Tidak Peduli

7K 531 23
                                    

Kemarin.

"Permisi, maaf, Bu. Ini tagihan rumah sakit. Kalau sampai besok tidak bisa mencicilnya, maka terpaksa obatnya kami stop dulu ya." Pihak rumah sakit menyerahkan tagihan pada Tari. Alangkah terkejutnya Tari saat melihat nominal pada suratnya. Sudah mendekati angka tiga puluh juta.

"Kenapa, Bu?" tanya Yono.

"Ini, tagihan rumah sakit sudah banyak, Pak." Tari menyerahkan surat dengan lemas ke tangan Yono. Yono tak kalah kaget melihat nominal yang tertera di depannya. Bagaimana mungkin Arum bisa melunasinya seorang diri.

"Semua gara gara bapak!" Yono menghela napas panjang, salahnya sampai kecelakaan. Operasi membutuhkan dana besar.

"Pak, bagaimana kalau kita jual rumah kita saja? Kita bisa kontrak sementara di rumah Mbak Yanti. Kan Pak Soleh juga terus menawar rumah kita, mungkin beliau belum berubah pikiran." Tari memberikan ide. Yono pun mengangguk setuju, dari dulu juragan pabrik kerupuk selalu menawar rumah mereka untuk melebarkan pabrik kerupuknya, namun Yono dan Tari selalu menolak. Kini sepertinya mereka harus setuju melepaskan tanah seupil itu demi membayar biaya rumah sakit.

Yono dan Tari tak ingin membebankan semuanya pada Arum. Mereka ingin anak mereka bahagia, lebih baik bila mereka yang menderita daripada Arum.

Keduanya tidak tahu kalau Raja menguping sembari tadi, pria ini datang saat suster memberikan surat tagihan. Raja menunggu di depan bilik, mendengarkan penuturan kedua orang tua Arum. Bagi Raja mereka adalah orang tuanya juga. Raja memang datang menemui Arum setiap hari, namun selalu tidak bertemu.

Raja memutuskan untuk pergi ke bagian administrasi alih alih masuk ke dalam bilik. Ia memberikan deposit uang sebesar dua puluh lima juta. Bila dijumlah dengan uang deposit Arum sudah menjadi tiga puluh dua juta, sudah pasti bisa membayar tagihan sampai lunas.

"Mbak, tolong jangan bilang kalau saya yang kasih ya." Raja tidak memberitahu kebaikannya karena takut Arum menolak kebaikkannya.

"Baik, Mas."

Hingga akhirnya tiba saat Arum membayarkan tagihan, Arum kaget karena semuanya sudah dibayar secara lunas oleh anonim. Donaturnya sama sekali tidak memberikan identitas apapun.

"Orang gila mana yang membayar tagihan orang lain?? Jangan jangan salah, Mbak?!" Arum masih ngeyel.

"Tidak, kok, tidak salah. Memang untuk Pak Yono."

Arum gemas, namun tidak ada bukti apa pun yang membuatnya tahu siapa orang baik hati itu.

"Siapa ya?? Orangnya seperti apa?"

"Maaf, saat itu bukan saya yang jaga, tapi teman saya," jawabnya lagi.

"Baiklah, Terima kasih." Arum mengangguk dan meninggalkan ruang administrasi.

*****

Beberapa hari kemudian.

Yono merebahkan dirinya ke atas ranjang empuk. Sementara ini mereka tinggal di rumah kontrakan milik kerabat bernama Yanti, masih satu buyut dengan Arum.

"Uhuk!! Uhuk!!"

"Sudah minum obatnya Pak?"

"Sudah kok, uhuk!!" Yono terbatuk lagi, Tari memberinya air hangat.

Arum terlihat rapi dengan baju kemeja biru navy dipadukan dengan celana jeans ketat bersepatu. Hari ini ada ujian semesteran setelah masa tenang berakhir. Arum sudah cukup menghindar dan menjadi orang yang diremehkan. Ia harus bangkit untuk menjadi anak yang berguna bagi keluarganya.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang