Rumah Diva sangat megah. Walau sudah beberapa kali Nika bertamu ke rumahnya, tetap saja Nika takjub akan kemewahannya. Halaman yang luas dihiasi air mancur di tengah bundaran kecil. Patung patung yang artistik. Rumput yang hijau di sisi kiri kanan jalan yang paving. Bangunan tinggi bak istana.
Nika selalu berdecak kagum. Walaupun hanya dalam hati. Ia masih ingat pertama kali datang, ia tidak dapat menyembunyikan kekagumannya akan rumah Diva. Akibatnya ia malah menjadi bahan cemooh teman-temannya. Bahkan sampai sekarang menjadi bahan candaan setiap kali mereka mengajak Nika ke rumah teman-teman sekampus. Mengatakan kalau Nika tidak bisa menutup mulutnya saking takjub melihat rumah mewah. Ia menjadi bahan tertawaan di kampus.
Marah dan tersinggung, jelas! Tetapi ia tidak bisa mengungkapkannya. Ia hanya bisa ikut tertawa dengan mereka yang mengejeknya. Dibandingkan ia dikucilkan sendirian seperti awal ia masuk, lebih baik ia menjadi badut untuk teman-temannya.
Nika berjalan cukup jauh dari gerbang ke teras depan rumah Diva. Hanya ia satu-satunya yang tidak memiliki kendaraan. Menelan rasa malu dan pahit setiap kali digunjing.
"Selamat siang, saya sudah ada janji dengan nona Diva." Ucap Nika sambil memencet tombol intercom di teras.
"Atas nama siapa?"
Nika hanya bisa menelan amarahnya. Jelas mereka sudah tahu kalau ia datang setelah konfirmasi dari penjaga keamanan di depan gerbang.
"Nika"
"Tunggu sebentar." Jawab dari seberang yang Nika tahu jelas pemilik suaranya. Ia salah satu pelayan Diva yang sering Nika temui.
Nika berdiri menunggu di depan sambil menekan jari-jarinya saat ia bosan.
Tiba-tiba mobil mewah masuk dari gerbang dan menuju arah teras depan. Nika menegakkan postur tubuhnya. Siapapun yang datang, pasti tamu penting orang di rumah ini.
Mobil berhenti di depan. Seorang pria keluar dari kursi penumpang di depan memakai jas hitam. Ia terlihat masih muda. Apa mungkin pria itu tamu Diva? Tanya Nika dalam hati.
Ternyata dugaan Nika salah. Pria itu membuka pintu kursi penumpang di bagian belakang.
Seorang pria dewasa turun dari mobil. Pria terlihat tampan dengan aura yang begitu kuat membuatnya terlihat seperti orang yang berkuasa. Sangat sulit didekati bagi orang seperti Nika.
Nika tidak berani menatap lama. Ia merapikan rambut dan bajunya. Merasa jika ia sangat rendah dibandingkan pria yang berjalan menaiki tangga menuju pintu.
Pintu yang tadinya tertutup rapat, terbuka lebar dengan seorang pelayan berdiri di sisi kiri pintu. Memberi jalan pada pria yang melewati Nika. Bahkan pria itu tidak menoleh sedikitpun ke Nika. Seakan Nika semut yang tidak ada artinya.
"Nona Diva ada di taman belakang. Apa tuan mau saya panggilkan nona Diva?"
"Tidak perlu. Saya hanya pulang sebentar."
"Baik, tuan."
Nika penasaran dengan pria yang berjalan di depan diikuti asisten pria di belakang. Pria itu terlihat masih muda meski lebih tua dari Nika. Apa dia kakak Diva? Tapi Diva anak tunggal.
"Ayo masuk!" perintah pelayan dengan nada ketus ke Nika. Berjalan lebih dahulu tidak peduli jika Nika mengikutinya atau tidak.
Nika menyusul pelayan yang tidak suka akan kehadiranya. Padahal mereka di mata rantai sosial yang sama. Tetapi sikap pelayan itu seakan derajatnya lebih tinggi dari Nika.
"Nona Diva" Panggil pelayan itu pada seorang gadis cantik dengan rambut ikal yang di tata cantik. Memakai dress dengan brand terkenal akan harganya yang sangat mahal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Envy
RomanceHal yang paling dibenci oleh Nika terlahir miskin. Ia selalu iri pada teman-temannya yang kaya raya terutama Diva Adikara. Diva terlahir di Keluarga nomor satu di kotanya memiliki semua yang diinginkan oleh Nika. Ia berharap mendapatkan semua yang D...