Merencanakan Masa Depan

6.2K 544 15
                                    

Akhirnya, masa tenang bagi Arum. Begitu ujian semester selesai maka gangguan gangguan dari mahasiswa lain pun berhenti karena libur. Arum bisa bernapas lega. Ia pun bisa berkonsentrasi untuk mengerjakan lomba design. Batas pembuatan design revisi tinggal satu bulan lagi. Arum tak boleh membuang waktu hanya untuk memikirkan hal hal tak berguna.

Arum kembali masuk kerja setelah beberapa minggu ijin. Setelah pulang bekerja di toko bunga maka Arum akan mengerjakan design gambarnya.

"Selamat pagi!!" seru Serafina masuk ke dalam toko.

"Pagi, semangat sekali pagi ini." Arum menghentikan kegiatannya menyapu lantai untuk menyapa balik bossnya.

"Bagaimana keadaan Bapak?"

"Lebih baik, bapak menerima penyinaran terapi inframerah untuk mengurangi flex di paru parunya. Juga beberapa kali fisioterapi supaya bisa kembali berjalan." Arum bercerita saat Sera mulai menata bunga bunga segar ke dalam ember.

"Syukurlah." Sera tersenyum.

Bunyi gemerincing lonceng di belakang pintu membuat keduanya menoleh. Seorang pria tegap masuk ke dalam. Arum mengeryit, bukankah dia adalah kekasih Sera yang menghamili Sera dan juga meninggalkannya saat ia hamil? Kenapa dia ada di sini, apa mereka sudah resmi berpacaran ketika Arum cuti?

Wajah Sera memerah, berarti benar dugaan Arum kalau mereka jadian. Dalam satu bulan saja sudah banyak yang berubah.

Sebuah motor juga berhenti di depan toko. Arum menoleh ke arah pemuda yang baru saja datang dengan rantang lauk di tangan, dia adalah Dion, asisten pribadi Raja kelak. Arum dulu banyak berhubungan dengan Dion bila menyangkut masalah pekerjaan. Dion adalah saudara sepupu Sera.

"Kak Sera, ada lauk dari mama." Dion mengantarkan makanan pada Sera.

"Makasih ya! Tolong letakkan saja di dekat meja kasir." Sera masih membereskan bunga.

"Ya ampun, Dion versi sachet. Masih kecil sekali dia," tukas Arum melihat cowok remaja itu di sini. Dion meletakkan rantangan lauk pauk dan bergegas pergi dari toko karena ada cewek yang menunggu di atas motor.

"Jangan aneh aneh ya! Dia masih anak SMA." celetuk Sera saat lewat di depan Arum.

"Ampun, mana mungkin aku suka pada berondong!!" Arum menepis ledekan Sera.

"Hahaha ... aku pikir kamu benar benar playgirl karena cowokmu banyak." Tawa Sera. "Oh ya? kenapa Abiram dan Raja tak terlihat akhir akhir ini? Apa kamu putus dari mereka."

"Siapa yang putus? Kami bahkan tidak pernah jadian!" Sanggah Arum.

"Ah ... masa sih?? Aku pikir kamu sudah jadian dengan Abi karena kalian sangat dekat." Sera duduk di sisi Arum yang bergeleng tak setuju dengan pendapat Sera. Mereka berdua melihat ke arah Dion dan kekasihnya berlalu pergi.

"Anak anak jaman sekarang, sudah pacaran saja, padahal belum bisa cari uang. Awas saja kalau hamil duluan!" Sera bergeleng.

Kata kata itu untukmu, Sera. Harusnya kamu katakan hal itu pada dirimu sendiri, bukankah kamu yang bakalan hamil duluan? batin Arum sambil memutar bola matanya. Geli juga mendengar hal itu terdengar dari bibir Sera yang sengsara di masa depan karena hamil di luar nikah.

"Kalian membicarakan apa? Sepertinya seru sekali." Kekasih Sera yang baru saja keluar dari kamar kecil mendekat, membuat pembicaraan mereka terpotong.

"Ah, tidak, bukan apa apa."

Arum menatap pria berperawakan tinggi ini, mungkin sama tingginya dengan Abiram. Ia terlihat jauh lebih muda daripada yang bisa Arum ingat. Dari wajah dan pembawaannya sudah terlihat kalau dia seorang pria kaya raya. Sayang sekali wajah tampannya tetap saja tak bisa menyembunyikan kesan brengsek di dalam pikiran Arum. Pria yang tak bisa melindungi wanitanya, menyebalkan.

Namun mau bagaimana pun juga masa depan Sera kelak, Arum tak bisa berkutik, takdir Sera sudah terlanjur berjalan. Namun Arum tahu kalau pria ini punya banyak uang dan juga usaha. Bila ingin menyelamatkan masa depan Sera, maka Arum harus membuat pria ini bisa melawan keputusan orang tuanya untuk mengusir Sera dari hidupnya.

Arum mulai memutar otaknya, kenapa dia tak memanfaatkan kesempatan ini?? Dia bisa membantu Sera sekaligus merencanakan masa depan yang cerah untuknya. Dengan pengetahuannya, ia punya kesempatan emas untuk merubah masa depan.

"Kamu tidak mengenalkanku padanya?" tanya Arum.

"Oh, iya. Kak kenalin ini pegawaiku, Arum. Rum ... ini Kak Yoga."

"Pacarnya Sera?" Arum to the poin.

"I ... iya." Yoga terlihat cukup kaget dengan pertanyaan Arum.

"Selamat deh, tapi jangan hamil duluan," ucap Arum. Wajah keduanya memerah mendengar penuturan gamblang itu.

"Apaan sih?!" Senggol Sera.

"Oh, ya, aku dengar kamu punya banyak uang."

"Jangan bicara seperti itu, Rum," bisik Sera tidak enak.

"Aku hanya ingin membantunya melipat gandakan uang. Apa kamu mau bertaruh denganku?" tanya Arum.

"Rum--" Sera mencoba mencegah Arum namun Yoga mengangkat tangannya untuk menghentikan Sera. Ia ingin tahu apa yang Arum coba tawarkan.

"Pernah bermain saham? Kamu tentu nggak asingkan dengan saham."

"Iya."

"Aku berikan bocoran saham apa yang akan naik lima sampai sepuluh tahun ke depan. Namun, kamu harus memberikan separuh keuntungannya untukku." Arum dengan percaya diri menawarkan idenya.

Yoga tampak berpikir sesaat, ia merasa ucapan Arum seperti sangat meyakinkan.

"Kalau kamu salah?"

"Aku akan membayar semua kerugian yang kamu terima meski pun harus menjual semua organ dalamku." Arum mengangguk.

"Baiklah, aku setuju."

"Kalau begitu aku akan menyiapkan kontrak kerjanya."

"Jangan bilang kamu ingin aku menanamkan saham pada ponsel blackberry." Decak Yoga, saat itu baru saja muncul ponsel bertajuk keyboard qwerty. Bisa chatting dan mulai banyak di gandrungi oleh banyak orang.

"Tidak, justru aku akan memintamu menjual semua saham milikmu bila pernah membeli saham ponsel itu." Arum bergeleng, ia tahu lima sampai enam tahun lagi ponsel itu akan meredup dan akhirnya mati.

"Lalu, apa yang harus aku beli?"

"Mac!"

"Yang benar saja! Perusahaan itu tidak begitu berkembang." Yoga kesal.

"Ikuti saja apa kataku. Dan akan aku beritahukan lagi apa yang harus dibeli. Untuk keuntungannya akan selalu kita bagi dua." Arum yakin ia bisa mendapatkan banyak keuntungan lewat infestasi ini. Dengan kemampuan melihat masa depan yang telah ia alami, tak sulit bagi Arum untuk memberikan masukan pada Yoga.

"Rum, jangan aneh aneh deh. Kamu nggak takut kalah?" Bahkan Sera pun meremehkan Arum. Namun Arum sama sekali tidak gentar karena ia sudah mengalami semua fenomena dunia selama sepuluh tahun ke depan.

"Nggak akan." Arum tersenyum dengan tenang.

"Baiklah! Karena kamu begitu percaya diri, aku akan mengikuti apa kata katamu." Yoga mengangguk.

"Sipp!!" Arum sumringah. "Kamu akan kaya raya bila mengikuti ucapanku! Percayalah kamu tak akan kecewa." Imbuhnya.

"Dan satu lagi syaratnya!!" seru Arum sebelum Yoga mengajak Sera pergi makan siang.

"Apa lagi??"

"Tolong jangan sampai dia hamil duluan!" Arum menoleh pada Sera, membuat gadis itu mencibirkan bibirnya cemberut. Arum malah memakai kata kata yang ia gunakan untuk mencela remaja berpacaran untuk menegurnya. Dasar Arum nakal.

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang