Nika menekan intercom apartment yang hanya orang kaya raya yang bisa tinggal di bangunan ini. Apartment yang melambangkan status kekayaan mereka terutama karena gedung menjulang ini milik papi Diva.
Suara kunci pintu terbuka. Nika masuk ke dalam sambil membawa bahan makanan yang ia beli di supermarket yang ada di gedung. Ia tahu jika tuan rumah hanya mau bahan makanan dengan kualitas terbaik. Walaupun bagi Nika semua bahan makanan sama. Yang penting tidak busuk ataupun rusak. Malah Nika bisa mendapatkan harga yang lebih murah jika ia membeli di pasar tradisional.
"Kali ini kabur kenapa?" Tanya gadis yang duduk di sofa di ruang tengah sambil memainkan ponselnya. Ia bahkan tidak melihat NIka yang masuk dengan wajah muram.
Nika tidak mempedulikan pertanyaan gadis itu. Ia masuk ke dalam dapur dan mengeluarkan barang belanjaan. Memasukan semua barang yang ia beli dalam pembungkus makanan dan kotak makanan. Menyisakan bahan yang akan ia masak malam ini.
Gadis itu berhenti memainkan ponselnya. Kesal karena Nika tidak menjawab pertanyaannya malah mencuekinya. Ia berdiri di depan pintu dapur yang terbuat dari kaca.
"Kamu bertengkar dengan orang tuamu soal apa?" Meskipun ia terlihat tidak peduli tetapi naluri tukang gosipnya tidak bisa ia tahan.
"Juno curi uangku."
"Anak itu mencuri uang kamu lagi? Orang tua kamu benar-benar membesarkan anak yang berakhir jadi narapidana." Ejek gadis itu yang tidak menyukai keluarga Nika setelah Nika menceritakan perlakuan keluarganya.
"Terus pipimu ditampar lagi dan kamu hanya bisa kabur?"
Nika mendelik tajam pada gadis yang tidak merasa kalau ia menyinggung Nika. Ia hanya bisa bersabar dengan sifat temannya yang ignorant. EQ temannya tidak berubah dari SMA sampai sekarang.
"Kami bertengkar dan aku minta mereka mengembalikan uangku kalau tidak mau aku jual motor Juno." Jawab Nika sambil menyusun bahan makanan dalam kulkas.
Gadis itu tertawa terbahak. Ia puas Nika akhirnya meledak dan mengancam orang tuanya. "Bagaimana reaksi mereka?"
Nika mengingat kembali ekspresi orang tua dan Juno yang ketakutan. Jika saat itu ia tidak merasa apapun selain marah, sekarang setelah mengingatnya ia merasa lucu.
"Mereka ketakutan." Jawab Nika sambil tersenyum puas.
"Apa aku bilang, harusnya kamu ikuti saran aku dari dulu. Mereka itu tipe yang membully orang lemah tapi takut dengan orang yang kuat dari mereka." Sejak awal Nika curhat padanya, ia selalu meminta Nika untuk memberontak dan melawan balik orang tuanya.
Jika kekerasan tidak bisa diatasi dengan cara baik-baik dan kesabaran, maka jalan satu-satu mengatasinya dengan kekerasan!
"Kamu benar. Harusnya dari dulu aku melawan mereka." Nika menyesali kebodohannya. Ia harusnya bersikap lebih kejam dari orang tuanya. Ia tidak perlu takut pada ancaman dan amarah mereka. Ia tidak perlu selalu mengalah pada adiknya.
Lagipula ia bisa hidup mandiri tanpa mereka! Apalagi sebentar lagi ia akan lulus dari Universitas dan mencari pekerjaan yang memiliki gaji sangat besar. Lalu ia akan membeli apartemen, mobil, pakaian, apapun yang ia mau.
"Aku selalu benar." Ucap gadis itu dengan bangga. "Daripada memikirkan mereka, lebih baik kamu menyelesaikan skripsimu."
Ia dan Nika berbeda Universitas. Ia lebih memilih Universitas Negeri terbaik dibandingkan Nika yang menerima beasiswa dari Universitas Swasta yang hanya khusus untuk anak orang kaya. Ia memaklumi jika Nika lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas itu. Nika bisa mendapatkan beasiswa penuh dari Biaya masuk sampai lulus.
"Punyamu sudah selesai?" Tanya Nika terkejut. Apa ia ketinggalan jauh dari Trisha, gadis yang tersenyum lebar ke arahnya.
"Tentu sudah. 2 minggu lagi aku akan sidang." Jawab Trisha dengan bangga. Ia tidak akan berkutat mengerjakan skripsinya dan bisa bebas melakukan hal yang lain seperti liburan. Bersenang-senang sebelum bekerja di Perusahaan orang tuanya.
"Cuma satu yang aku heran. Kenapa punyamu belum selesai?" Tanya Trisha sambil mengambil botol minuman yang dibeli Nika di atas meja.
"Aku membantu teman-temanku mengerjakan skripsi mereka." Diva dan yang lain selalu meminta bantuannya untuk mengoreksi, bukan lebih tepatnya membantu menyelesaikan skripsi mereka. Akibatnya, skripsi miliknya belum dikerjakan padahal data sudah dia dapatkan.
"Kamu tahu, aku sudah bosan memberitahumu. Jauhi mereka. Mereka bukan teman. Mereka hanya memanfaatkan kamu."
"Trisha, Yang lain mungkin cuma memanfaatkanku tetapi aku rasa Diva tidak akan melakukan hal itu."
"Ckck.. masih denial." Sindir Trisha memutar bola matanya. "Mendengar dari ceritamu, Diva itu justru orang paling munafik dan bermuka dua."
"Itu tidak mungkin." Elak Nika yang masih membela Diva di hadapan teman baiknya.
"Aku sudah sering bertemu dengan tipe orang seperti itu di kalangan kami. Mereka terlihat seperti Perempuan yang elegan dan baik hati tetapi mereka ahli memanipulasi orang lain."
Nika tahu apa yang dikatakan Trisha benar. Tetapi ia masih tidak yakin jika Diva benar-benar seperti yang dikatakan Trisha.
"Bagaimana jika dia memang baik dan naif karena ia selalu dilindungi dan disayangi oleh keluarganya?"
Trisha tertawa mendengar pertanyaan Nika. "Mungkin saja ada yang seperti itu. Tetapi Diva yang kamu ceritakan, ia jauh dari itu."
"Ia egois, princess syndrome, dan manpulatif."
"Sudah, aku tidak mau kita membicarakannya lagi."
"Ck! Denial. Asal kamu tidak menyesal saat dibuang nanti."
Ia tidak percaya jika Diva akan membuangnya. Mungkin saja Trisha cemburu karena ia dekat dengan Diva dan selalu menceritakan Diva ke Trisha.
Nika tidak pernah memilki teman sebelumnya. Hanya Trisha teman satu-satunya. Itu pun sejak mereka kelas 2 SMA karena satu bangku dan mengikuti selalu lomba yang sama.
Awalnya Nika menganggap Trisha saingan beratnya. Tetapi sikap Trisha yang cuek dan blak-blakan membuat NIka nyaman berteman dengannya.
Tidak seperti teman-teman yang mendekatinya jika mereka bertanya soal pelajaran dan menjauhinya setelah tidak membutuhkannya. Mereka bahkan menghina dan menyebarkan berita bohong di belakangnya.
Sekarang, pikirannya terbuka setelah yang ia lalui hari ini. Logikanya menyatakan kalau yang dikatakan Trisha ada benarnya. Perlakuan Diva padanya tadi seakan Diva tidak menganggapnya benar-benar teman. Bahkan teman-teman baik Diva pun selalu merendahkannya selama 6 bulan berteman.
Awalnya ia menganggap itu semua wajar jika ada teman cemburu jika teman baik mereka memiliki teman baru. Tetapi semakin Nika berpikir dan mengingat ulang, semakin ia menemukan jika Diva memang membela dihadapannya tetapi tidak pernah menghentikan hinaan dan cerita memalukan Nika untuk dijadikan bahan olokan semua orang di kampus.
Tanpa sadar Nika menggeggam kuat ujung meja. Trisha yang melihatnya hanya tersenyum. Ia tahu jika Nika akhirnya mendengarkan ucapannya. Sudah saatnya Nika sadar jika ia selama ini dimanfaatkan oleh para rubah.
Trisha merasa ia dan Nika sama. Mereka orang yang keras, tangguh dan tahu apa yang mereka inginkan. Berusaha keras untuk mendapatkan apapun target mereka. Tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang membenci keberhasilan mereka. Sayangnya ada satu hal yang berbeda antara ia dan Nika.
Ia tahu jelas kelemahan Nika yang diluar terlihat dewasa dan tenang tetapi di dalam ia sangat naif dan haus kasih sayang. Nika terbuai dengan orang yang berbicara lemah lembut dan baik padanya. Yang membelanya di hadapan orang-orang yang membencinya. Tetapi bukan berarti Nika bisa seenaknya dimanfaatkan dan dimanipulasi.
Setelah melihat Nika mulai sadar, ia bisa lega. Teman baiknya sudah kembali seperti Nika yang dulu.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Envy
RomanceHal yang paling dibenci oleh Nika terlahir miskin. Ia selalu iri pada teman-temannya yang kaya raya terutama Diva Adikara. Diva terlahir di Keluarga nomor satu di kotanya memiliki semua yang diinginkan oleh Nika. Ia berharap mendapatkan semua yang D...