Ketahuan

3.2K 316 20
                                    

Arum menatap langit langit putih dengan sorot cahaya terang. Ia terkejut begitu membuka mata.

"Hah?? Di mana ini?"

"Tenang Arum, tenang." Raja menggenggam tangan Arum, "kita di rumah sakit, kamu pingsan."

"Aku?? Pingsan?? Ba ... bayiku? Bagaimana dengannya??" Arum kaget, ia langsung mengelus perutnya, tak ingin kejadian yang sama terulang lagi. Arum pasti tak akan tahan dengan rasa sakitnya kehilangan.

"Tenang, Rum, tenang, bayinya baik baik saja." Raja menatap Arum dengan penuh kasih, ia merasa bersalah karena membuat Arum terus di tindas oleh Rini. Raja sudah tahu, kalau Rinilah yang merusakkan maket Arum. Rini tak sengaja meninggalkan bukti, gantungan tasnya terlepas saat ia menghentak hentakkan kakinya menginjak semua maket Raja.

"Maketnya hancur, hiks ... bagaimana ini?? Pamerannya pasti sudah di mulai." Arum menitikkan air matanya.

"Jangan nangis, nanti perutnya sakit lagi. Dokter bilang kamu syok jd perutmu keram. Kalau kamu menangis lagi, nanti perutnya bisa keram lagi, Rum." Raja menakut nakuti Arum agar dia lebih memikirkan bayinya saat ini di bandingkan maket itu.

"Lagi pula, anak-anak di kelas sudah bergotong royong membantumu. Kami menyelesaikan maketnya tepat waktu meski pun tidak sebaik yang pertama. Sambil jalan pasti bisa di perbaiki." Raja menenangkan Arum.

"Serius, Mas?"

"Iya, masih banyak orang yang sayang sama kamu Arum," jawab Raja, ia enggan mengakui kalau salah satu orang itu adalah Abiram. Abilah yang mengajak semua orang yang berada di kampus untuk membantu menyelesaikan maket milik Arum yang rusak.

Sebagai kakak senior, sudah pasti ia punya pengalaman lebih berkutat dengan maket. Begitu Abiram mengajak teman temannya, maket yang rusak kembali tersusun dengan rapi.

"Ya Tuhan, aku sampai tak bisa berkata kata." Arum tersenyum haru. Raja tersenyum kecut, hatinya merasa ciut karena secara tidak langsung ia penyebab Arum mendapatkan kesialan, dan Abiram justru menjadi malaikat penolong Arum.

"Dokter bilang kamu boleh pulang begitu infusnya habis. Aku keluar dulu mengurus administrasi." Raja bangkit berdiri begitu Arum mengangguk.

Raja merasa sangat marah pada dirinya dan juga Rini. Raja benar benar tak habis pikir gadis baik seperti Rini bisa melakukan tindakan yang begitu implusif dan gila.  Raja sebenarnya tak ingin percaya kalau Rini yang melakukannya demi cinta mereka yang telah kandas itu. Namun siapa yang bisa menebak sejauh apa cinta bisa merubah hati seorang manusia?

****

Abiram menatap Arum dari celah korden di bangsal IGD. Dia tak berani masuk untuk menemui Arum, namun juga terlalu penasaran dengan keadaan gadis itu. Abiram yang semula ingin menyerah pada cintanya ternyata tak mampu saat melihat Raja membopong tubuh lemas Arum ke rumah sakit kampus.

Ternyata maket Arum di rusak oleh seseorang, sudah pasti itu perbuatan Rini. Siapa lagi yang punya dendam sebanyak itu pada sosok Arum selain mantan pacar Raja.

"Sepertinya dia baik baik saja." Abiram menghela napas lega melihat Arum mampu beristirahat. Dia pun meninggalkan Arum.

Abiram menghampiri suster dan memberikan sekotak susu strawbery dingin kesukaan Arum. Suster mengangguk, ia memberikan susu itu pada Arum.

"Dari pacarnya, Mbak."

"Makasih, Sus."

Arum tanpa ragu meminum susu manis itu, ia memang haus setelah menangis. Susu itu terasa berkali kali jauh lebih enak dan manis dibandingkan saat Arum meminumnya di hari hari biasa.

"Sudah selesai, mau balik sekarang?" Raja masuk ke bilik, Arum hanya mengangguk karena masih menikmati sekotak susu.

"Makasih ya, Mas. Susunya enak banget." Arum menghabiskannya dengan cepat. Alis Raja mengeryit, siapa yang membelikan Arum susu?? Perasaan dia tidak membelinya.

"Susu apa?"

"Ini ... tahu aja aku suka minum susu ini. Hehe ... suster bilang dari Mas Raja." Arum tak curiga sedikit pun, sementara Raja langsung mengepalkan tangan karena tahu kalau Abiramlah yang datang.

"Iya, Mas beliin karena kamu sepertinya haus." Raja berbohong, ia tak ingin Arum kembali teringat sedikit pun pada Abiram. Hubungan mereka sudah sampai sejauh ini, baik Rini mau pun Abiram tidak boleh merusaknya lagi.

Keduanya kembali ke kampus untuk mengambil maket dan menuju ke tempat pameran. Sepanjang perjalanan Raja tampak diam.

"Mas ... kok ngelamun?" Arum menyadari Raja terus melamun sepanjang jalan.

"Enggak kok." Mana mungkin Raja berkata jujur tentang isi hatinya yang semruwet.

Keduanya sampai di ruang serba guna, di sana maketnya sudah siap. Banyak teman teman yang berdiri memberikan semangat pada Arum. Arum jadi kembali bersemangat untuk menyelesaikan rentetan perlombaan ini.

"Semangat juara!!"

"Jangan mau ditindas oleh orang yang iri padamu." Mereka menepuk pundak Arum. Arum terus tersenyum, selama hidup ia tak pernah punya teman karena memikirkan dirinya sendiri, ternyata punya teman yang mendukung tiap langkahnya tidaklah buruk. Justru sangat membahagiakan.

"Semangat, Rum." Raja pun menepuk pundak Arum. Hanya Abiram yang berdiri di luar, menengok ke dalam ruangan dari jendela. Ia tak berani mengganggu kebahagiaan Arum padahal dia yang menambal tiap tiap kerusakan pada maketnya.

Semua orang sibuk membantu Arum memasukan bahan ke dalam mobil Raja. Mereka akan lekas pergi ke pusat kota karena pamerannya pasti sudah dimulai. Sementara mereka semua berbenah, seseorang mendekati Arum dan berkata, "aku tahu kamu hamil, dan bayi itu bukan anak Mas Raja."

Degh!! Arum menoleh patah patah, Rini berdiri di sampingnya.

"Dia anak Abiram kan?!" tebaknya.

Arum terdiam, padahal Raja bilang hanya akan ada mereka dan Tuhan yang tahu, tapi Rini bisa menebaknya dengan sangat mudah.

"Jangan coba coba bahagia di atas penderitaan orang lain, Rum! Kamu tidak pantas bersanding dengan Raja! Wanita kotor dan ternoda sepertimu tidak pantas bersama Raja." Rini pergi sebelum Arum sempat membalas perkataannya.

"Rini!!" Raja yang tahu kalau Rini berusaha memprovokasi Arum langsung berlari mengejarnya. Namun Arum menarik tangan Raja.

"Bagaimana ini, Mas. Rini tahu...." Arum menatap Raja dengan mata berkaca kaca.

Raja meremas rambutnya yang hitam dan tebal dengan kedua tangan.

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang