53 || Cafe

30 12 16
                                    

Pukul 07:14 Pagi.

Keluarga Austin.
Terlihat Jeremy yang tengah sarapan dengan kedua putranya diantara meja putih menjadi penengah. Menu sarapan yang terbilang sederhana, dengan nasi putih hangat dan telur mata sapi, tak lupa susu hangat untuk menyempurnakan protein tubuh.

"Ayah akan pergi kekantor?" tanya Charles yang selesai dengan makanannya.

"Bukankah setiap hari rabu ayah selalu dirumah? Tumben sekali kali ini ayah akan tetap berangkat ngantor." tambah Kenza.

Jeremy mengangkat pandangan, menoleh kanan kiri untuk mengabsen wajah kedua putranya. "Hari ini ayah tidak kekantor. Tetapi ayah memiliki janji bertemu dengan seseorang."

"Bertemu?"

Jawaban Jeremy, membuat Charles dan Kenza saling menatap, mereka terlihat tersentak karena berpikir bahwa ayah mereka mulai tertarik dengan seseorang.

Tapi sayangnya, alasan itu dibantah oleh Jeremy. Ia hanya akan bertemu dengan temannya, atau sekarang bisa disebut keluarganya. "Jangan berpikir aneh-aneh." ucap Jeremy yang kembali memasukan makanan ke mulutnya.

"Jika seorang wanita, jadikan ia sebagai istri ayah saja." Charles kembali berbicara dengan tangannya mengambil segelas susu.

Perkataan yang dilemparkan oleh Charles membuat Jeremy terkejut, membuat makanan yang hendak ditelan tersedak di tenggorokan.

Kenza dengan cekatan mengambil segelas air minum, lalu memberikannya kepada Jeremy. Untungnya hal itu berhasil, membuat suasana yang awalnya tegang kini kembali tenang.

"Kenapa ayah begitu terkejut ketika kakak berkata seperti itu?"

"Sudah, sudah. Bereskan piring makan kalian, ayah harus segera bersiap."

••^••

Dipinggir jalan, ditengah keramaian terdapat sebuah cafe berhiaskan corak modern yang diapit oleh dua gedung tinggi. Cafe yang berada didekat alun-alun kota, dan mudah ditemukan membuat cafe tersebut selalu ramai orang.

Diantara meja bundar dengan taplak meja putih dan dua cangkir teh, Jeremy duduk saling berhadapan dengan lawan bicaranya, Hyejin.

"Bagaimana kabarmu Hyejin."

"Aku baik tuan."

Mereka melakukan percakapan kecil, antara saling menyapa dan bertanya tentang hari-hari yang dilewati. Sampai ketika Hyejin bertanya tentang hubungan antara ibunya, Jeremy, Nattan, Luis begitupun dengan Yuna.

Hanya sedikit yang bisa Jeremy beritahu. Jujur saja, ia tidak terlalu dekat dengan siapapun kecuali dengan Minjin. Yang ia tahu adalah jika Nattan dan Luis berteman dekat.

"Begitu yah, terimakasih."

"Bukan apa-apa Hyejin... Tapi kenapa kau menanyakan itu?"

Hyejin terkekeh kecil, "Aku hanya penasaran."

Jeremy ikut tersenyum mendengar jawaban Hyejin. Ia kemudian membenarkan posisi duduknya sembari menghela nafas panjang, "Hyejin. Aku ingin memberitahu sesuatu."

Hyejin tersenyu simpul, dengan sudut matanya menyipit, supaya Jeremy leluasa untuk bercerita.

"Sebenarnya tes DNA sudah keluar."

Hyejin tersentak, "Lalu... Apa hasilnya?"

Jeremy menunduk, senyuman lebar terlihat. Hyejin yang seperti paham maksud Jeremy, ia dibuat semakin terkejut, dengan bola mata membulat sempurna. "Mungkinkah?!"

"Benar, kau benar... Hasilnya positif." ucap Jeremy, senyuman tak lepas darinya, berbarengan dengan air mata yang mulai berjatuhan.

Hyejin hanya bisa tertunduk diam. Entah ekspresi apa yang harus ia tunjukkan. Karena jujur saja, kali ini perasaannya sedang campur aduk. Antara ia harus menangis atau justru harus tersenyum bahagia. Semua emosi itu tak dapat ditunjukkan karena tertutup oleh rasa kecewa yang ia dapat. Kebohongan yang dilakukan oleh Nattan benar-benar membuat hati Hyejin tergores.

Disisi lain, dua lelaki tengah berbincang didepan Cafe tersebut. Siapa lagi jika bukan Charles dan Kenza. Mendapati jika ayah mereka belum kembali, mereka berdua memutuskan untuk membeli kopi kesukaan ayahnya, ditoko dekat alun-alun kota. Kenza sebenernya masih kesal dengan Charles. Tapi karena itu demi ayahnya, ia harus mengenyampingkan rasa kesalnya.

Karena tidak melihat cafe lain, akhirnya mereka memilih cafe tersebut dan mulai berjalan masuk kedalam. Melangkah menuju kasir, dan langsung membeli kopi varian white coffe.

Sebelum mereka kembali, Charles menoleh melihat adiknya yang sedari seperti sibuk memperhatikan sesuatu. "Ada apa?"

"Kakak... Bukankah itu ayah?" balas Kenza dengan telunjuk tangan menunjuk arah yang dimaksud.

Charles menoleh kearah yang dimaksud, dirinya memerhatikan, dan setelah dilihat-lihat, yang dikatakan Kenza benar. Jika orang yang dimaksudkan adalah ayah mereka, Jeremy.

Charles dan Kenza melempar pandang satu sama lain, setelah melihat jika yang duduk dalam satu meja yang sama bersama ayahnya adalah seorang wanita. Banyak sekali opini-opini yang muncul dikedua kepala lelaki itu.

"Ternyata ayah pergi berkencan?" Kenza angkat suara.

"Sepertinya begitu."

"Mari kita menghampiri dan menyapa."

"Etsss." Charles menarik bagian belakang baju Kenza, tak kala Kenza mulai melangkah maju. "Jangan mengganggu momen ayah." sambung Charles.

Kenza yang masih kesal kepada Charles tidak memperdulikan perkataannya. Ia menatap sekilas mata Charles, menepis tangan yang memegang bajunya, lalu kembali berjalan menghampiri meja ayahnya. Melihat itu, Charles hanya bisa menghela nafas lelah. Mau tak mau ia juga harus pergi menyusul.

Didalam percakapan Jeremy dan Hyejin. Jeremy mulai bercerita ketika awal pertama menerima surat keterangan tes DNA yang keluar. Jujur saja, Jeremy awalnya tidak terlalu yakin jika hasilnya positif. Tapi setelah ia melihat isi, membaca semua yang tertera disurat, dirinya akhirnya bisa bernafas lega.

Hyejin tersenyum lebar menampilkan gigi putih rapihnya, "Terimakasih banyak. Aku benar-benar berterimakasih karena tuan sudah membuat senyum didunia ibuku."

"seharusnya bukan kau yang berterimakasih Hyejin, Tapi--"

"Ayah?"

Ucapan Jeremy terpotong, tak kala ada suara lain yang menimpal. Sosok Kenza kini sudah tiba, berdiri tepat dibelakang kursi Hyejin.

Jeremy tersentak, "Kenza?"

Mendengar nama yang tak asing, Hyejin kemudian menoleh. Melihat Kenza dibelakannya, membuat Hyejin terkejut, bola mata membulat sempurna, dengan mulut terbuka.

Kenza yang juga melihat sosok wanita didepannya yang ternyata Hyejin. Kedua bola matanya sama-sama ikut membulat.

"Heyy Kenza! Sudah kukatakan jangan mengganggu...Ehh? Hyejin?!" Charles yang baru saja sampai, dirinya juga ikut terkejut melihat Hyejin disana.

Kenza menoleh cepat menatap Jeremy, "Maksud ayah, ayah akan menikahi Hyejin?!"

"Kenza adalah putramu?!" tambah Hyejin yang ikut menoleh kearah Jeremy.

"Tidak, tidak mungkin. Ayah tidak mungkin menikahi Hyejin kan?" Charles ikut bersuara, tatapan sama dengan Kenza dan Hyejin. Membulat sempurna mengarah kearah Jeremy.

Hyejin yang mendengar jika Charles juga memanggil Jeremy dengan sebutan ayah, dirinya semakin terkejut. Pasalnya, jika kedua lelaki itu adalah putra dari Jeremy, berarti Hyejin adalah saudara kandung mereka.

Mendapatkan tiga tatapan mengarah padanya, ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan diluar ekspektasinya. Jeremy terkekeh, kedua sudut matanya menyipit, tak kuasa melihat tingkah tiga lawan dihadapannya.

Jeremy kemudian meletakkan salah satu tangannya diatas meja, menepuk kecil permukaan meja menyuruh mereka untuk tenang. "Ingat, kita berada ditempat umum."

Ucapan Jeremy membuat Hyejin, Charles dam Kenza sadar. Mereka bertiga sekilas melihat sekitaran, tak nyaman karena suara mereka yang begitu menggelegar.

Jeremy lalu menyuruh Kenza dan Charles untuk duduk, dan ia akan menjawab satu persatu pertanyaan yang diberikan.





NEXT ?
Vote dulu dong

REVENGE BLOOD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang