Seorang pria dengan tubuh gagah, rambut hitam rapih, dengan parfum khas pria menyertai. Dirinya turun dari mobil dengan mengenakan jas biru tua warna favoritnya.
Dia adalah Jeremy, dirinya turun tepat didepan cafe tempat yang dimaksudkan Hyejin. Karena tempat yang cukup ramai, membuat Jeremy harus sedikit menguras tenaganya untuk mencari keberadaan Hyejin dibalik orang-orang yang ada.
Jeremy berjalan, mengabsen setiap meja yang ia lewati. Ia menoleh kanan kiri tidak ada yang lolos darinya. Sampai ia menemukan orang yang ia cari. Duduk dikursi paling sudut, yang sedikit jauh dijangkau oleh orang lain.
Langkahnya terhenti, matanya memandangi orang didepannya. Ingatan masa lalu menghampiri, bayangan seorang wanita yang selalu menunggunya, senyuman manis yang selalu wanita itu berikan.
Kini Jeremy hanya bisa menghela nafas panjang, melupakan semua itu supaya rasa berat dihati menghilang. Kakinya kembali melangkah, menghampiri meja Hyejin.
Mendengar sebuah langkah kaki, Hyejin yang memainkan ponselnya menoleh kearah suara. Melihat sosok Jeremy yang sudah datang menghampiri, Hyejin meletakkan ponselnya, ia menyambut kedatangan Jeremy.
Jeremy duduk dikursi didepan Hyejin dengan meja melingkar sebagai penengah diantara mereka. "Senang bertemu denganmu lagi." sapa Jeremy dengan senyuman mengembang.
Hyejin mengangguk sopan untuk membalas sapaan dari pria dihadapannya. Dengan sorot mata yang membulat, seperti meminta agar mereka berdua mengobrol langsung pada intinya saja.
Jeremy yang langsung paham, ia langsung angkat suara dengan bertanya, topik obrolan apa yang mereka akan bahas pertama. "Baiklah. Kita mulai darimana?"
Hyejin meneguk salivanya, menatap serius Jeremy. "Ceritakan semua tentang ibuku."
Jeremy membenarkan duduknya, bersiap-siap untuk bercerita.
Sekolah menengah atas, kelas terakhir merupakan awal pertemuan mereka berdua. Jeremy yang baru saja pindah dari sekolah lamanya di Inggris, ia langsung jatuh cinta dengan wanita bernama Minjin.
Waktu demi waktu berselang, Jeremy berhasil mendapatkannya, mendapatkan hati wanita yang begitu ia cintai. Bahkan pada masa kuliah, mereka lalui bersama, masuk dalam jurusan yang sama, agar selalu tetap bersama.
Sampai mimpi buruk bagi Jeremy tiba, atau bahkan mungkin bagi Minjin. Kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkan Minjin dengan lelaki kaya raya.
"Aku sempat tak setuju, bahkan Minjin juga tidak setuju. Karena waktu itu kami sudah bertunangan." ucap Jeremy melihat kearah cincin yang selalu ia gunakan kemanapun.
Jeremy lalu mengangkat kembali pandanganya, meneruskan ceritanya. Menjelaskan bahwa Minjin meminta untuk pernikahan antara dirinya dengannya dipercepat, berniat agar perjodohan tersebut dibatalkan.
Jeremy setuju, mereka melakukan pernikahan kecil disebuah gereja dengan para saksi yang ada. Tapi meskipun begitu, pernikahan itu adalah pernikahan yang resmi.
Tapi ternyata semua itu percuma, karena tetap saja sama. Minjin tetap menikahi lelaki itu, membuat luka terdalam bagi Jeremy. Yang bisa ia lakukan hanya pergi menjauh, berharap mungkin lukanya bisa terobati.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, Jeremy lalui semuanya tanpa kehadiran Minjin. Sempat terpikir untuk kembali, tapi ingatan ketika wanitanya meninggalkannya membuat niatnya kembali terurung.
Sampai ketika kabar duka tentang meninggalnya Minjin terdengar. Jeremy yang berada di Inggris, langsung tancap gas kembali ketempat yang seharusnya ia berada.
Jeremy berusaha mencari informasi, tempat tinggal, semuanya tentang Minjin, tapi nihilnya tak ada yang ia temukan. Dirinya hanya bisa menangis putus asa, dan menyebut itu sebagai kutukan bagi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE BLOOD
Teen FictionSeorang gadis kecil yang seharusnya tumbuh dengan belaian kasih sayang dan didikan baik dari orang tua. Kini ia harus menerima takdir dari kehilangan ibunda tercinta. Tumbuh menjadi wanita berdarah dingin, hanya sekedar untuk membalaskan dendam. A...