Anak Tak Berguna

7.2K 514 20
                                    

Arum berjongkok di bawah air shower, ia mengguyur dirinya dalam kucuran air hangat, tak berhenti memeluk tubuhnya yang begitu luluh lantah karena perbuatan Abiram. Arum terisak pelan. Di sisi lain pintu, ada Raja yang juga duduk termenung, terus terngiang dalam benaknya ucapan Abiram.

Gara gara Raja memutuskan hubungannya dengan Rini. Mungkin hasilnya akan berbeda bila putusnya bukan karena hadirnya orang ketiga dalam hubungan mereka. Bagi Rini, Arum adalah pelakor yang menggoda dan merebut Raja darinya. Sudah pasti Rini menjadikan Arum sebagai sasaran kemarahannya.

Keduanya saling memunggungi namun di batasi oleh pintu kamar mandi. Arum memang berada di apartemen Raja, sudah lama sekali sejauh yang bisa ia ingat. Tidak berubah dalam ingatannya. Arum membersihkan diri terlebih dahulu karena takut ibunya tahu penampilan kacau Arum.

"Maafin aku, Rum. Abiram benar, semua gara gara aku." Raja menghela napas panjang, enggan rasanya mengakui kalau Abiram benar, namun begitulah kenyataannya. Abiram melakukan semuanya atas perintah Rini.

Klik ...

Pintu kamar mandi terbuka, Arum kelur dengan pakaian milik Raja. Terlalu longgar, namun jauh lebih nyaman di bandingkan bajunya yang sobek sobek. Raja  ikut bangkit, ia melihat wajah Arum yang masih tengang namun tetap tegar.

"Rum ..."

"Makasih sudah memberikan tumpangan, Mas. Aku pinjam dulu bajunya ya, besok aku kembaliin." Arum berjalan melewati Raja untuk mengambil tasnya.

"Kamu mau kemana? Aku antar lagi!" Raja mencekal lengan Arum dan menariknya ke dalam pelukan Raja.

"Mas, kita sudah bukan suami istri lagi. Di kehidupan kali ini kita tak saling kenal."

"Apa aku se nggak pantas itu untuk dicintai, Rum?? Aku tahu dulu aku lebih pasif dalam mengutarakan perasaan, namun bukan berarti aku nggak sayang sama kamu, Rum! Aku cinta sama kamu, kalau enggak, untuk apa aku berdoa pada Tuhan supaya diberikan kesempatan kedua membuatmu bahagia??" Raja mempererat pelukannya. Arum terisak di dalam pelukan Raja.

"Bukan nggak pantas, Mas. Namun takdir kita hanya akan membawa kesesakkan bila dipaksakan." Arum hanya bisa menolak Raja, lagi dan lagi.

"Terus apa rencanamu, Rum?? Biar aku bantu, aku akan terus berada di sisimu meski pun kamu menolakku ratusan kali." Raja mengusap wajah cantik Arum. Tangannya berhenti di dagu, ia mencubit dagu Arum hingga membuat pemiliknya mendongak. Tatapan mata keduanya kembali bertemu, sama sama menyorotkan kesesakan.

Arum berpaling saat bibir Raja mendekati bibirnya, "Mas ... jangan, aku kotor." Air mata menetes lagi.

"Arum ... kamu eng..."

"Maaf, Mas. Aku pulang dulu." Arum berlari, tak peduli dengan kalimat Raja yang belum selesai. Arum menghentikan sebuah ojek di depan gedung apartemen dan naik menuju ke rumah sakit.

*****

Setibanya di rumah sakit, Arum melihat Ayah dan Ibunya sudah berbenah benah. Mata Arum membelalak kaget. Bukankah dokter belum mengijinkan ayahnya untuk pulang?

"Kenapa beres beres, Bu?" Arum menghampiri Tari.

"Biayanya besar, Nak. Kita sudah nggak sanggup."

"Kan Arum bilang kalau Arum akan mencari uang." Arum menghentikan tangan Tari memberesi tas milik Yono.

"Sudah hampir tiga puluh juta, Nak. Lagi pula bapak sudah membaik. Paling paling tinggal latihan jalan sendiri." Yono sok kuat.

"Tapi paru paru bapak gimana?" Arum tak berhenti.

"Sudahlah, Nak. Bapak tidak apa apa, bapak kuat kok. Lagi pula ... bapak sudah bosan di sini."

"Arum belum mendapatkan uangnya."

"Jangan khawatir, Rum, kami sudah memutuskan untuk menjual rumah." Yono menuruni ranjang dengan bantuan tongkat.

"Jual rumah??" Arum lebih kaget lagi.

"Iya, pabrik kerupuk di belakang rumah setuju membeli rumah kita untuk perluasan pabrik. Uang mukanya sudah di serahkan, lima puluh juta, untuk biaya berobat bapak, sisanya untuk membayar kontrakan." Tari menjelaskan pada Arum.

"Tapi rumah itukan satu satunya harta Ayah dan Ibu."

"Tidak apa, Nak. Kami juga sedih melihatmu bekerja keras setiap hari. Uang masih bisa di cari." Tari mengelus lengan Arum.

"Kamu bantu Ibu urus administrasinya ya." Tari memberikan uang pada Arum:

Sepanjang jalan air mata Arum menetes pada uang itu. Anak macam apa dia ini, bukannya membahagiakan orang tua malah membuat mereka semakin menderita.

Arum merasa kesal dengan dirinya sendiri, ia juga muak hidup susah. Direndahkan dan diremehkan, bahkan Rini pun menindasnya seakan akan Arum hanyalah serangga yang begitu lemah dan tak berharga.

Arum berjalan lemas menuju ke bagian administrasi rumah sakit, ia meminta total pengeluaran untuk melunasi biaya operasi dan rawat inap selama seminggu.

"Biayanya sudah lunas, Nona."

"Apa?? Lunas?? Kok bisa??"

"Ada yang sudah memberikan deposit, bahkan masih sisa beberapa juta."

"Hah?? Siapa??" Arum terkejut mendengarnya. Siapa yang melunasi biaya rumah sakit ayahnya?

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang