Pria Yang Baik

5.3K 449 25
                                    

"Kenapa nggak kita coba dulu, Rum? Pacaran lagi saja." Raja menyatukan kedua kening mereka. Arum terdiam ... perasaannya berkecambuk.

"Mas Raja ... aku ... heump...!" Arum mendadak mual, ia menahan mulutnya dengan tangan agar tidak memuntahkan semuanya ke pakaian Raja.

Arum bergegas bangkit, ia pergi ke kamar mandi untuk melegakan diri. Ternyata bukan hanya perasaannya saja yang berkecambuk, namun juga perutnya. Raja kebingungan, ia menyusul Arum untuk membantunya.

"Ini air hangat, minum dulu." Raja menyerahkan gelas sambil mengusap usap punggung Arum agar mualnya menghilang.

"Maaf, mendadak mual sekali, Mas."

"Nggak perlu minta maaf. Kamu pasti masuk angin karena memfosir dirimu bekerja siang dan malam." Raja merasa Arum tak bisa menjaga dirinya.

"Bukan, mungkin karena kopinya. Aku minum terlalu banyak kopi dikala perut kosong." Arum memang belum makan malam, ia hanya makan pisang goreng buatan Tari menjelang magrib tadi.

"Ya sudah, ayo aku anterin pulang biar bisa lekas istirahat. Bawa saja laptopku bila masih butuh." Raja khawatir dengan kondisi Arum.

"Baik, Mas." Arum patuh.

Arum pun merasa sudah tak sanggup lagi untuk bekerja. Ia harus memulihkan diri bila ingin hasil kerjanya maksimal.

"Mau mampir makan sesuatu?" tanya Raja.

"Enggak, nggak usah, Mas. Arum nggak napsu makan." Arum bergeleng, menolaknya.

Tak lama mobil yang membawa Arum dan Raja berhenti di depan rumah kontrakan Arum. Tari dan Yono menunggu dengan cemas karena sampai pukul sebelas putrinya belum pulang ke rumah.

"Maaf, Pak, Bu. Arum numpang mengerjakan tugas di rumah Mas Raja. Motornya Arum tinggal di sana." Arum merasa bersalah, namun tubuhnya terlalu lemas untuk menjelaskan apa yang tengah terjadi padanya sore tadi. Laptopnya rusak dan Arum butuh bantuan Raja.

"Tak apa, Nak. Memangnya ada yang masih mau motor buntut seperti itu. Biar bapak ambil ke sana, kamu masuk saja." Yono menimpali.

"Kaki bapak kan masih sakit!" Tari melarang.

"Nggak masalah, kalau di manja nanti malah nggak sembuh sembuh." tukas Yono.

"Biar saja saja, Pak yang ambilin." Raja menawarkan diri.

"Nggak perlu, Nak Raja. Arum sudah banyak merepotkanmu." tolak Tari halus sambil membopong putrinya masuk ke dalam rumah.

"Nggak apa kok, Bu, Pak. Kebetulan kan saya nganggur." Raja memaksa.

Akhrinya Raja pergi mengambil motor sementara Arum tiduran di kamarnya. Arum mengambil sebutir obat maag. Mualnya masih sangat kuat, membuat Arum merasa lemas.

"Masuk angin, Nak?"

"Enggak, Bu. Kebanyakan minum kopi kayaknya." Arum menerka.

"Ya sudah, lekas istirahat."

"Mas Raja sudah balik, Bu?"

"Sudah, tuh ngobrol sama bapak di depan. Heran, anak muda kaya raya seperti dia kok mau datang ke rumah kita." Tari memijit kaki Arum supaya lelahnya berkurang.

"Mas Raja memang pria yang baik, Bu."

"Urusanmu sama dia sudah selesai? Kalian sepertinya jauh lebih dekat dari pada saat bertemu di rumah sakit?" Pancing Tari ingin tahu hubungan antara keduanya.

"Bisa dibilang sudah, Bu." Angguk Arum.

"Apa dia suka sama kamu, Nak?" Tari semakin yakin akan perasaan yang Arum rasakan.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang