Salahkah?

7.6K 501 16
                                    

Wajah Abiram mengeras saat mengetahui kalau semuanya adalah rencana Rini. Penolakan dari pihak owner adalah perbuatan Rini, bukan karena ada masalah dengan design buatannya. Sial, Abiram masih bisa merasakan rasa sakit dan malu dari tamparan sang ayah sampai saat ini. Harga dirinya terluka.

Satu lagi, Abiram memang ingin menjauhkan Arum dari Raja karena ia mencintai Arum. Abiram sudah tahu kalau di masa depan Arum adalah istri Raja. Jadi dari pada Rini meminta pria lain untuk merusak Arum, lebih baik Abi yang melakukannya. Siapa tahu Arum akan masuk ke dalam pelukan Abi.

"Tunggu!!" Abiram mencekal tangan Rini sebelum gadis itu pergi.

"Bagaimana?"

"Baiklah, akan aku lakukan."

"Siiip!! Begitu donk!" Rini kembali duduk, ia memberikan kontrak kerja resort pada Abiram.

"Tanda tangan. Dan tidak ada jalan untuk mundur lagi, Kak." Rini tersenyum.

Abiram menatap kontrak kerjanya, ia seperti menjual Arum demi kontrak kerja itu. Abiram mengambil napas panjang sebelum menandatanganinya. Dia tidak menjual Arum, anggaplah dia sedang menyelamatkan gadis itu. Benar, ia hanya menyelamatkannya.

"Good! Ini kartu hotel milikku. Pakai untuk menghabiskan malam pertama kalian." Rini menyodorkan kartu hotel, kamar khusus keluarganya. Paman Rini seorang pengusaha dibidang hotel dan resort, jadi keluarga Rini punya akses khusus tinggal di hotel milik pamannya ini.

"..."

"Kesepakatan kita ini bukankah saling menguntungkan. Kamu mendapatkan Arum dan aku mendapatkan Raja." Rini tersenyum, ia menyeruput habis strawberry lattenya. Abiram mengepalkan tangannya, ia seperti membuat sebuah kesepakatan yang mendorongnya ke tepi jurang.

"Berjanjilah kamu tidak akan mengganggu Arum lagi setelah aku melakukannya!"

"Ok. Dan jangan coba coba curang karena aku merekam semua pembicaraan kita. Entah bagaimana tanggapan Rini bila ia tahu kamu menjualnya demi mendapatkan tender!"

"Sialan!"

"Hahaha ... Aku pergi dulu, bye!!"

Abiram dengan lemas pergi untuk menemui Arum. Mereka berjanji untuk bertemu dan membahas proses design resort yang tadinya di tolak oleh pihak owner. Tapi hal itu sudah tak lagi perlu di pikirkan karena Abi sudah berhasil mendapatkan kontrak kerjanya lagi.

"Ternyata papaku salah paham, Rum. Mereka setuju untuk menerima designku." Abiram memeluk Arum dengan erat, membuat napas Arum sampai pengap. Rasa bersalah menghampiri Abiram. Demi sebuah pengakuan ia membuat Arum menjadi tumbal. Arum yang membantunya dengan tulus bukannya mendapatkan hadiah justru akan mendapatkan nestapa.

"Thanks, Rum!! Thanks!!" Abiram memeluk Arum semakin erat hingga akhirnya gadis itu memukul mukul punggungnya.

"Ihhh lepasin dulu!! Nggak bisa napas, Bi!!"

"Ah ... iya, maaf, aku terlalu senang." Abiram tersenyum, menyembunyikan kebenaran getir barusan. Arum sungguh tidak menyadari kalau ia adalah domba polos yang tak bersalah, domba yang akan di giring ke penjagalan oleh Abiram, sahabatnya sendiri.

"Ayo aku anterin pulang."

"Aku harus ke rumah sakit."

"Oh ... apa kamu bisa membantuku mengerjakan design? Aku bisa memberimu gaji." Abiram tahu Arum butuh tambahan penghasilan untuk membayar biaya rumah sakit. Gadis dengan harga diri tinggi sepertinya tak akan mau bila Abiram memberikan bantuan secara cuma cuma.

"Serius??" Arum terlihat senang, akhirnya ada hal baik yang terjadi hari ini.

"Iya, serius. Aku juga akan mendapatkan penghasilan dari papaku." Abiram mengangguk, dengan begini Arum tak akan sungkan dan untuk satu bulan ke depan Arum akan sibuk membantunya, selalu berada di sisinya, Abiram bisa menjalankan aksinya kapan saja.

"Thanks, Bi." Arum tersenyum manis. Abiram menggenggam tangan Arum, ia masih tak percaya kalau ia telah menipu gadis sebaik Arum.

*****

"Kok bapak tidak tidur?" Arum bertanya begitu tiba di rumah sakit. Ia mencium punggung tangan Yono dan meletakkan tas ke kursi.

"Seharian bapak tidur, berbaring, sekarang tidak bisa tidur," jawab Yono. Lagi pula ini masih jam tujuh malam, belum saatnya untuk terlelap.

Arum memang terlambat datang karena ia mengepak beberapa baju ganti terlebih dahulu untuk menginap.

"Rum, tadi ada Raja. Dia datang, kasih ini sama surat." Tari menyerahkan box laptop berikut dengan sebuah amplop. Arum bergegas menerimanya, ia membuka amplop itu dan membacanya.

[Aku nggak tahu harus menjelaskan bagaimana lagi ke kamu, Rum. Aku paham kalau kamu takut memulai hubungan lagi denganku. Aku sendiri juga sadar kalau aku dulu sangat mengecewakanmu. Namun kita kembali demi mengubah takdir, demi memperbaiki hal hal yang salah yang pernah terjadi di antara kita, Rum.

Please ... aku nggak bisa kehilangan dirimu.

Aku mohon kembalilah kepadaku, Rum, aku berjanji akan selalu menggandengmu, meski pun jalan yang kita lalui begitu berliku dan licin.

Aku tahu kamu butuh waktu untuk menjawabnya. Bepikirlah dulu, Rum. Ingatlah kenangan kita, dan tanyalah hatimu, masihkan kamu mencintaiku?

NB: Aku dengar kamu ingin mengikuti lomba design. Laptop ini aku berikan untukmu, pakailah untuk mengikut lomba itu. Aku tahu, kamu begitu bahagia saat bisa menggambar.

Kalau tidak mau, buang saja laptopnya.

Salam sayang, Raja.]

"Arum kenapa menangis, Nak??" tanya Yono kaget melihat Arum menitikkan air matanya begitu surat Raja selesai di baca.

"Enggak, enggak kok, Pak." Arum menyeka air matanya dan duduk di samping sang ayah.

"Apa bapak pulang saja, di sini bapak cuma ngabis abisin duit." Yono merasa bersalah pada putrinya. Apa Arum sedih karena memikirkan masalah uang?

"Jangan, Pak. Bapak nggak perlu mikirin biaya lagi. Arum akan memenangkan lomba design itu dan membayar biaya rumah sakit." Arum tersenyum manis. Ia mengambil telapak tangan Yono dan menyelipkannya ke pipi.

"Yang penting bapak istirahat yang banyak supaya cepat sembuh. Biar Arum bisa tenang." Arum menikmati kehangatan tangan sang ayah menyeka air matanya.

"Apa pun masalahmu, Nak. Ingatlah, kalau bapak sama Ibu sayang sama kamu. Kamu selalu nomor satu bagi kami." Tari memeluk Arum dari belakang, menyelimutinya dengan kehangatan kasih sayang seorang ibu.

"Arum tahu kok, Pak, Bu. Arum tidak menangis karena sedih. Arum menangis karena Arum tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk lagi. Arum tak bisa menekan perasaan ini." Arum menangis. "Apakah Arum anak yang jahat bila mengingini milik orang lain, Bu? Apa Arum anak yang jahat karena berusaha untuk bahagia?" Arum menangis, ia ingin menjawab surat Raja dengan anggukan, tapi malangnya, takdir mereka begitu pelik.

"Ya Tuhan Anakku, Arum." Tari menangis, semenderita apa Arum saat ini?

**** BERSAMBUNG ****

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang