah keadaannya, sejak terbangun kemarin, aku merasa begitu terikat dengan dirimu. Aku merasa ... kamu seperti bunga mawar, begitu menarik, namun berduri, entah kenapa hatiku terasa sakit, seperti tertusuk tusuk dengan duri tajam saat menatapmu, namun di sisi lain aku tak pernah bisa berhenti menatapmu," terang Raja.

Hati Arum mulai kacau, ia tak mampu lagi menatap kedua bola mata Raja. Yakin ia akan jatuh lagi pada godaan dan cinta yang sama saat ia menatap pria itu.

"Kumohon jangan begini, Mas. Kamu menempatkanku pada situasi yang sulit."

"Situasi sulit, kamu juga tahu, Rum?? Kamu juga merasakan hal yang sama??" Raja menyelidik.

Arum mendorong Raja hingga ia bisa keluar dari kekangannya. Ia tak lagi mampu menyembunyikan perasaannya. Arum pun berlari sekuat tenaga supaya tak lagi berhadapan dengan Raja.

"Arum!!" Raja mengejar Arum di selasar gedung. Arum begitu terburu buru, ia seperti maling dikejar oleh petugas saja.

BRUK!!

"Woah!! Kenapa?" Abiram keget saat Arum menabraknya dengan sangat keras.

"Arum!!" seru Raja.

"Abi!! Bawa aku pergi dari sini!" Suara Arum terdengar serak karena bercampur dengan air mata. Abiram tidak tahu kenapa, namun ia pun menyanggupinya. Lagi lagi Abiram membawa pergi Arum di depan mata Raja.

"Sialan!!" umpat Raja kesal.

*** BERSAMBUNG ***

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang