Manfaatkan Aku

4.5K 374 26
                                    

"Abi ..." Arum syok melihat Abiram juga ada di sana. Abiram langsung mendatangi Arum, ia melihat poliklinik khusus kehamilan.

"Kenapa kamu ada di sini?" Abi menatap Arum yang tengah terpaku di hadapannya lalu beralih pada plangkan nama dokter kandungan.

"Bukan urusanmu!" Arum menjawab ketus.

Abi menyahut kertas yang ada di tangan Arum, ia melihat foto USG dari dokter. Hasil periksa barusan.

"Kembalikan!" seru Arum, namun Abi langsung memeluk Arum dengan sangat erat.

"Kamu ... hamil, Rum?!" Abi merasa bahagia sekaligus haru. Ia bahkan hampir menangis. Siapa yang menyangka semesta membantunya.

"Sialan!! Pergi dariku." Arum mendorong tubuh Abi tak ingin bersama dengan pria itu.

"Maafkan aku kalau aku bersalah padamu, Rum. Aku mencintaimu! Sangat mencintaimu. Jantungku rasanya berdegup sangat kencang seakan mau pecah tiap kali kamu bersama dengan Raja. Melihatmu melamunkan pria lain membuatku menjadi serakah dan ingin segera memilikimu." Abi tak melonggarkan sedikitpun pelukannya. Arum tak bisa menang melawan tenaga Abiram.

"Aku terlalu takut kalah dari masa lalu mu. Aku memang bodoh, Rum. Please, beri aku kesempatan kedua untuk memperbaikinya. Bukankah setiap prang pantas mendapatkan kesempatan kedua?" Abiram mendekap erat tubuh mungil Arum.

Arum menitikan air matanya, ia menyentuh perutnya. Diperhadapkan dalam kenyataan kalau bayi yang ada di dalam perutnya adalah anak Abiram, bukan anak Raja. Egoiskan Arum bila memisahkan anak dengan ayahnya. Pengalaman mengajarkan Arum untuk memilih jalan yang terbaik, meski itu berarti ia harus menjadi wanita yang egois.

"Anak ini bukan anakmu!" Arum mendorong Abiram.

"Apa??" Abiram terkejut. Bukan anaknya?? Arumkan hanya berhubungan dengan dirinya.

"Kamu pikir aku hanya tidur denganmu?? Tidak, bayi ini adalah anak Raja! Anak Raja!! Kami sudah lama berkencan! Jadi jangan berpikir untuk mendapatkan kesempatan kedua." Arum mematakan pikiran Abi.

"Tidak mungkin! Mana mungkin dia bukan anakku! Kamu bohong kan, Rum! Bohong!" Abiram mencengkram lengan Arum.

"Lepasin!! Sakit!!" Arum meronta.

"Woi Brengsek!! Lepasin Arum!!" Raja datang, ia langsung melayangkan pukulan ke wajah tampan Abiram. Abiram terpelanting hingga cengkramannya terlepas. Raja langsung memeluk Arum dalam dekapamannya.

"Kamu itu nggak ada kapok kapoknya, ya?! Sudah kubilang jangan ganggu Arum lagi. Dia sudah tak ada hubungan apa pun denganmu. Bagian mana dari perkataan ini yang tak bisa di cerna sama otakmu??" Raja mengepalkan tangannya menahan emosi. Arum mengelus elus lengan Raja supaya tenang, mereka masih di area rumah sakit dan kini semua mata menatap ke arah mereka. Sebentar lagi pasti sekurity akan datang dan mengusir mereka dari sana bila pertengkaran itu berlanjut.

"Aku tidak percaya, Rum! Dia pasti anakku!" Abiram menggeram marah.

"Bukan! Dia anak Mas Raja!" Arum memeluk lengan Raja.

"Sana pergi! Jauhi Arum!! Beberapa kali mamamu datang dan meminta Arum menjauhimu. Harusnya kamu katakan padanya kalau Arum bahkan jijik melihat wajahmu! Dasar tidak tahu diri." Raja menggandeng Arum untuk meninggalkan Abiram. Arum pun pergi mengekor pada Raja.

Abiram hanya bisa menatap punggung Arum dengan sendu. Perasaannya bercampur aduk saat ini. Sedih, kecewa, dan patah hati terhebat yang pernah ia rasakan. Sesakit ini kah mengetahu wanita yang ia cintai memilih pria lain?

"Mana mungkin bayinya bukan anakku??" Abiram menatap nanar pada foto hasil USG yang ada dalam genggamannya.

Arum tergeletak lesu di sandaran mobil, hatinya terasa sangat berat membohongi pada Abi kalau bayinya adalah anak Raja.

"Kenapa sedih?"

"Rasanya berdosa, Mas."

"Dia saja yang berdosa nggak merasa berdosa, kamu malah merasa berdosa."

"Bukan sama Abi, tapi sama bayi dan juga kamu, Mas. Aku tuh seakan akan manfaatin kamu nggak sih, Mas? Memintamu mengakui anak yang bukan anakmu?" Arum memejamkan mata, merasa sangat bersalah. Dilain sisi ia juga marah dengan dirinya sendiri yang tak kunjung bisa mandiri. Masih saja bersandar pada orang lain.

"Nggak perlu merasa berdosa sama aku, Rum. Aku rela di manfaatin." Raja justru merasa semakin bahagia bisa menjadi bagian dalam hidup Arum.

"Kenapa jadi begini ya, Mas? Jadi orang baik perasaan nggak pernah ada yang benar. Susah mau jalanin hidup. Ada saja batu sandungannya." Arum menggigit bibir bagian bawahnya. Apa di kehidupan kedua kali ini ia juga gagal? Padahal Arum sudah menjadi orang baik, sudah bersikap manis dan selalu menahan diri.

"Jadi orang baik boleh, Rum, tapi jangan mau di tindas." Raja mengelus kepala Arum. "Belum saatnya kamu menuai buah dari kebaikanmu. Mungkin kelak akan ada banyak orang yang mengantri untuk berterima kasih."

Arum diam tanpa kata, kebaikan yang ia berikan pada Abiram membuatnya harus menanggung aib yang luar biasa. Kenapa? Kenapa sih dulu dia harus jadi orang baik?

"Dari pada mikirin hal hal lain, mending mikirin bagaimana caranya kita kasih tahu bapak sama ibu," celetuk Raja langsung membuat Arum bangkit berdiri. Ia menegakkan sandaran kursinya karena harus berpikir jernih. Raja benar, ada hati yang perlu di jaga ini. Bagaimana tanggapan bapak dan ibu tentang kehamilan Arum??!

Kecewa?
Marah?
Benci??

Apa mereka akan mengusir Arum dari rumah karena menjadi aib keluarga??

Arum menggetok getok keningnya kesal pada diri sendiri, harus bagaimana?

**** BERSAMBUNG ****

Mohon maaf slow update, lagi nggak enak badan. Flu ini, huhuhu 🤧🤧
Diusahain up dikit dikit ya gesss
Pokoknya jangan lupa di like dan kasih komentar kalian.

No hate words ya, kalau gak suka ceritanya stop baca saja. Jangan merendahkan saya, karena nulis itu tidak gampang. Saya mencintai semua karakter yang saya buat. Dan berusaha menempatkan mereka pada senyata nyatanya kehidupan. Contoh : Arum itu pintar dan kuat, namun saat ia kembali ke masa mudanya, ia cuma gadis berusia 17 tahun, ia masih harus menanggung kehamilan yang tidak diinginkan. Siapa pun pasti akan menjadi sosok yang lemah bila diperhadapkan dengan situasi sama seperti Arum. (Di sini peran Raja yang menguatkan).
Kalau memang seseorang dalam posisi Arum bisa tidak lemah, tidak takut malah justru aneh karena psikologi manusia selalu mengenal yang namanya 'emosi bawaan' (lihat film insight out). Hehehe ... begitu saja. Salam hangat, sehat selalu, dan selamat membaca.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang