Kebenaran Itu Menyakitkan

6.2K 546 27
                                    

"Serius, Pak?? Arum lolos leseksi tahap pertama?" Mata Arum berbinar bahagia saat mendengar penuturan Arifin, dosen pengampu mata kuliah gambar teknik dasar.

"Iya, Pak? Serius tidak? Masa iya maba kayak Arum bisa lolos? Apa jangan jangan salah baca!" tukas banyak teman sekelas Arum tidak percaya.

"Iya, benar, Arum, bapak bangga banget sama kamu. Bapak akan bimbing kamu secara khusus supaya bisa memenangkan lomba ini." Dosen berusia kepala tiga akhir ini memberikan jempol dukungannya pada Arum.

"Syukurlah, selamat ya, Rum." Raja ikut gembira.

"Sela--" Abiram mencoba menyelamati Arum lagi, namun Arum menggeser kursinya mendekati Raja. Tak mau peduli dengan Abiram.

"Loh ... kenapa kamu di kelas saya??" Pak Arifin menoleh pada Abiram, anak semester enam tak mungkin mengambil kelas teknik dasar lagi, masa iya Abiram yang jago design mengulang?

"Memangnya nggak boleh, Pak?"

"Enggak! Sana pergi, kembali ke kelasmu sendiri! Jangan mengganggu proses ujian." Perintah Pak Arifin tegas. Pada mahasiswa lain menyoraki Abiram, membuatnya tak berkutik lagi. Abiram bangkit dengan sebal dan pergi meninggalkan kelas.

Dari belakang Rini menggenggam bolpoinnya erat erat, ia kesal melihat punggung Arum yang semakin dekat dengan Raja. Rini bertanya tanya kenapa Arum terus berhasil mencuri perhatian Raja. Raja juga tidak jijik dengan Arum yang sudah menjadi barang bekas pria lain.

Apa yang Raja lihat dari wanita murahan sepertinya? pikir Rini.

Kuku jari Rini habis tergigit oleh dirinya sendiri, merasa tak mampu menumbangkan Arum. Rini harus mencari cara lain agar Arum kehilangan muka. Bagaimana caranya supaya Arum pergi dari kampus?? Pergi dari pandangan Raja?

*****

Surat surat jatuh berserakan, isinya kutukan, hinaan, dan juga cemooh karena Arum menjadi orang ketiga atas hubungan Raja dan Rini. Seluruh kampus tahu, maka seluruh kampus pun menjadi hakim atas kesalahan yang bahkan tak dilakukan oleh Arum.

"Heran, kenapa nggak kirim surat protesnya ke Mas Raja saja?? Kenapa ke aku?" Arum kesal, ia bergumam sambil membereskan caci maki dan juga sampah yang berjatuhan dari lokernya. Sepertinya mereka semua tak segan segan mengirimi Arum sesuatu yang menjijikan seperti kulit pisang, kecoak mati, sampai cipratan darah. Entah darah apa yang mereka pakai.

"Kurang kerjaan, nggak di masa depan, di masa sekarang pun orang suka mencaci maki seseorang tanpa tahu kebenarannya. Yang penting mereka puas saja mengumpati, sunggung netizen maha benar."

"Apa itu netizen?" Raja datang, ia berjongkok membantu Arum.

"Hah ... percuma dijelaskan." Arum angkat bahu, Raja memang tahu sepenggal tentang masa depan dari mimpinya. Namun ia tak benar benar kembali dengan ingatan seutuh milik Arum.

"Maaf ya, gara gara aku." Raja menggaruk kepalanya padahal tidak gatal. Raja prihatin melihat semua sampah berisikan sumpah serapah meledak dari loker Arum. Semua ini gara gara dirinya, Arum mendapatkan serangan dari orang yang prihatin pada Rini.

"Cuma sampah, beberapa hari juga mereka akan capek sendiri. Lagi pula aku tak punya waktu untuk menanggapi hal kekanakan seperti ini. Banyak hal yang harus aku lakukan." Arum membuang semuanya ke tong sampah.

"Memang apa rencanamu? Aku bisa membantumu, Rum." Raja mencoba menggenggam tangan Arum.

"Maaf, Mas. Nggak ada yang bisa kamu bantu. Prioritasku saat ini adalah orang tuaku, bukan perasaanku, apa lagi cintamu." Arum menutup lokernya. Ada tulisan PELAKOR dengan cet merah --diagonal-- menghiasi pintunya.

"Tapi, Rum ..."

"Aku bisa, aku kuat, dan aku mampu sendiri! Lepaskan aku, Mas. Aku nggak pantas untukmu." Arum meninggalkan Raja yang mematung karena penolakan Arum. Kenapa di kehidupan kali ini Arum tak mencintainya secara ugal ugalan sama seperti dulu lagi?

Arum berhenti sejenak untuk memandang Raja, dengan perasaan bersalah Arum kembali melanjutkan langkah kakinya. Arum menuju ke ruang dosen, Pak Arifin berjanji akan memberikan tambahan ilmu pada Arum. Arum tidak butuh sebenarnya karena ia sudah pintar, namun tak masalah selama hal itu bisa membuka relasi baginya. Siapa tahu Arum bisa menjadi asisten dosen, atau membantu menjadi draftet, Arum butuh uang untuk membantu kedua orang tuanya.

Di tengah jalan Arum bertemu dengan Rini yang tengah berbincang empat mata dengan Abiram. Rini melipat tangannya di depan dada, wajah cantiknya memberangut.

"Usahaku gagal! Semua gara gara kak Abi tidak mau bekerja sama dengan baik! Apa kakak lupa kalau aku yang memberikan tender resort itu ke kakak??" Rini menunjuk nunjuk dada Abiram.

"Kamu gila ya??" Abiram menepis tangan Rini, mana mungkin Abi mau merekam hubungan intimnya dengan Arum.

"Sekarang bagaimana? Bukannya berpisah dari Raja mereka malah semakin lekat dan Arum semakin membenci kakak!!" Rini sangat murka. Abiram tak bisa berkelit, memang usahanya justru menjadi senjata yang menyerang balik dirinya. Bukannya mendapatkan cinta Arum malah mendapatkan tatapan jijik. Bukannya semakin dekat malah semakin jauh.

"Apa yang kalian bicarakan?? Apa maksudnya semua ini? Jadi benar kamu bekerja sama dengan Rini karena tender resort?" Arum mendatangi keduanya, membuat Abiram dan Rini terkejut.

"Kamu menjualku demi tender, Bi?" Arum melangkah semakin dekat.

"Aku bisa jelasin, Rum." Abiram menenangkan Arum.

"Nggak bisa kubayangkan, selain bjingan kamu juga nggak punya harga diri." Arum mendorong Abiram.

"Dan kamu! Apa kamu pikir dengan membuatku jatuh kamu bisa menang?? Jangan mimpi, Rin. Aku melepaskanmu sekali kemarin karena aku merasa berdosa padamu. Namun nggak ada lain kali! Aku nggak akan tinggal diam lagi bila kamu mengusikku!" Arum menghampiri Rini, gadis itu mundur beberapa langkah ke belakang sampai mentok pada tiang pilar. Aura dingin dan berat menyengat dari tubuh Arum seakan menindasnya.

"Apa kamu pernah bertanya tanya, seberapa jahatnya aku?" Arum menjambak rambut Rini hingga ia mendongak. Wajah Rini pucat menahan rasa takut, tubuhnya bergidik merinding dengan tatapan mata Arum yang kuat dan mendominasi.

"Jadi jangan paksa aku menyakitimu! Berhentilah sekarang." Arum melepaskan jambakan rambutnya dan melepaskan Rini.

"Kenapa?? Kenapa kamu yang merasa terjolomi padahal kamu yang merebut Raja dariku?? Kenapa??" Rini berseru pada Arum saat gadis itu sudah melangkah sedikit jauh. Arum berhenti, ia menoleh ke belakang.

"Kenapa aku harus merebut Raja darimu? Aku bahkan tidak sekali pun pernah menghubungi Raja. Bila dia ternyata jauh lebih memilihku dan meninggalkanmu, itu berarti segala kekurangan ada padamu, Rini. Jangan salahkan orang lain, salahkan ketidakmampuanmu menjaga hati kekasihmu." Arum melemparkan tatapan dingin.

Rini terperosok jatuh ke bawah, ia lemas, mendengar ucapan Arum membuatnya merasa kalah.

"Arum!!" Abiram mencegah Arum meninggalkannya.

Plak! Tepis Arum.

"Selamat atas tendernya. Selamat juga karena sudah diakui oleh papamu. Kamu harus menyelesaikannya dengan baik, bukankah kamu mendapatkan tender itu dengan menjualku? Aku akan kecewa bila hasilnya buruk kan. Well ... anggaplah aku yang sial karena mengasihanimu, Bi." Arum meninggalkan Abiram. Abiram terpukul dengan kata kata Arum, kenapa dia begitu bodoh dibutakan oleh cinta dan juga harga diri.

Arum meninggalkan keduanya, air matanya terjatuh namun lekas di tepis. Ternyata mengetahui kebenaran itu memang menyakitkan.

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang