Dewi Penyelamat

10.3K 741 19
                                    

"Siapa kamu berani ikut campur dengan urusan keluargaku, hah?" Suara Hendro meninggi karena Arum muncul di tengah tengah ia dan anaknya. Arum menerima pukulan Hendro yang seharusnya mengenai Abiram.

"Ayah macam apa yang tega memukul darah dagingnya sendiri?" Arum menatap balik, sejahat apa pun Arum, kedua orang tuanya tak pernah memukul Arum karena tahu anak adalah titipan Tuhan.

"Dia bukan anakku!" Hendro semakin kesal karena pertanyaan Arum. Arum sepertinya sudah salah berucap, siapa yang tahu kalau ternyata Abiram bukanlah anak kandung Hendro?

"Mundurlah, Rum. Ini masalah keluargaku."

"Tapi, Bi ..." Arum menoleh, ia melihat Abiram menahan rasa malu, kesal, dan amarah. Arum menghela napas panjang, membela Abiram hanya akan membuat harga diri pria itu semakin terluka. Arum pun mengangguk dan menyingkir ke samping.

"Dasar anak bodoh!" Hendro sepertinya sudah kehilangan keinginan untuk marah, ia pun pergi meninggalkan hotel. Adila melihat cemas anaknya untuk sesaat, mengelus wajah tampan Abiram sebelum berlari mengejar sang suami.

Abiram mengepalkan tangannya menahan emosi. Ia merasa begitu terluka dengan ucapan Hendro barusan.

"Sorry, Bi..." Arum hanya meminta maaf pada Abiram pelan, ia tak tahu lagi harus berbuat apa.

"Bukan salahmu," jawab Abiram.

Abiram melihat wajah cantik Arum mulai bengkak karena ulah papanya. Abiram semakin merasa tidak berguna karena dilindungi oleh seorang wanita. Tentu saja Abiram malu, tak hanya karena designnya mendapatkan cercaan, ia pun malu karena Arum melihat semua masalah di dalam keluarganya.

"Sakit?" tanya Abiram, "pertanyaan bodoh apa yang aku tanyakan. Tentu saja pasti sakit." Abi menjawabnya sendiri. Ia langsung menggandeng Arum keluar dari lobby hotel. Arum menurut saja, suasana di lobby masih sangat canggung dan sebisa mungkin ia ingin pergi dari sana.

Langit sudah gelap saat mereka keluar dari sana. Abiram mengajak Arum pergi ke dokter namun Arum menolaknya. Arum tidak apa apa, sakitnya hanya secara fisik, sementara Abi sakit secara hati, pasti akan sangat sulit di sembuhkan.

Keduanya duduk di bangku terotoar, tepat di depan sebuah apotek dua puluh empat jam. Abiram tengah mengoleskan salep anti bengkak pada pipi Arum.

"Ssshh ..." Arum mendesis, ternyata sakit juga.

"Kamu nekat sekali? Memangnya kamu secinta itu sama aku sampai rela melindungiku dari pukulan papa?" Abiram bertanya dan langsung dilirik tajam oleh Arum.

"Narsis!! Jangan geer kenapa?" Arum menyahut salep dan mengoleskannya sendiri.

"Terus kenapa? Kenapa kamu nekat jadi tameng hidup aku, Rum? Aku bukan siapa siapa kamukan?"

"Kita teman, itu sudah cukup." Arum menghela napas panjang.

Abiram diam saja, ia duduk di samping Arum, menatap gadis itu lamat lamat. Rasanya semakin jatuh cinta pada Arum, selain punya mata yang penuh tekat ternyata dia juga sangat pemberani. Kenapa ya? Cewek pemberani itu selalu punya nilai plus di dalam otak Abi.

Sementara Arum, di dalam hatinya masih kesal dengan perlakuan menyebalkan Hendro. Kalau hal ini terjadi sepuluh tahun lagi, sudah pasti akan menjadi viral. Berita heboh karena seorang pria menganiyaya seorang wanita. Apa lagi Arum hanya orang miskin sementara ia berkuasa. Sikap semena mena Hendro pasti akan viral dan mendapatkan banyak hujatan. Sayangnya ia masih ada di jaman purbakala di mana ponselnya saja masih berbunyi tulalit tulalit.

"Kenapa diam saja?"

