Bimbang

10K 554 8
                                    

Sepanjang perjalanan dari kampus menuju ke rumahnya dihabiskan dengan melamun. Arum mendekap perut Abiram, meletakkan kepalanya di punggung lebar pria itu. Arum menatap kosong pada jalanan, ia melamunkan ucapan Raja.

Ternyata bukanlah doanya yang dikabulkan Tuhan sebelum ia meninggal yang membawanya memiliki kesempatan kedua, namun doa dari suaminya. Arum tidak tahu harus bahagia atau bersedih. Ia sudah memutuskan untuk menjauhi Raja demi mengubah masa depan, menjadi wanita baik yang tidak merebut kekasih orang. Namun mendengar penuturan Raja barusan membuatnya goyah. Bukankah itu berarti Raja masih ingin bersamanya di kehidupan yang baru ini?

Bagaimana???

Arum bimbang, Arum gelisah...

Bila ia kembali pada Raja dan merajut kembali asmara bersamanya, bagaimana dengan Rini??

Hatinya pasti akan tersakiti dan Rini akan menjadi Sari kedua dalam kehidupan Raja dan Arum. Belum lagi obsesi Arum yang ingin di akui oleh pihak keluarga Raja, ia akan menghalalkan berbagaimacam cara membantu Raja menapaki karir dan membuat perusahaan yang begitu besar.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanpa sadar Arum bergumam.

"Pegangan yang erat saja." jawab Abiram, Arum lupa ia masih bersama kakak senior menyebalkan ini.

"Ee ... stop!! Stop!!!" Arum sadar ia telah kebablasan dalam meminta tolong pada Abiram. Mereka sudah sangat menjauh dari kampus, hampir sampai di rumah Arum malahan.

"Tanggung ah, sebentar lagi sampai rumahmu!" Abiram tak mau berhenti.

"Ck!! Dasar pemaksa, ya sudah berhenti di minimarket saja, otakku macet bila tidak makan sesuatu." Arum mengeplak helm Abiram.

Abiram menepikan motornya ke arah sebuah mini market, Arum melihat minimarket bernuansa biru itu. Di masa depan minimarket ini akan menjamur, menjadi salah satu pilihan saham terbaik di bursa. Sayang sekali, Arum tidak memiliki uang untuk membeli satu bit-nya.

"Mau rasa apa?" Mereka tiba di depan deretan mi instan.

"Rasa yang dulu pernah ada." Arum ngelantur karena terus terbayang bayang dengan ucapan Raja tadi.

"Maksudnya MIE-nya, Rum!! Bukan kisah cintamu!" Abiram mendorong kening Arum dengan jari telunjuknya sampai ke belakang. Berharap anak ini segera sadar dari lanturannya.

"Yang pedas saja, biar nggak ada yang tahu misal aku menangis." Arum menatap mi rasa semur ayam pedas. Sepedas lidah ibu mertua.

"Oke, kalau minum?"

"Apa ada alkohol?" tanya Arum. Sepertinya ia butuh.

"Ya?? Kamu belum cukup umurkan?" tanya Abiram balik.

"Besok aku ulang tahun! Apa bedanya satu hari??" Arum berdiri di samping Abiram. Keduanya berdebat di depan etalase minuman dingin.

"Lagian anak kecil siang siang minum, memangnya tidak gerah??" Abiram bergeleng.

"Siapa yang anak kecil??" Arum melotot galak ke arah Abiram. Begini begini di dalamnya berjiwa wanita dua puluh tujuh tahun! Kamu yang masih anak ingusan di mata Arum, Bi!!

"Ya sudah, ambil saja." Abi mengambil dua kaleng bir dan sebotol wiskey cola untuk nanti di campur hingga rasa birnya tidak terlalu pahit.

"Kamu yang bayar." Arum menaruh belanjaannya di depan kasir, termasuk dengan dua sosis dan roti krim.

"Katanya tidak suka makanan manis?" Abiram bergeleng melihat belanjaan Arum. Semuanya adalah makanan yang masuk dalam daftar list paling Arum hindari. Tapi itukan dulu, saat ia benar benar ingin menjaga bentuk badannya tetap yahud, sekarang masa bodoh! Ia butuh asupan manis untuk memikirkan langkah selanjutnya dan butuh asupan alkohol untuk melupakan Raja dan senyumannya yang semanis gula.

"Mana?!" Arum merebut kantongnya dari tangan Abiram.

Arum menikmati semua makanan dengan lahap saat Abiram keluar dengan dua cup mi instan yang baru saja slesai di seduh. Arum menggosok sumpit, bersiap untuk menikmati.

"Ada krim di mulutmu." Abi tanpa basa basi langsung menyeka krim di sisi pinggir bibir Arum hingga ke tengah, mengelus bibirnya. Lalu mengulum jempolnya menghilangkan krim, membuat wajah Arum menghangat saat melihatnya.

Arum cengoh, ia melihat Abiram yang tengah menikmati mi tanpa rasa bersalah.

"Kenapa diam? Cepat di makan, nanti mie nya melar." Abiram membuka cup mie dan memberikannya pada Arum.

"Hmp .... iya," jawab Arum tersentak.

"Katanya mau menangis? Nggak jadi?" Sindir Abiram saat Arum bahkan tidak bersuara saat memakan mi pedas itu sampai ludes. Arum jadi lupa tujuannya gara gara canggung dengan perlakuan manis Abiram barusan.

"Lupa." Arum menenggak air mineral.

"Bir-nya?"

"Nggak jadi, buat kamu saja." Arum bergeleng, emosi yang tadinya meluap luap mendadak menghilang.

"Apa ada hubungannya sama cowok tadi?"

"Iya."

"Dia sudah punya pacarkan? Cewek mungil yang selalu mengekor kemana pun dia pergi."

"Iya."

"Kamu suka sama dia?"

"Iya," akui Arum.

"Iya iya mulu!!!"

"Iya."

Abiram sewot, kesal karena cuma di jawab iya iya aja dari tadi.

"Terus kenapa pergi? Dia juga sepertinya suka sama kamu." Abiram melihat sorot mata Raja yang terluka saat Arum memilih pergi dengannya.

"Nggak mau jadi wanita brengsek yang merebut lelaki dari perempuan lain." Arum menghela napas.

"Kalau aku, selama janur kuning belum melengkung aku bakalan berusaha sekuat tenaga buat membuktikan cinta dan bersatu." Abiram manggut manggut seakan akan adalah pakar cinta. Arum menatapnya kesal, memangnya Arum belum pernah melakukan semua itu? Di kehidupannya dulu ia telah melakukan segala macam cara untuk bersatu dengan Raja. Dan karena ia pernah melakukannyalah maka dikehidupan yang ini dia tak mau kembali mengulangi hal yang sama.

"Apa kamu percaya kalau aku bilang aku berasal dari masa depan?" Arum menoleh pada Abiram, pemuda itu nampak sangat antusias mendengar pertanyaan Arum.

"Kamu percaya?" Ulang Arum.

**** BERSAMBUNG ****

**** BERSAMBUNG ****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Visual Raja ❤️❤️

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang