Pelampiasan

3.1K 289 19
                                    

"Sini biar aku yang lihat!" Sera ikutan gemas dan penasaran. Tangannya menyahut mouse dari tangan Arum dan mengklik kotak masuk. Ada dari panitia lomba. Sambil dah dig dug duer, Seralah yang membuka kotak itu. Netra Sera terbelalak.

"Bagaimana, Kak??" Arum bertanya.

"Kamu ... juara satu, Rum." Sera berdecak kagum.

"Serius??" Arum menatap layar monitor, berita kemenangannya membuat Arum mendapatkan oses di tengah tengah masalah yang terus menerus datang.

"Kita harus merayakannya!" Sera memeluk Arum.

"Tuh kan, sudah kubilang, kamu hebat, Rum." Raja mengelus pucuk kepala Arum dengan lembut.

Arum merasa sangat gembira, masih setengah tak percaya dengan pencapaiannya barusan. Arum merasa geli bila mengingat dia pernah berusaha memenangkan banyak penghargaan dengan menyuap juri dan berbuat curang. Ternyata asal mau berusaha ia pun bisa meraih penghargaan.

"Aku harus membuat presentasi berupa maket untuk di pamerkan." Arum membaca lagi syarat penerimaan hadiah juara. Mereka akan mengikuti pameran di pusat kota, memamerkan design mereka untuk di tonton oleh banyak orang. Arum harus membuat maket (realita designnya dalam bentuk miniatur). Akan butuh banyak uang, tenaga, dan juga waktu untuk membuat maket.

"Tenang saja, aku pasti membantumu."

"Aku juga akan membantumu, Rum. Kamu kan sudah banyak membantuku." Sera menimpali.

"Terima kasih semuanya." Arum terharu.

Arum merasa sangat bahagia hingga bisa melupakan sejenak ketakutan dan juga masalahnya. Orang tua Arum tak kalah bahagia mendengar pencapaian sang buah hati. Nama Arum mendadak terkenal di kampus. Para dosen terlihat bangga karena Arum berhasil mengharumkan nama kampus mereka.

Hanya Rini yang kebakaran jenggot, mungkin hanya dia satu satunya orang yang tidak suka mendengar kabar baik itu. Rini merasa getam tiap kali nama Arum di elu elukan di kampus. Dalam hati ia masih berharap bisa menyingkirkan Arum dari sisi Raja.

*****

Satu minggu kemudian, Kampus Arsitektur, ruang serba guna.

Arum meminjam ruangan di kampus untuk membuat maket. Beberapa orang teman menawarkan diri untuk membantu Arum mengerjakan maket dan juga gambar tiga dimensi. Seminggu ini jadwal Arum benar benar padat, ia mengisi liburannya dengan membuat kerajinan tangan, memenuhi imajinasi designnya.

Hari ini pameran akan di buka, Arum sudah menyiapkan semuanya dengan teliti. Tak ada yang tertinggal dan tak ada lagi yang kurang. Semua sudah Arum susun dengan baik, termasuk maket, gambaran besar riil itu sudah sempurna, hanya tinggal merapikan sisa sisa lem yang tertinggal dan menutupnya dengan kaca. Sebentar lagi Arum akan membawa maket itu ke pusat kota untuk di pamerkan.

"Bagaimana persiapannya?" Raja memeluk Arum dari belakang. Arum sampai tersentak. Ia baru saja selesai memberikan sentuhan akhir pada maket miliknya.

"Syukurlah, selesai tepat waktu." Arum berseru gembira.

"Wah Wah ... tampaknya bayi kita ini benar benar anak yang baik. Dia sama sekali tidak menyusahkan mamanya." Raja mengusap usap perut Arum, bangga karena seminggu ini Arum begitu bertenaga padahal tengah hamil muda. Dia sama sekali tidak mual dan muntah atau pun margeran, justru malah semakin aktif dan produktif.

"Nanti ada yang lihat, ada yang dengar." Arum menyikut pelan perut Raja. Raja pun melepaskan pelukannya dan membantu Arum merapikan lagi sisa sisa lem sebagai finishing akhirnya.

Rini melihat melalui celah pintu, ia tak percaya dengan apa yang ia dengar. Arum hamilkah?? Anak Raja?? Tidak mungkin, masa iya Arum mengandung benih dari Raja sementara mereka tak pernah tidur bersama?

"Aku harus pergi mengambil kacanya." Arum bangkit.

"Aku akan membantumu, bumil tak boleh angkat angkat beban berat." Raja juga bangkit.

"Ck, itu tidak berat." Arum berdecak, Raja terlalu lebay dalam menjaganya.

Rini bergegas bersembunyi di balik pintu hingga tak terlihat saat Raja dan Arum keluar. Raja menggandeng Arum seakan ingin melindungi wanita itu dari terjangan badai saja. Rini getam, ia menggigit bibir bawahnya karena sangat kesal.

"Apa hebatnya Arum?? Apa baiknya Arum?? Sialan!! Kenapa aku bisa kalah dari gadis miskin tak tahu malu itu?!" Rini pun masuk ke dalam, ia mencabuti semua maket milik Arum dan juga merusaknya sampai hancur, benar benar hancur.

Rini terengah engah, ia merasa lega bisa menghancurkan maket milik Arum. "Mungkin aku belum bisa merebut Raja darimu. Namun aku bisa membuatmu merasakan rasa sakit saat apa yang kamu perjuangkan hancur berkeping keping!" Rini menyeringai. Dengan cepat ia berlari keluar dan menutup kembali ruang serba guna.

Saat Raja dan Arum kembali dengan kaca penutup, mereka di kejutkan dengan pandangan yang memilukan mata. Hasil kerja keras mereka selama seminggu ini habis diinjak injak. Rusak remuk dan benar benar tak bisa diselamatkan.

"Apa yang terjadi??" Arum syok, ia menutup mulutnya tak percaya, pameran akan segera diadakan dan maketnya malah hancur.

"Arum!!" Raja menahan tubuh limbung Arum, karena syok Arum merasakan perutnya kram.

"Aduduh ... perutku!! Perutku sakit, Mas." Arum mengeluh, keringat dingin membasahi wajahnya.

**** BERSAMBUNG ****

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang