Beberapa saat yang lalu.
Yono masih bersemangat mengayuh becaknya menyelusuri ruas jalanan di kompleks pasar tradisional. Ia mengantarkan pelanggan setia yang selalu menggunakan jasa becaknya pulang ke rumah. Kadang juga ada beberapa pedagang jagung dan ubi yang menaikkan sekarung palawija itu untuk di kirim ke pabrik pabrik pengolahan kripik rumahan.
Bagi Yono, pasar adalah tempatnya mengais rejeki. Meski pun kadang ada juga orang yang menawar jasa kayuhnya dengan tidak masuk akal, namun Yono tetap bersemangat. Ia bahkan jauh lebih bersemangat karena putrinya kini berubah menjadi gadis yang baik, penurut, dan menghormati orang tua. Yono ingin menjadi ayah yang berguna bagi Arum, tak ingin mengecewakan putrinya.
Yono ingin menghasilkan lebih banyak uang untuk membeli laptop bagi putrinya ini. Arum sudah melarang Yono bekerja menjadi kuli bangunan di malam hari, tinggal becaklah satu satunya pendapatan Yono. Bila ia tidak bekerja dengan lebih giat, tentu saja akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membeli laptop.
"Bisa tidak, Pak?" tanya saudagar jagung sambil membantu Pak Yono menaikkan sekarung besar jagung ke atas becaknya.
"Bisa, tiap hari juga kerjaannya begini." Yono menyeka keringatnya yang bercucuran. Keringat dingin memang terus keluar dari tadi, pertanda tubuhnya tidak sedang baik baik saja. Namun yang namanya sudah buta akan cinta pada sang putri, Yono tetap bertahan. Ia bekerja tanpa henti, tanpa peduli juga dengan kondisi fisiknya yang kian renta. Ia memilih mengabaikan kesehatan, berlaku sok kuat demi menyenangkan hati kesayangannya.
"Habis wajah Pak Yono pucat sekali, seperti kertas."
"Saya sehat kok. Sudah ya, Pak, saya berangkat." Pamit Yono. Toni si juragan jagung pun hanya bisa bergeleng melihat tekat baja Yono.
"Jangan maksain diri, Pak."
"Tidak apa-apa, setelah kirim baru saya akan istirahat." Yono mengangguk, ia pun meninggalkan toko milik Toni menuju ke pabrik emping jagung.
"Hati-hati."
Sepanjang perjalanan, matahari bersinar terik dan membuat kepala Yono pusing. Ia terus mengeluarkan keringat dingin dan juga terbatuk. Yono memegangi dadanya yang mendadak sesak. Napas Yono mulai tersenggal, ia merasa kepalanya semakin pening karena kurang oksigen.
"Pak, jagungnya!" Yono dengan sisa tenaganya menyerahkan sekarung jagung.
"Pak Yono kenapa? Kok seperti tidak sehat?" tanya beberapa pekerja.
"Tidak apa apa kok ... uhuk!! Uhuk!! Sudah ya, saya pergi." Pak Yono pamit. Saat hendak mengayuh sepeda becak, Pak Yono merasakan nyeri yang tiada terkira menghantam dadanya. Rasa sesak kembali hadir, Pak Yono kesusahan untuk bernapas. Ia pun pingsan terjatun dari becaknya. Kepala Yono membentur jalanan hingga menggeluarkan banyak darah, sementara kakinya tertindih oleh becaknya yang oleng dan akhirnya retak.
"PAK YONO!!" Pekerja pabrik membantu pak Yono. Mereka menghubungi ambulan dan membawa pak Yono ke rumah sakit.
Pihak rumah sakit menghubungi Tari selaku istrinya, beruntung beberapa orang pasar sudah mengenal pak Yono hingga pemilik pabrik bisa menghubungi Tari. Tari begitu panik dengan keadaan suaminya. Apalagi saat dokter mengatakan kalau kaki Yono retak cukup dalam dan butuh di operasi.
Tari memutuskan untuk menghubungi Arum. Jujur saja, Tari sangat panik dan pihak rumah sakit memberitahu kalau biaya pengobatan kurang lebihnya dua puluh juta. Sepuluh juta harus di depositkan untuk persiapan operasi, kamar rawat inap, dan obat obatan. Tentu saja Yono tidak akan mendapatkan tindakan medis bila tidak ada uang sama sekali.
"Bapak jatuh pingsan, Nak. Dan butuh biaya untuk operasi." Tari menangis dalam aduannya di telepon. Arum yang mendengarkan kondisi ayahhandanya ikutan menangis.
Tanpa berpikir panjang, Arum menyahut tasnya dan keluar dari gedung fakultas untuk menemui sang ayah. Arum juga hampir menangis, ia menahan air matanya sekuat mungkin.
"Pasti paru paru Bapak kumat. Ia memaksakan diri dan pingsan." Arum menangis sambil bergumam, menerka apa yang tengah terjadi.
"Arum!!" Raja menyusul Arum.
"Raja?"
"Lebih cepat kalau naik mobilku." Raja menarik Arum supaya menurut saja. Arum yang sudah terlanjur panik pun setuju untuk naik.
Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit Arum diam berdoa, ia terus komat kamit supaya Tuhan menjagai ayahnya, jangan sampai sesuatu yang jauh lebih buruk menimpa ayahnya.
"Tenang saja, Rum. Bapakmu pasti baik baik saja." Raja menggenggam tangan Arum, berusaha membuat gadis itu tenang. Arum tidak menolak sentuhan Raja seperti biasanya, mungkin karena saat ini Arum begitu membutuhkan tempat untuk bersandar.
"Hiks ... bapak!! Hiks ... kalau ada apa apa dengan bapak, Arum harus bagaimana, Pak?" Arum menangis sesunggukan, semua gara gara Arum meminta Yono bekerja siang dan malam tanpa henti sampai paru parunya mengalami flek. Terlalu banyak terkena angin malam dalam keadaan fisik yang lemah membuatnya terkena gejala paru paru basah.
"Sabar, Rum. Hal itu tak akan terjadi, percayalah, bapakmu pasti baik baik saja." Raja memeluk Arum saat lampu merah, Arum menangis dalam pelukan Raja.
Tak lama mengemudi, kedunya tiba di rumah sakit. Tari sudah mondar mandir tak jelas karena panik sementara Yono berada di IGD belum sadarkan diri. Arum bergegas menemui Tari dan memeluknya.
"Bapak ... di mana bapak, Bu?" cerca Arum.
"Bapak di bilik lima, Rum. Tapi bapak butuh operasi!" Tari menjelaskan. Kondisi Yono saat ini tidak baik baik saja, dokter hanya menahan rasa sakit sementara dengan obat, rasa ngilu pada retakan kakinya akan sangat menyakitkan bila efek obatnya menghilang.
"Arum punya, Bu. Arum punya tabungan senilai tujuh juta hasil jualan cookies dan susu kedelai." Arum mengambil kartu ATM dari dompetnya. Tabungan yang rencananya akan dibelikan laptop itu pun harus menghilang demi deposit rumah sakit sang ayah.
"Hiks ... hiks, kami sungguh orang tua tidak berguna, Nak."
"Ibu ngomong apaan sih?? Saat ini yang terpenting adalah keselamatan Bapak." Arum meninggikan suaranya supaya Tari tenang.
"Di mana saya bisa mengurus administrasinya, Sus?"
"Lewat sini, Mbak!"
"Baik, terima kasih."
Arum meninggalkan Tari bersama dengan Raja untuk mengurus masalah perjanjian kontrak kamar rawat inap dan juga biaya rumah sakit lainnya. Raja mengelus punggung Tari dengan lembut. Tari mengusap air matanya, dia pikir Arum pasti akan datang dengan Abiram, ternyata ada pria lain yang menghantarkan putrinya. Tak kalah tampan, juga sangat sopan.
"Nama saya Raja, Bu. Teman sekelas Arum."
"Oh ... saya Tari, ibunya Arum."
Raja melihat wanita tua dan pria yang terluka, mereka pasti menganggap Arum adalah anak kesayangan karena rela berkorban sampai sejauh ini.
Tak lama Arum kembali di tengah tengah mereka, beberapa perawat bergegas mengevakuasi pak Yono ke ruang operasi. Ketiganya kini tinggal berharap harap cemas dengan kesembuhan Yono. Dua jam menunggu sorang dokter keluar dari dalam kamar operas
"Keluarga Pak Yono!"
"Saya!!" Arum sontak berdiri. "Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?"
*** BERSAMBUNG ****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
RomanceYa Tuhan bila saja ada kesempatan kedua ... aku pasti akan ... Pernahkan kalian berpikir semacam ini? Apa yang akan kalian lakukan bila diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan? Arum Prawesti, seorang gadis jahat, si cantik yang menjadi pemeran antagon...