"Sedang berpikir," jawab Arum.

"Berpikir apa?"

"Untuk merebut design itu kembali." Arum menggosok dahi. "Kita harus membuat papamu kembali terkesan denganmu, Bi."

"Tidak perlu, selamanya aku tetaplah seorang anak tiri di matanya." Abiram bergeleng.

Arum menatap iba, kini ia tahu kenapa Abiram begitu bersemangat dalam proyek ini dulu. Ternyata ia sangat ingin memberikan kesan pada sang papa, sayangnya semua itu rusak karena keegoisan seseorang. Yena atau Naura? Entahlah, Arum yakin salah satu di antara mereka. Dan menilik kalau Naura dulu begitu mudah di suap, bisa jadi Naura juga yang membocorkannya.

"Tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa tahu kalau aku akan kalah pada tender kali ini?" tanya Abi penasaran. Ucapan Arum tidak salah, tidak luput, dia benar benar kalau dalam tender kali ini.

"S--udah jelas kan karena kamu masuh kecil. Tentu saja kamu tak bisa melawan raksasa konstruksi seperti mereka." Arum gantian mendorong kening Abiram dengan jari telunjuknya.

"Hanya karena itu? Padahal aku percaya diri dengan designku." Abiram menghela napas panjang. Arum juga tahu kalau Abiram ini jenius arsitektur, hanya saja ia masih designer muda, ia belum tahu betapa susahnya medan asli di lapangan. Designnya masih terlalu awam, dan lagi Abiram belum pernah tahu seperti apa kendala sipil di tanah berbukit bukit tempat resort ini di bangun.

"Beruntungnya satu ..."

"Hm ... apa itu?"

"Kita akan memenangkan tender itu!! Kamu punya aku!!" Arum bangkit, ia mengepalkan tangan. Dewi jurusan arsitektur kembali beraksi.

"Apa maksudmu?"

"Kita pasti menang! Kita temui papamu besok, kita buat dia menelan kembali ucapannya hari ini." tandasnya. Abiram hanya bisa menggaruk kepalanya kebingungan.

"Ayo kita lihat designnya." Arum menarik Abiram untuk kembali ke studio.

*****

Keesokan harinya.

Abiram menemui ayahnya, ia sudah bergadang semalaman suntuk dengan Arum. Sepanjang malam gadis itu meneliti gambar design milik Abiram. Gadis itu menguliti dan mengkritik semua designnya. Arum memang pandai mencari cari kesalahan seseorang. Abiram sampai kesal, sebenarnya Arum mau bantuin atau mengejek sih?

"Bantuinlah!! Justru semakin banyak kesalahan bisa jadi keuntungan!!" jelas Arum. Pihak lawan bergegas meniru design Abi yang sangat indah, namun mereka lupa tidak menerapkan dasar dasar ilmu sipil lebih ketat sehingga banyak celah dalam design Abi. Sudah Arum bilang, semakin banyak kesalahan dalam design Abi bisa menjadi bumerang juga bagi pihak lawan.

Kontruski milik Hendro bisa menaikkan banding dengan mengkritik design yang ada. Menjadi pertimbangan ulang bagi pemilik resort dalam membangun rumah singgah itu.

"Berikan Abi satu kesempatan lagi, Pa. Abi janji kali ini Abi tidak akan melakukan kesalahan yang sama dua kali. Akan Abi balaskan rasa malu yang Abi dapat." Abiram memohon pada sang Ayah untuk mengajukan kritik dan banding pada pihak owner.

Wajah Hendro terlihat mengerut, ia menatap sejumlah besar kritik yang disodorkan oleh putranya. Dalam hati pria paruh baya ini memuji kepintaran Abiram dalam hal sipil, semuanya masuk akal dan benar adanya. Semua itu tentu saja adalah hasil pemikiran Arum.

"Baiklah, papa akan coba layangkan surat pada pihak owner. Namun keputusan akan adanya design ulang atau tidak, itu terserah mereka." Hendro meninggalkan ruangannya.

"Terima kasih Pa!!" Abiram sangat gembira, meski pun belum tentu berhasil, namun layak untuk di tunggu. Terima kasih pada Arum, dia sungguh dewi penyelamat! Sekaligus tukang kritik paling sadis. ;)

*** BERSAMBUNG ***

Follow IG @Ie_fen ❤️

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang