Mengubah Masa Depan

9.2K 568 31
                                    

"Bukannya kamu yang nggak percaya, Bi?"

"Well ... coba tebak nomor togel yang bakalan keluar apa, Rum?" Canda Abiram, kena plototan Arum deh. Memangnya dulu dia punya waktu apa untuk mantengin nomor togel??

"Iya deh, aku percaya, nggak usah marah marah. Ehm ... cerita donk di masa depan aku jadian sama kamu enggak? Kita nikah nggak?" Abiram menanti cerita Arum.

"Enggak. Kelak kita akan selalu bermusuhan." Arum bergeleng, mereka memang bertolak belakang tiap kali beradu di dalam sebuah tender proyek. Saling jegal menjegal hingga Arum terpaksa melakukan cara yang tidak halal dalam memenangkan usahanya.

"Kalau begitu Raja benar benar suamimu kelak?" tebak Abiram.

"Dia ...." Arum meremas ujung sprei, ia merasa nyeri bila teringat cintanya yang tidak selesai.

"Cerita saja, aku punya banyak waktu untuk mendengarnya." Abiram menyangga kepala dengan siku, memposisikan diri mendengar cerita Arum.

Arum menarik napas panjang sebelum bercerita pada Abiram sejahat apa dia dulu. Bagaimana ia menjadi tokoh antagonis dalam drama panggung kehidupan wanita lain. Bahkan penyebab kematiannya pun adalah akibat dari dendam. Kehidupan kedua Arum adalah berkah sekaligus hukuman dari Tuhan. Arum harus menekan perasaannya yang begitu mencintai Raja demi bisa mengubah takdir buruknya kelak.

"Aku yang bodoh karena terobsesi dengan cinta dan juga kekayaan. Aku pikir dengan mendapatkan segalanya aku bisa bahagia, ternyata aku salah. Hidup sederhana pun aku bisa bahagia asal aku mau mensyukurinya." Arum mengusap air matanya. Teringat dengan kasih sayang sang ayah dan bundanya.

"Aku sedikit sakit hati mendengar kalau kita bermusuhan di masa depan. Tapi hal baiknya, bukankah masa depan masih belum terjadi? So ... masih bisa dirubah? Aku akan menjadi teman terbaikmu, Rum. Aku akan menjagamu." Abiram memeluk Arum. Arum mengangguk dalam dekapan Abi.

Abi sadar, hati Arum masih melekat erat pada sosok Raja. Apalagi kehidupan yang telah mereka lalui begitu intim dan lekat, bahkan sampai berbuah. Akan sulit membuat Arum membuka diri pada cinta yang baru. Abiram harus ekstra sabar, ia pun harus menyingkirkan Raja dari hidup Arum bila ingin merubah takdir hidup mereka kelak.

*****

Di sebuah apartemen yang tak jauh dari kampus. Di waktu yang sama. Begitu Raja diusir oleh Abiram ia langsung kembali ke rumah.

"Raja berbaring di atas sofa, ia menutupi kening dengan lengan, sementara tangan yang lain membawa gelas berisikan minuman keras. Raja tengah tenggelam dalam perasaannya. Malam ini hatinya sangat kacau, ia merasa sangat familier dengan sentuhan dan tangisan Arum.

"Bayi kita ..." lirih Raja menirukan suara Arum yang meratapi kehilangan itu. Suara Arum menggema dan membuat Raja diliputi oleh rasa bersalah yang sama.

Raja mulai memejamkan matanya, bayangan akan mimpi buruk yang begitu nyata kembali melintas. Arum yang meregang nyawa di dalam pelukkannya, saat itu darah merembes dari kedua paha Arum mengalir sampai mengenai tangan Raja sewaktu menggendong Arum. Arum berkali kali meminta maaf pada Raja, dan juga meminta maaf kepada ...

"Maaf, maafin Arum, Mas. Bayi kita ... hiks ..."

"Simpan tenagamu, Rum." Raja mencoba membuat Arum fokus pada dirinya.

Arum bergeleng lemas sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.

"ARUM!!" jerit Raja.

SRAK!!
Raja terbangun kembali, ternyata ia tertidur dan kembali bermimpi buruk, gelasnya sudah menggelinding di karpet sembari tadi, menimbulkan noda pada karpet bulu abu abu itu. Raja kembali bermimpi tentang Arum, mimpi yang sama saat mereka berdua terpisahkan oleh maut. Mimpi Raja menuntunnya pada ingatan akan masa depan yang belum pernah ia lalui.

"Arum ..." keringat dingin menetes dari pelipis Raja sampai ke dagunya. Raja terengah, mimpi itu begitu mengerikan dan rasa rasanya terasa begitu nyata.

Detak jantung Raja melaju begitu cepat. Ia mengusap usap wajahnya dengan kasar sambil berpikir rasional. Namun Raja justru terus teringat dengan mimpinya. Mimpi saat Arum kehilangan nyawa karena pendarahan rahim setelah terjatuh dari tangga.

"Jadi benar-benar ada bayi di antara kita?!" ujar Raja.

Raja bangkit berdiri, ia mengepalkan tinjunya erat di samping pinggang. Apakah mimpi itu adalah masa depan mereka kelak? Kalau iya, Rajalah yang berhak atas hidup Arum saat ini.

"Doaku yang membawamu kembali ke dunia ini, Rum! Maka kamu pun harus kembali kepadaku." Raja mengepalkan tangannya.

*****

Setelah Abiram pulang, Arum duduk di tepi ranjang sang ayah, ia melihat wajah pucat Yono. Kasihan ayahnya, masih harus menanggung penderitaan putrinya yang durhaka. Arum merasa bersalah, ia bahkan belum bisa membahagiakan kedua orang tuanya, yang ada malah menambah beban hidup mereka.

"Istirahat, Rum. Sudah malam." Tari datang, ia membawa tremos air panas.

"Arum belum mengantuk, Bu. Ibu tidur dulu saja, malam ini biar Arum yang jagain Bapak." Arum bergelang. Tari menghela napas karena ia tahu bagaimana watak anaknya. Arum akan keras kepala bila sudah memutuskan sesuatu.

"Ya sudah, bangunin ibu kalau ada butuh apa apa."

"Ya, Bu." Arum mengangguk.

Arum menghela napas panjang, ia sudah memberikan semua uangnya untuk biaya pengobatan Yono. Namun biayanya masih belum terlunasi. Dua puluh juta, baru ada tujuh juta, masih kurang tiga belas juta lagi. Arum harus memutar otak untuk mendapatkan uang. Gajinya di toko bunga hanya sedikit, tak mungkin juga ia meminjam uang dari Sera sebanyak itu.

"Aku pasti akan mendapatkan uang bagaimana pun caranya." Arum sudah bertekat. Bukankah dia jauh lebih baik dari orang lain dalam hal design, julukkannya dulu adalah dewi arsitektur, tak mungkin tak ada yang bisa ia lakukan di masa ini.

Arum harus meninggalkan zona 'NYAMAN' yang ia ciptakan di kehidupan keduanya ini. Ia tak boleh diam saja dan mengikuti kemana arus membawanya. Arum harus berenang, menciptakan peluang untuknya maju untuk membahagiakan kedua orang tuanya.

**** BERSAMBUNG ****

Maaf baru bisa update ... ❤️❤️❤️

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang