Pencapaian Hidup

3.2K 315 12
                                    


"Katakan bayinya anak siapa? Anakku atau anak Raja!! Jujur Arum! Jujur!" Abiram memukul dinding di samping Arum sampai tangannya berdarah.

SRUGH!! Tarikan keras menyangkut di kerah leher Abiram, di susul dengan sebuah tinju keras pada wajahnya. BUGH!

Abiram terjungkal ke belakang, Raja mengibaskan tangannya yang sakit karena meninju Abiram tanpa ada lapisan pelindung apa pun.

"Bayi itu anakku, Brengsek! Mau sampai kapan kamu mengganggu Arum?? Apa telingamu tuli? Apa otakmu menciut?? Bagian mana dari kata kata Arum yang tak bisa kamu cerna dengan baik, hah??" Raja kembali mengangkat kerah Abiram untuk memberikan tinju keduanya, namun cepat cepat Arum menghalangi Raja.

"Jangan, Mas. Jangan berkelahi di depan toko, nanti toko Kak Sera tidak laku." Arum bergeleng, tak ingin masalahnya menjadi penghalang berkat untuk orang lain.

"Jawab, Rum. Anak siapa?" Abiram bangkit, ia mengusap darah yang tertinggal di sudut bibir. Arum tampak ngeri dengan darah Abiram.

"Sialan! Sepertinya kamu memang tak bisa diajak bicara! Seperti binatang yang tak mengerti bahasa manusia saja!" Raja menggeram lagi. Arum mencegah Raja bersitegang dengan Abiram.

"Bayi ini anaknya Mas Raja. Kamu sudah tahukan jawabanku, jadi jangan pernah muncul lagi di hadapanku!" usir Arum tanpa berkedip, dia benar benar serius dengan perkataannya.

"Sekarang pahamkan?! Sana pergi! Jangan sampai aku memukulmu lagi." Raja menghardik Abiram.

Abiram menatap keduanya nanar sebelum akhirnya benar benar pergi meninggalkan toko milik Serafina. Abiram mengendarai motor besarnya kembali ke rumah. Arum menatap punggung Abiram yang menjauh pergi darinya. Tatapan mata Abiram menyiratkan kekecewaan yang besar. Arum seharusnya tak peduli, namun entah kenapa dia pun merasa bersalah telah menyembunyikan kebenarannya.

"Apa ini hal yang benar, Mas?" Arum mengulangi lagi pertanyaan itu.

"Benar, Rum. Cuma kita berdua dan Tuhan yang tahu. Asal kamu diam, aku diam, tak akan ada yang tahu kebenarannya, bahkan Abiram pun tak bisa menuntutmu bila memang kita telah sah menjadi suami istri. Anak ini tetap menjadi anak kita." Raja menenangkan Arum.

Arum terdiam, Raja benar, selama tidak ada yang tahu, semua orang akan menganggap bayinya sebagai anak Raja, bukan Abi.

"Kenapa kamu berangkat sendiri? Kenapa tidak memintaku menjemputmu? Lain kali jangan berangkat sendiri." Raja memeluk Arum.

"Aku sungkan, Mas. Siapa tahu kamu masih tidur karena pulang larut semalam." Arum bergeleng.

"Ck, kamu ini ... kenapa harus sungkan dengan calon suami sendiri?!" decak Raja. Arum tersenyum manis, perhatian Raja membuatnya selalu ingin tersenyum.

"Maaf ya, Mas."

"Oh, iya, bagaimana dengan hasil lombanya?"

"Ah ... iya. Seharusnya akan ada pengumuman jam duabelas nanti. Duh ... jantungku berdebar. Kira kira aku bakalan menang tidak ya?"

"Tentu saja, Sayang. Kamu itu hebat." Raja memberi semangat pada Arum, ia mengalihkan kesedihan Arum pada lomba yang sedang berlangsung.

****

Pukul 11.45 pagi, sebentar lagi pengumuman juara lomba akan di umumkan. Ketiga juara akan melakukan pameran dan persentasi di pusat kota.
Mereka juga akan mendapatkan pelatihan dari kementrian pekerjaan umum. Dan yang paling heboh adalah uang senilai dua puluh juta bagi juara pertama dan sepuluh juta bagi juara ke dua dan ketiga.

Arum berharap harap cemas, ia ingin mendapatkan kembali semua pencapaian dalam hidupnya, namun kali ini dengan cara yang fair dan halal. Arum harus kembali mendapatkan nama besarnya sebagai Dewi Arsitektur, meski kali ini harus dengan bersusah payah terlebih dahulu.

"Aku sangat tegang."

"Minum dulu," ucap Raja memberikan sebotol air. Tak hanya Arum yang tegang, baik Raja dan Serafina juga sama tegangnya. Mereka berdua berdiri di belakang Arum yang saat ini duduk di depan laptopnya sambil berdoa.

Ketiganya seakan akan tengah mengikuti ujian seleksi pewagai negeri saja. Ketegangan nampak di wajah wajah muda mereka.

"Ada email masuk!!" seru Raja begitu melihat angka satu di kotak inbox email Arum.

Arum menelan ludah dengan berat, tangannya menggeser mouse ke gambar amplop. Matanya terpejam, "aku tak bisa melihatnya!! Aku tak bisa melihatnya!!" Arum terus bergumam karena cemas, ia takut bila saat matanya terbuka ternyata bukan dia yang menang.

"Sini biar aku yang lihat!" Sera ikutan gemas dan penasaran. Tangannya menyahut mouse dari tangan Arum dan mengklik kotak masuk. Ada dari panitia lomba. Sambil dah dig dug duer, Seralah yang membuka kotak itu. Netra Sera terbelalak.

"Bagaimana, Kak??" Arum bertanya

**** BERSAMBUNG ****

Sedikit dulu gess, masih beresin ruma dulu sebelum liburan anak anak berakhir.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang