Coba Saja Dulu

5K 476 26
                                    

Arum keluar dengan wajah lelahnya, ia memeluk erat laptop rusak dalam dekapannya. Meski pun rasanya cukup melegakan sudah berhasil memukul telak wajah Sari dengan laptop namun tetap saja tidak bisa mengusir kegundahan hati Arum karena semua hasil gambarnya ada di dalam laptop.

"Maaf ya, Mas." Arum meminta maaf pada Raja karena sudah memanfaatkan pria itu untuk membalas Rini dan Sari. Raja tersenyum manis sambil mengelus pipi mulus Arum.

"Yang seharusnya minta maaf itu aku, Rum. Gara gara aku mereka jahatin kamu lagi." Raja mengakuinya, kalau ucapan Abiram brengsek itu benar. Semua kejahatan yang di lakukan Rini pada Arum tak lain karena perasaan cemburu kepadanya.

"Padahal aku sudah memberikan batasan yang jelas kepadanya. Kenapa dia tak mau berhenti menggangumu?!" Raja frustasi, "aku harap dia berhenti setelah kejadian malam ini." Imbuhnya.

Arum mengangguk, mengharapkan hal yang sama. Untung saja Arum sudah bertobat, tidak lagi jahat dan berhenti menyakiti orang lain. Arum sudah berjanji pada Tuhan untuk fokus membahagiakan kehidupan ayah dan ibunya, juga berjanji untuk selalu hidup lurus tanpa kecurangan. Mungkin dia sudah akan menjambak sampai membunuh kedua orang itu bila Arum adalah Arum yang dulu. Kali ini cukuplah laptop saja yang mendarat di pipi Sari.

"Bagaimana dengan lombanya?? Ah ... aku lelah sekali." Arum berjongkok sambil memeluk laptop yang konslet. Rasanya melelahkan, padahal ia sudah berusaha, bahkan rela bergadang setiap hari. Namun laptopnya justru rusak di detik detik terakhir penyusunan gambar kerja.

"Bagaimana kalau kita coba ke servis laptop. Siapa tahu hardisknya baik baik saja. Kita bisa memindahkan data datanya. Jangan menyerah dulu, Rum." Raja membantu Arum bangkit. Arum mengangguk lemah ikutan bangkit.

Keduanya sampai pada tukang servis, Raja meminta Arum duduk dengan tenang sementara ia menjelaskan pada bagian cs. Obrolan itu tak berlangsung lama, Raja kembali dengan membawa harddisk dan juga soket tambahan sebagai koneksi ke laptop lainnya.

"Untunglah harddisknya tidak rusak. Namun sayang sekali laptopnya sudah mati total. Motherboardnya terbakar." Raja menyerahkan harddisk pada Arum.

Mata Arum berkaca kaca, hasil kerja kerasnya masih bisa diselamatkan. Arum tak percaya Raja benar benar menyelamatkan dirinya.

"Maaf, Mas. Laptopnya rusak padahal aku belum menukar uangnya." Arum merasa bersalah.

"Tak usah memikirkan tentang laptop, lebih baik memikirkan tentang lombanya," nasehat Raja.

"Iya, Mas. Gimana caranya pindah gambar ini? Arum sudah tak punya laptop, tak bisa membuat gambar kerja." Arum memutar otak.

"Bagaimana kalau kamu pinjam laptopku. Tapi ada di apartemen. Apa kamu tidak keberatan mengerjakannya di rumahku?"

Arum diam sesaat mencoba menimbang untung dan ruginya. Sepertinya tidak masalah bila hanya bertamu untuk mengerjakan tugas, Arum tak punya pilihan dan mereka juga sama sekali tak ada niatan untuk melanggar norma yang ada

"Baiklah." Arum setuju.

Keduanya kembali berkendara, tak berbeda dari yang pertama, keduanya tetap diam. Arum dan Raja merasa canggung setelah berciuman barusan. Mereka merasa begitu dekat, namun juga jauh di saat yang bersamaan.

"Rum ..."

"Heum?"

"Nggak ... nggak jadi." Raja mengurungkan niatnya untuk bertanya tentang hubungan mereka.

Arum kembali memposisikan dirinya senyaman mungkin, supaya tidak canggung. Sepertinya Arum sudah bisa menebak akan ke mana arah pembicaraan tadi. Arum yang tak punya keberanian untuk menjawab pertanyaan Raja memilih diam.

"Sampai, ayuk masuk! Aku tinggal sendirian, jadi tak perlu sungkan. Anggap saja rumah sendiri." Raja mempersilahkan Arum masuk.

Arum menyapu semua interior di dalam apartemen Raja, terakhir kalinya kemari saat Abi menodainya. Saat itu Arum tak bisa mengamati dengan lamat tiap detail dalam rumah itu. Arum mulai teringat akan kenangan masa lalunya bersama Raja sebelum mereka lulus kuliah. Arum menghabiskan banyak waktu berduaan dengan Raja di sini.

Bagaikan pasangan pengantin baru yang dimabuk cinta, mereka berdua bercinta di mana pun, sembarang tempat, dengan posisi paling menantang dan juga liar. Tak pandang waktu, yang ada hanyalah bisikan napsu yang terus membara.

Mengingatnya membuat wajah Arum memerah. Ia menggigit bibirnya menahan luapan memori yang indah dan memabukkan. Arum kesal dengan pikiran kotornya saat ini. Kenapa dia memikirkan hal itu sekarang? Kenapa harus sekarang?

"Kenapa wajahmu merah? Kamu sakit?" Raja menghampiri Arum. Gadis itu tersentak saat kening Raja mengecek suhu di keningnya. Arum melihat bibir merah Raja, teringat kalau ia baru saja menciumnya. Arum lekas menunduk ke bawah, namun ia malah melihat ke arah perut bawah. Tepat bertengger di antara dua paha Raja.

Gluk!! Teringat jelas dalam benak Arum bentuk dan juga ukuran milik Raja. Bagaimana rasanya saat benda itu bergerak liar di dalam tubuhnya. Menghentaknya dengan kasar dan penuh tenaga. Tiap gesekan pasti terasa membakar gairah, memercikkan kenikmatan yang tiada terkira.

"Waaaa!!" Arum menjerit, sepertinya ia benar benar sudah gila.

"Kenapa??" Raja ikut tersentak.

"Aku butuh air!!! Iya air!!"

"Air minum?"

"Bukan, air untuk menyiram kepalaku. Siapa tahu bisa hilang." seru Arum.

"Apanya?" Raja semakin bingung.

"Pikiran kotornya!! Ups...!" Arum keceplosan di depan Raja. Malah ketahuan kalau dia sedang memikirkan hal hal mesum.

Raja menahan tawa, ia pun membuka jalan supaya Arum semakin masuk ke dalam rumah, tak hanya berdiri seperti patung di depan pintu masuk.

"Aku buatin kopi, itu laptopnya."

"I ... iya." Arum bergegas membuka laptop dan duduk di ruang tamu.

"Masih butuh air tidak?" goda Raja sambil cekikikan.

"Enggak!" ketus Arum. Arum sangat malu karena keceplosan.

Arum pun memindahkan gambar kerjanya ke laptop milik Raja. Lama sekali Arum mengerjakan, sementara Raja mengisi waktu dengan bermain gitar sambil memandang wajah cantik Arum.

Raja meninggalkan Arum untuk mandi. Raja mengusap rambut basahnya dengan handuk, saat ia keluar dari kamar mandi, Arum terlihat ketiduran. Sepertinya gadis itu sangat kelelahan karena memfosir dirinya bekerja.

Raja menyelimuti tubuh Arum dengan selimut, Arum bergerak kaget saat tangan Raja menyentuh lengannya.

Spontan Arum menoleh, ia melihat wajah Raja tepat di depan wajahnya. Keduanya bersitatap. Raja menatap intens ke dalam bola mata Arum. Perlahan lahan wajah Raja mendekat. Tetesan air dari rambutnya luruh, menetes pada hidung mancung Arum. Arum terdiam, terbius pada pesona Raja.

Raja semakin mendekat, bibirnya membidik bibir Arum. Dengan lembut Raja mengecup bibir Arum dan melumatnya pelan. Perlahan Arum mulai membalasnya, perlahan Arum mulai menikmati alunan bibir Raja yang menguasi permainan. Dekapan erat Raja semakin terasa merengkuh tubuh Arum.

"Kenapa nggak kita coba dulu, Rum? Pacaran lagi saja." Raja menyatukan kedua kening mereka. Arum terdiam ... perasaannya berkecambuk.

Bagaimana? Haruskah Arum mencobanya? Untuk kembali berpacaran dengan Raja?

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang