Arum berdiri di depan rumahnya, dengan ragu ia menurunkan handle pintu. Terdengar samar dari dalam rumah isak tangis Tari yang teringat dengan kejadian hari ini. Arum langsung menghentikan niatnya, namun sangat bersalah, karena ia datang dengan membawa kabar buruk pada mereka berdua.
"Kenapa berhenti?" Raja bertanya. Dia sudah berdiri di belakang Arum. Arum menoleh menatap Raja dengan mata berkaca kaca, rasanya begitu berat untuk melangkah.
Raja seakan tahu perasaan Arum, ia menggenggam tangan Arum sebelum mengangguk memberinya semangat. Tatapan mata Raja seakan mengatakan kalau ia akan selalu mendukung Arum apa pun reaksi dari Tari dan Yono.
"Ibu ... Bapak," sapa Arum. Nada suaranya terdengar bergetar, mati matian Arum menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia bertekat untuk tidak menangis, karena bagaimana pun ini tetaplah salahnya.
"Arum..." Tari bangkit berdiri, ia langsung mengusap air mata dan menghampiri Arum. Wanita paruh baya itu sama, ia pun menguatkan hati, menjaga agar air matanya tidak kembali luluh. Ia harus mendengar apa pun hasilnya dengan lapang.
"...." Yono diam, namun juga sama penasarannya. Ia juga berdoa, jangan sampai apa yang dikatakan para warga terjadi pada hidup putrinya. Sebagai Ayah ia tak akan tahan mendengar semua orang meremehkan anak gadisnya. Yono rela mati untuk membela nama baik Arum.
Namun apa yang bisa Yono perbuat untuk membelanya bila Arum ternyata sama seperti yang mereka tuduhkan?
Keempatnya diam pada satu ruang yang sama. Petak kecil itu akan menjadi saksi atas pengakuan Arum. Arum perlahan lahan maju ke depan.
"Saya akan bertanggung jawab, Pak." Raja maju ke depan sebelum Arum sempat mengatakan apa pun.
"Mas Raja ..." Arum menoleh padanya, kan bukan salah Raja, kenapa dia yang maju.
"Semua ini salah saya, Pak. Bukan salah Arum. Jadi saya akan bertanggung jawab penuh pada Arum. Saya akan menikahinya." Raja menggenggam tangan Arum di depan kedua orang tuanya.
Tari kembali terduduk, ia menangis karena mengetahui kenyataan kalau anaknya benar benar hamil.
"Kalian!!" Yono meninggikan suaranya, namun tetap tidak tahu caranya marah dan memaki Arum.
Yono marah pada diri sendiri karena tak bisa marah kepada anaknya meski pun sudah melukai hati ibunya. Cintanya pada Arum sebagai orang tua terlalu besar dan buta.
"Maafin Arum, Buk, Pak!" Arum langsung bersujut di depan Tari sambil mengucapkan kata maaf. Air matanya tumpah saat melihat Tari menangis terisak isak. Hati Arum ikut merasakan sakit yang Tari alami. Arum tak pernah merasakan hal menyakitkan ini saat ia membuang nuraninya dulu. Memiliki kasih sayang membuatnya mengerti akan ikatan batin antara anak dan orang tua.
Tari tidak marah juga, ia hanya menangis dan mengelus kepala Arum. Tari tak bisa marah, sama seperti Yono. Ia teringat dengan masa masa kecil Arum dalam asuhan mereka. Bertahun tahun menunggu akhirnya mereka bisa memiliki momongan, mereka memandikan, menyuapi, menggendong, dan mengasuh Arum dengan sepenuh hati. Bagaimana ia bisa marah pada buah hatinya ini?
"Arum minta maaf, Bu, Arum salah. Tapi bayinya tidak bersalah, jadi Arum akan membesarkannya." Arum menggenggam tangan Tari dengan erat, mata bulat berairnya menatap iba pada sang ibu.
Tari menangis, ia pun mengangguk, paham. Nasi sudah menjadi bubur, ia harus menerima dan mendukung keputusan Arum.
"Saya akan menikahi Arum, Bu. Jadi Arum masih bisa tetap kuliah." Raja berlutut di depan Tari untuk menemani Arum.
"Iya, Ibu titip Arum ya, Nak Raja."
Yono mengamati Raja, ia merasa kalau Raja bukanlah ayah dari bayi yang dikandung oleh Arum. Meski pun Raja mau bertanggung jawab dan juga mengatakan pada mereka berdua kalau ia adalah ayah dari bayi yang di kandung oleh Arum, tetap saja Yono merasa ada yang ganjil. Instingnya sebagai sesama pria membuat Yono curiga, kalau Raja dan Arum menyembunyikan sesuatu dari mereka berdua.
Meski demikian, di dalam benaknya Yono tetap menyetujui hubungan Raja dengan sang Putri. Bila Raja mau menutupi aib Arum, itu berarti Raja memang sangat mencintai Arum.
"Bapak tidak bisa berkata kata banyak, Nak. Bapak hanya minta kamu jaga Arum baik baik. Bila memang kelak kamu sudah tidak mencintainya, jangan lah sakiti dia, kembalikan saja dia pada kami. Karena dia sangat berharga bagi kami berdua." Yono menepuk pundak Raja.
"Benar, Nak. Jangan membuat Arum terluka. Kalian masih muda, cinta masih menggebu gebu, kalian belum menjalani kehidupan pernikahan yang penuh dengan rintangan. Bila hanya mengandalkan cinta, kalian tak akan bertahan." Tari memberi wejangan. "Cinta memang bisa luntur, butuh penerimaan, butuh keyakinan, rasa percaya, dan juga penghormatan pada pasangan supaya langgeng, jangan disepelekan. Jadi ibu tanya, apakah benar kamu mau menerima Arum sebagai istrimu?"
"Benar, Bu. Raja serius." Raja menoleh pada Arum, lantas mengambil tangannya.
"Kalau kamu, Rum? Kamu yakin berrumah tangga dengan Raja?"
"Yakin, Bu." Arum mengangguk, ia menggenggam tangan Raja.
"Baiklah, kami merestui kalian." Yono dan Tari memeluk Raja. Meski pun mereka tersenyum, jauh di dalam hatinya pasti tetap menyimpan sedikit kekecewaan.
Haru biru yang membahana di dalam kontrakan petak itu berlalu dengan penyelesaian yang terbaik. Raja mendapatkan restu dari kedua orang tua Arum. Keduanya merasa bersyukur meski pun belum tahu langkah apa lagi yang harus mereka kerjakanx
"Mas Raja, maafin keegoisan Arum ya." Arum memeluk Raja, ia berterima kasih juga karena berkat Raja semuanya berjalan lancar. Arum jadi punya muka untuk menemui orang tuanya, bahkan bisa berbicara dari hati ke hati dengan mereka berdua.
"Aku yang minta kamu memanfaatkanku, Rum. Kenapa kamu merasa bersalah? Aku nggak mau membahas hal ini lagi. Aku harap kamu mengerti kalau hal ini adalah keputusanku juga." Raja mengusap usap lengan Arum agar ia tenang.
Arum mengangguk, keduanya duduk di teras rumah. Malam semakin larut, udara mulai dingin. Raja memutuskan untuk tinggal dan menemani Arum lebih dahulu sampai gadis itu tak lagi terguncang.
"Tinggal bilang sama papa dan mamaku." Raja membayangkan wajah kedua orang tuanya. Entah apa yang akan mereka rasakan saat tahu anaknya bukannya menimba ilmu demi ijasah malah pulang untuk membuat ijabsah.
"Apa mereka akan merestui kita, Mas??" Arum teringat dengan kedua mertuanya itu. Betapa susahnya Arum mengambil hati mereka berdua, mereka berdua menganggap Arum gadis yang tak memiliki latar belakang, hingga sering membandingkan Arum dengan Rini, mantan Raja dari keluarga beradab.
"Papa mamaku pasti akan merestui kita, Rum. Kamu tenang saja." Rasa mengelus kepala Arum. "Bagaimana kalau kita datang bersama ke sana?" imbuh Raja.
"Hah??" Arum terkejut, ia belum siap bertemu lagi dengan mertuanya.
**** BERSAMBUNG ****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
RomanceYa Tuhan bila saja ada kesempatan kedua ... aku pasti akan ... Pernahkan kalian berpikir semacam ini? Apa yang akan kalian lakukan bila diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan? Arum Prawesti, seorang gadis jahat, si cantik yang menjadi pemeran antagon...