Anak Kebanggan

2.9K 222 10
                                    


"Papa dan mamamu kerja apa, Rum??" lanjut Ratna.

Arum sudah bertekat menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tuanya. Meski pun pahit, memang kenyataannya begitu, Arum adalah anak dari Yono dan Tari, Arum harus mengakuinya. Arum tak ingin menyesali perbuatannya lagi seperti dulu, tidak mengakui kalau orang tuanya masih hidup, dia juga menyembunyikan mereka dari suaminya sendiri.

"Ayah saya penarik becak, sementara ibu saya cuma buruh cuci pakaian, Ma," jawab Arum.

Keheningan tercipta sesaat, namun setelahnya Bima bertepuk tangan. "Orang tua kamu hebat sekali, dengan keterbatasannya mereka bisa menyekolahkankan dan mendidik putrinya sampai memiliki prestasi yang hebat! Papa salut sama mereka," puji Bima pada orang tua Arum.

"Kamu juga hebat Arum, sebagai perempuan kamu tidak pasrah menerima nasib dan justru berusaha mengubahnya. Kamu membuat bangga orang tua mu dan juga merubah nasib mereka di masa depan. Mama sangat salut padamu," imbuh Ratna yang tercengang dengan latar belakang Arum. Anak tukang becak yang berhasil memenangkan juara lomba. Pasti tidak mudah, pasti banyak hal yang harus orang tuanya korbankan demi Arum dan banyak hal yang Arum usahakan demi meraih impiannya.

Mata Arum berkaca-kaca, setengah tak percaya. Bukannya merendahkan dan mencemooh, malah memuji dan juga menyanjung keluarganya. Kalau benar semua semudah ini, lantas untuk apa dia dulu menjadi anak durhaka yang menolak mengakui keluarganya sendiri demi terlihat pantas bersanding dengan Raja? Demi terlihat pantas berada di tengah tengah keluarga ningrat ini.

"Dasar anak ini, kamu sudah merusak masa depan gadis sebaik ini! Tole ... Tole!! Mama gemas sama kamu!" Ratna menjewer telinga Raja.

"Adududuh ... sakit, Ma, sakit! Malu juga kalau di lihat sama Arum, Ma." Pinta Raja.

"Ya sudah, kapan kami bisa melamarmu secara resmi, Nak? Kamu sudah bicara dengan kedua orang tuamu?" tanya Bima.

"Sudah, Pa." Arum mengangguk.

"Lebih cepat lebih baik, keburu perutnya besar. Nanti jadi buah bibir tetangga." Ratna memberi masukan.

"Assikk, habis ini sah!" Raja berseru, Arum menyenggol lengan Raja karena malu.

"Malu, Mas."

"Sudah, ayo sarapan, sudah siang." Bima tersenyum dan mempersilahkan semua anggota keluarga menikmati santap pagi mereka. Obrolan hangat terus berlanjut, ternyata kedua orang tua Raja tidak semenakutkan apa yang ada dalam bayangan Arum. Selama Arum bertindak tanduk sopan dan selayaknya wanita yang lemah lembut maka Ratna akan memujinya. Dan Bima sepertinya berharap banyak pada menantunya yang pintar design ini.

"Gimana? Tidak masalah kan?"

"Iya, Mas."

"Mereka cuma kecewa saja karena aku menghamili anak orang. Bukannya membencimu, Arum."

"Iya, Mas, Arum salah."

"Ya sudah, pokoknya selama proses persiapan pernikahan kamu nurut saja sama Mama. Sebenarnya dalam hati dia pasti sudah excited banget pengen menggelar pesta besar. Dia sudah nggak sabar ndandanin anak menantunya yang cantik ini." Raja mencubit pipi Arum.

Arum langsung memeluk Raja dan mengagguk, bagaimana ia bisa nggak nurut? Mendapatkan suami seperti Raja yang mau menerima segala keadaan dan juga bayinya saja sudah syukur Alhamdulillah, masakah ia masih mau menuntut yang enggak enggak.

"Makasih ya, Mas."

"Makasih juga, Arum." Raja mengecup kening Arum.

*****

Di sisi lain, Sari sedang berpesta di club bersama dengan teman temannya. Rini juga ada di antara mereka semua. Rini tak berselera untuk berpesta meski pun Sari sudah membujuknya beberapa kali.

"Ayolah, Sistur!! Memangnya kamu tidak lelah memikirkan Mas Raja terus?? Apa baiknya sih pria tukang selingkuh itu. Mending kamu joget, kali saja ada cowok kece yang bisa diajak main."

"Dia nggak selingkuh! Jalang itu yang keganjenan terus menggoda Mas Raja." Rini tak mau bicara.

"Lantas kenapa? Kalian sudah putus, buat apa diperpanjang lagi??"

"Pokoknya Mbak nggak akan kasih kesempatan jalang itu buat bernapas lega. Bila memang harus putus sama Raja, Mbak akan membuat mereka berdua menyesal sampai ingin mati! Mbak bakalan hancurin semuanya!" Rini sangat sakit hati.

"Aku dengar Mas Raja sudah bawa pulang Jalang itu ke rumah. Kenalin ke Om dan Tante. Gimana kalau kakak kasih tahu aja ke mereka kalau anaknya Arum bukan anaknya Mas Raja?" Sari menyeringai.

"Ide bagus tuh, Sar. Kakak segera hubungi mereka." Rini bergegas mengambil ponsel dari dalam tasnya.

"Jangan sekarang, Kak!! Nggak seru." Sari menahan Rini menekan ponselnya.

"Lantas kapan?? Mereka sebentar lagi akan menikah!!"

"Benar, Pas nikah saja! Detik detik sebelum penghulu mengesahkan mereka berdua kakak kasih tahu Tante Ratna, biar orang tua Mas Raja saja yang mengusir jalang itu di hari pernikahannya sendiri. Biar semua orang juga tahu kalau bayinya bukan anak Mas Raja. Biar semua orang yang menjadi hakim bagi si jalang! Biar dia merasakan betapa memalukannya hidupnya." Sari mengatur strategi busuk untuk Rini.

"Kamu benar, Sar!! Aku akan membuat keduanya menyesal telah bermain api denganku! Aku akan membakar mereka semua sampai hangus. Bila memang tak bisa mendapatkan Raja lebih baik dia juga hancur dan menyesal telah berbuat banyak hal demi si jalang itu." Rini menyeringai.

"Sekarang nggak usah cemberut lagi!! Ayo kita dance saja mumpumg papa dan mama ada dinas ke luar kota." Sari menarik Rini ke dance floor, mereka berdansa dan minum meski pun belum cukup umur.

"Tos untuk kehancuran si jalang itu!" Sari mengangkat gelasnya bersamaan dengan Rini.

*** BERSAMBUNG ***

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang