Pak Lee, selaku kepala sekolah. Setelah menerima laporan bahwa ada korban disekolahnya, ia langsung memberi pengumuman agar para siswa-siswi langsung kembali kerumah masing-masing.
Terlihat dibalik kerumunan, Charles mencari adiknya yang menghilang dari pandangannya. Sebagai seorang kakak, dirinya akan tetap memiliki tanggung jawab penuh untuk menjaganya.
Charles berdiri didepan gerbang, ia menoleh kanan kiri, masih mencari keberadaan Kenza. Tak mau ambil pusing, Charles meraih sakunya mengambil ponsel lalu menelpon adiknya.
Call
"Kau dimana?"
"Aku didalam, mengambil tasku yang tertinggal." ucap Kenza, yang terlihat sedang berjalan dilorong kelas.
"Cepatlah turun. Aku menunggumu digerbang."
Layaknya es yang membeku, Kenza tidak menjawab. Ia langsung mematikan telpon dan mempercepat langkahnya.
Charles menyimpan kembali ponsel kesakunya, ia mengangkat kepalanya melihat kearah Hyejin yang sedari tadi mengobrol dengan seorang polisi.
Charles terdiam seribu kata, ia termenung sesaat dengan apa yang dikatakan polisi tadi, tentang dirinya yang adalah kekasih dari Hyejin. Berpikir apakah dirinya terlambat? Tapi semua itu harus buyar dengan Kenza yang tiba-tiba menepuk bahunya.
"Kau kenapa?" tanya Kenza.
Charles tidak menjawab, ia mengembalikan pandangannya kearah Hyejin.
Kenza yang tidak mengerti, ia ikut menoleh melihat Hyejin yang tengah mengobrol dengan polisi Jimmy. Merasa sudah paham, Kenza menaruh tangannya dipundak Charles, "Sudahlah kak, itu pasti hanya lelucon saja."
Charles tidak menjawab dengan pandangannya yang tak menggeser sedikitpun.
Kenza menghela nafas panjang, ia kini memandangi wajah kakaknya yang terlihat sedih, membuat dirinya menjadi tidak enak rasa.
Kenza tak mengerti, bagaimana bisa perasaannya seperti itu. Padahal dulu ia berusaha segala cara agar mengalahkan kakaknya, membuktikan bahwa cintanya lebih tulus darinya.
"Apa aku harus mengalah?"
"Tidak. Tidak! Berapa kali kakak mendapatkan hal yang dia inginkan?"
Kenza kemudian menguatkan rangkulannya, mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Charles sedikit memberontak berusaha melepaskan rangkulan Kenza yang begitu kuat mencekik lehernya. Tapi dirinya tak mampu tak kala Kenza mulai menyeretnya untuk masuk kemobil.
••^••
Didalam obrolan Hyejin dan Jimmy. Hyejin tengah menceritakan bagaimana ia dan Bora menemukan jasad korban. Tidak ada yang aneh, mereka pergi ke toilet layaknya orang-orang pada umumnya.
Tapi ada satu hal yang membuat Hyejin heran, tentang para polisi yang langsung datang dengan cepat, padahal mungkin belum ada yang melapor sama sekali.
"Bagaimana jika pembunuh waktu itu?" tanya Jimmy, dengan sorot mata membulat.
Hyejin mengangkat kedua alisnya, ia baru mengingat tentang pria yang menyerang Jimmy beberapa hari yang lalu. Tapi bagaimana dia masuk dan menyerang? Karena akses masuk sekolah sangat sulit untuk dilewati.
Ditambah lagi, Seoyun merupakan adik kelasnya, bagaimana bisa adik kelas yang seharusnya dilantai dua, tapi malah pergi ketoilet dilantai tiga.
Semua hal itu membuat Hyejin menghela nafas lelah, bingung memikirkan semua itu.
Ditengah-tengah hal itu, Giboom yang baru saja tiba, langsung datang menghampiri Hyejin dengan badan yang sudah basah kuyup akibat keringat. "Dimana Bora?" tanyanya panik.
Hyejin tak mengatakan sepatah katapun, ia langsung mengangkat jari telunjuknya menunjukkan dimana Bora berada.
Dengan cepat Giboom menoleh, melihat Bora yang tengah duduk disisi gerbang, dengan handuk hangat yang menyelimuti tubuhnya. Giboom langsung berlari, menghampiri Bora.
"Kau tidak apa-apa?"
Bora menoleh, melihat Giboom yang datang, ia langsung memeluk erat pacarnya itu, "Aku...Aku takut..." balas Bora, dengan air mata yang pecah seketika.
"Tidak apa-apa, aku disini." Giboom membalas pelukan, menenggelamkan wajah Bora ditekuk lehernya.
Disisi lain, rekan kerja kepolisian Jimny melapor. Mengatakan jika korban sudah dievakuasi, dengan catatan tewas akibat luka tusuk yang begitu dalam.
Jimmy mengangguk paham, ia kemudian berpamitan kepada Hyejin karena dirinya akan memeriksa lebih lanjut.
Hyejin mengangguk pertanda setuju, tak lupa ia juga berterimakasih atas bantuan yang telah Jimmy berikan.
Hyejin berbalik, menoleh kearah Giboom yang masih setia memeluk Bora. Perlahan, dirinya menghampiri, untuk bertanya sekaligus melihat kondisi Bora.
Tapi sesaat sebelum ia memanggil nama temannya itu. Sesuatu mengalihkan pandangan Hyejin, tepat dilengan baju milik Giboom. Terlihat bercak noda seperti darah, yang begitu jelas dan besar.
Hal itu membuat Hyejin tersentak diam, dirinya menjadi berpikir apakah Giboom pelakunya? Karena seharusnya Bora lah yang terkena darah, bukan malah lengan baju Giboom.
"Ini tidak mungkin..."
Hyejin bingung, berusaha untuk meyakinkan hatinya, bahwa temannya tidak akan melakukan hal sekeji itu.
"Apa kau gila Hyejin?! Tidak mungkin Giboom melakukan itu."
Sampai Hyejin teringat dengan salah satu temannya yang lain, Natasha. Hyejin menoleh kearah belakang, mencari keberadaan dari Natasha. Tapi yang ia lihat hanyalah polisi yang berjaga disana.
Sebenernya, Natasha sedikit membuatnya curiga karena setiap ada masalah disekolah Natasha selalu menghilang begitu saja. Tapi Hyejin kembali meyakinkan hatinya, ditambah Natasha adalah dari keluarga terpandang yang terkenal atas kedisiplinannya.
Hyejin termenung sesaat. Dengan helaan nafas panjang, memikirkan kembali kejadian-kejadian yang menimpanya, bahkan sampai menimpa teman-temannya.
Hyejin menyesal, ia terlalu menyepelekan kasus itu sampai pada akhirnya kasus itu melonjak, bahkan sampai mengambil nyawa temannya sendiri.
"Aku ini memang bodoh." batin Hyejin dengan tangan yang terkepal kuat.
"Hyejin?"
Tanya seseorang yang membuat orang yang dipanggil menoleh, "Eh, Seulgi?"
"Ada apa? Dari tadi kau tertunduk diam."
Hyejin menggeleng, "Bukan apa-apa. Ouh yah, aku menitipkan teman-temanku padamu yah... Karena aku harus pergi." balas Hyejin yang mulai beranjak pergi dari sana.
Sembari berjalan keluar dari gerbang sekolah. Hyejin mengirimkan pesan ke nomor milik Jeremy, mengajaknya untuk bertemu kembali. Hal pertama yang akan ia lakukan, adalah mencari tahu informasi tentang ibunya terlebih dahulu.
Jeremy yang sedang bekerja dikantornya, ia yang memang menunggu kabar dari Hyejin. Ketika mendengar ponselnya berbunyi, langsung meraih ponselnya melihat notifikasi apa yang keluar.
Mendapati Hyejin yang ingin bertemu, Jeremy langsung merapihkan berkas-berkas yang ada dimejanya. Tak lupa merapihkan jasnya, lalu turun kelantai bawah untuk pergi ketempat yang dimaksud Hyejin.
NEXT ?
Vote dulu dong
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE BLOOD
Teen FictionSeorang gadis kecil yang seharusnya tumbuh dengan belaian kasih sayang dan didikan baik dari orang tua. Kini ia harus menerima takdir dari kehilangan ibunda tercinta. Tumbuh menjadi wanita berdarah dingin, hanya sekedar untuk membalaskan dendam. A...