(Mon maap nggak up kemarin, kemarin tumbang, capek karena kerja dan anak badannya panas.)
****
Tiga bulan kemudian.
Arum bekerja di toko bunga sambil berkuliah seperti biasanya. Meski Arum sering membolos perkuliahan, namun ia selalu mengerjakan tugasnya dengan baik, bahkan nilainya juga selalu sempurna. Bagaimana pun dia pernah menjadi designer utama dari perusahaan konstruksi besar, tentu saja Arum dengan mudahnya mengerjakan tugas tugas milik mahasiswa semester satu.
Arum bekerja dengan baik, banyak orang membeli bunga di toko milik Serafina. Ada yang murni membutuhkan bunga, ada yang termakan dengan teknik marketing Arum, dan ada juga yang datang karena Arum cantik. Ia butuh alasan bertemu Arum, siapa lagi kalau bukan si narsis, Abi.
"Ngapain ke sini lagi?" Arum kesal, pekerjaannya banyak dan si Otong datang tanpa diundang.
"Jemput kamu." Abiram tersenyum manis.
"Aku tidak ada kuliah pagi hari ini, Bi!!" Arum sibuk menata ulang sisa cookies. Dari gaji pertamanya Arum bisa membeli oven panggang. Ia mengajari Tari memanggang roti kering untuk dijual di toko bunga dan warga sekitar. Gaji keduanya dibelikan blender dan panci hingga Tari bisa membuat susu kedelai. Arum menjual cookies dan juga susu kedelai hangat di depan toko bunga setiap pagi sebelum toko itu buka. Serafina sudah memberinya ijin.
"Kamu kenapa panggil aku Abi terus sih?? Aku ini lebih tua darimu hlo!"
"Memangnya kenapa?" Arum menatap Abi kesal, di dalam sini isinya jauh lebih tua dari Abi hlo.
"Panggil Mas kenapa? Atau kakak," jawab Abiram dengan sorot mata memelas.
"Ogah ah, geli." Arum masuk ke dalam toko. Ia menata sisa cookies di etalase dekat mesin kasir, berharap ada yang membeli lagi saat membayar belanjaan.
Abiram mengekor masuk, ia menarik lengan Arum supaya menghadap ke arahnya. Abiram menatap lamat lamat kedua bola mata Arum yang berbinar indah, dalam hati ia begitu mengaggumi sorot mata yang memancar penuh tekat ini. Abiram juga ingin memilikinya, ia juga ingin memiliki tekat sebesar milik Arum.
"Sore nanti aku akan presentasi design jadi nggak bisa jemput kamu."
"Kamu masih ngeyel mau ambil disign proyek itu, Bi?? Kan sudah aku bilang kalau kamu nggak akan menang. Kamu bakalan gagal."
"Jangan bicara negatif donk, Rum. Harusnya kamu menyemangatiku." Abiram mencibirkan bibirnya manyun. Abiram tidak marah karena ia pikir ucapan Arum hanyalah omong kosong belaka.
"Sudahlah, tanggung saja sendiri akibatnya." Arum berbalik badan, enggan ikut campur lebih dalam. Lagi pula Abiram memang harus menjalani proses panjang untuk menemukan jati dirinya.
"Aku nggak akan marah, aku cuma minta kamu berdoa buat aku. Ini proyek besar pertama yang kami miliki." Abiram menggenggam tangan Arum. Arum melirik ke bawah, tangan yang tergenggam terasa hangat. Selama ini Arum yang berinisiatif membantu Raja, sementara Raja tak pernah menunjukan pengharapan yang begitu besar seolah olah Arum begitu berarti dalam tiap proyek yang ia ajukan.
"Semoga hasilnya memuaskan." Arum tersenyum sumbang lantas menarik tangannya dari genggaman Abi. Ia tak bisa melihat wajah pria itu dengan senyumannya yang manis. Arum merasa seperti mengiring anak anjing ke pembantaian saja.
"Ya sudah aku pergi dulu, semoga cookies dan bunganya laris manis hari ini." Abiram mentowel pipi Arum sebelum keluar dari toko bunga.
Arum menatap kepergian Abiram dengan penuh kegelisahan, haruskah ia mencegah Abi menghadiri meeting dengan klient?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
RomanceYa Tuhan bila saja ada kesempatan kedua ... aku pasti akan ... Pernahkan kalian berpikir semacam ini? Apa yang akan kalian lakukan bila diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan? Arum Prawesti, seorang gadis jahat, si cantik yang menjadi pemeran antagon...