49 || Hurts

39 14 20
                                    

Langit berubah, antara warna jingga yang bercampur dengan hitam kelam. Matahari benar-benar menghilang, digantikan oleh sang bulan yang bersinar bulat penuh.

Terdengar, bunyi bel toko yang berbunyi ketika pelanggan membuka pintu untuk masuk atapun keluar. Begitupun dengan Kenza yang juga baru saja mengunjungi toko.
Mengenakan sweater berwarna abu-abu, tas yang dipikul dipunggung, dengan salah satu tali tas digenggam.

Sembari sesekali melihat bulan, yang selalu mengikuti langkah kemanapun ia pergi. Kenza juga melihat sekeliling, melihat orang-orang yang berjalan melewati dirinya.

Kenza baru saja membeli buku dari toko diluar kota yang ia titipkan di toko buku milik Yime. Buku yang ia beli adalah buku yang sangat sulit didapat, tentu saja dengan harga yang tidak main-main.

Dirinya berniat untuk memberikan buku tersebut kepada Hyejin. Sebenarnya, ketika pameran buku minggu kemarin, Kenza mencari buku yang cocok untuk Hyejin. Tapi sayangnya, semua buku yang terbilang paling populer telah habis. Membuat Kenza harus membeli online dari toko diluar kota.

Langkah kaki yang terus melangkah teratur, sedikit melamban tak kala melihat dari kejauhan bayangan wanita yang sepertinya Kenza kenali.

Dilihat-lihat lebih detail, Kenza mengenalnya, "Hyejin??" Hal itu membuat Kenza lega sekaligus senang karena bertemu dengan orang yang ditujunya.

Kaki mulai melangkah kembali dengan sedikit berlari untuk menghampiri Hyejin yang berjalan diarah jalan lain.

Kenza sempat memanggil Hyejin dari kejauhan, tapi sepertinya suaranya tidak terdengar melihat Hyejin yang terus berjalan maju.

Kenza terkekeh kecil, sembari mempercepat langkahnya, tak sabar untuk bertemu dengan Hyejin. Tapi kejanggalan mulai Kenza rasakan. Ketika jarak sudah dekat, Kenza merasa aneh karena langkah Hyejin yang terlihat sempoyongan dari belakang. Ditambah ketika lampu lalulintas menunjukkan warna merah, Hyejin tetap berjalan maju.

Kenza dengan cepat menarik kedua lengan Hyejin, sebelum seperkian detik kemudian sebuah truk melintas dihadapan mereka.

Kenza terkejut, dengan cepat menoleh karah Hyejin, "Apa kau gila?!" tanya Kenza dengan kedua tangannya mencengkram kuat bahu Hyejin.

Tak ada balasan apapun dari Hyejin, selain wajah datar dengan tatapan tertunduk kebawah. Merasa ada yang aneh, Kenza memindahkan salah satu tangannya menyentuh dagu milik Hyejin dan mengusap lembut pipinya. "Hyejin kau baik-baik saja? Ada apa?"

Pertanyaan yang dilemparkan Kenza, membuat Hyejin terusik. Hyejin perlahan mengangkat arah matanya menatap lelaki yang berdiri didepannya. Tak ada senyuman, hanya genangan air yang mulai terlihat dibawah bola mata.

Arah pandangan Hyejin kembali turun, dengan tubuh yang perlahan-lahan maju menenggelamkan wajahnya kedalam dada bidang Kenza.

Hal tersebut membuat Kenza terdiam mematung. Tubuhnya tak berani bergerak, dengan hatinya benar-benar terkejut kala itu juga.

Karena merasa bingung, Kenza lalu menurunkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh Hyejin, dan benar-benar menenggelamkannya dalam pelukan.

Sebuah pelukan hangat terjadi dibawah sinar bulan diantara aktivitas sibuk orang-orang. Tak ada yang merespon, ataupun merasa aneh karena mereka pikir, itu adalah pertemuan sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu.

Menit demi menit berlalu tak ada pergerakan sama sekali dari Hyejin maupun Kenza sendiri. Hanya mungkin Kenza sesekali mengelus lembut kepala Hyejin, dengan pelukan yang tak dilepas.

"Hyejin... Jika ada sesuatu, kau boleh menceritakan semuanya padaku..." bisik Kenza.

Hyejin yang awalnya terdiam membeku, perlahan kedua tangannya terangkat menyilang memeluk erat tubuh Kenza. Isak tangis mulai terdengar, yang semakin lama semakin keras.

Kenza panik, mendengar Hyejin menangis. Dirinya mencoba untuk menenangkan dengan mengeratkan pelukan, sembari sedikit menggoyangkan tubuh Hyejin layaknya seorang bayi.

"Hyejin ada apa? Jangan seperti ini..."

Kenza dibuat semakin panik, karena suara tangis mulai menghilang, berbarengan dengan pelukan Hyejin yang tiba-tiba melemas dan turun kebawah.

Kenza melepas pelukan, dengan cepat dirinya melihat wajah Hyejin yang kini kedua matanya tertutup. Kenza yang panik, ia mengelus kembali pipi Hyejin takut jika Hyejin mati karena pelukannya yang terlalu erat.

"Hyejin?! Hyejin?!!"

"Hyejin... Tolong katakan sesuatu..."

Tiba-tiba gerakan Kenza terhenti, arah matanya fokus dengan dahi Hyejin yang mengkerut.

"Aku mengantuk..." gumam Hyejin, dengan mata yang masih tertutup.

Kenza tersenyum, ia bernafas lega melihat Hyejin baik-baik saja . Kenza kemudian menoleh kanan kiri, mencari kursi kosong yang bisa mereka duduki bersama.

"Tunggu sebentar..." sahut Kenza sembari menuntun Hyejin berjalan, sembari memeluknya.

Sebuah kursi panjang dibawah pohon dengan daun berwarna hijau kecoklatan. Lampu penerangan berwarna kuning keemasan, ditambah dengan lantunan musik dari toko musik klasik disebrang jalan.

Mereka duduk bersama, dengan Hyejin yang kini tertidur pulas menyender dibahu Kenza.

Kenza hanya bisa terdiam kikuk, jantungnya berdebar kencang, dengan wajah yang mulai memerah. "Ada apa dengan diriku?" tanyanya dengan salah satu tangan terkepal didada.

Kenza menghela nafas panjang, sembari dengan tangannya yang kembali turun. Kepalanya menoleh kecil, untuk melihat Hyejin yang tertidur dibahunya. Sembari berpikir, apa yang telah dialami Hyejin hingga dirinya sampai tertidur karena lelah menangis.

Wajah yang tersosot lembut oleh lampu, bulu mata lentik menambah manis diwajah Hyejin. Senyuman kecil perlahan-lahan mengembang lebar diwajah Kenza, memperhatikan keindahan dihadapan mata. Dan pada saat itu pula, salju turun menambah kesan begitu luar biasa.

Kenza kembali menghela nafas panjang, sembari memperhatikan salju yang turun dari langit malam yang indah. Jantungnya yang awalanya berdebar kencang, kini berubah merasakan suasana yang begitu damai.

Tak lama. Kenza merasa ada gerakan dari wanita disampingnya, sontak hal itu membuat dirinya tersentak dan langsung menoleh kearah Hyejin.

Kenza memperhatikan, hingga Hyejin menarik kepala yang ia sandarkan dibahu Kenza dengan kelopak matanya membuka secara perlahan.

"Kau tidak apa-apa? Hyejin?"

Hyejin menggeleng pelan, matanya membuka sempurna memperhatikan orang yang ada dihadapannya. "Kenza?"

Kenza tersenyum lembut, kedua matanya menyipit, "Benar...Ini aku..."

Hyejin tersenyum kecil untuk membalas, dan meminta maaf karena hal yang ia lakukan membuat Kenza kerepotan. Dirinya bahkan tidak sadar dengan air matanya yang jatuh begitu saja.

Kenza mengangguk, dengan senyuman yang ia tak turunkan sedikitpun. ia lalu bertanya apa yang telah terjadi, dan jika mau Hyejin bisa berbagi cerita dengannya.

"Apa ada orang yang menyakitimu? Katakan padaku." tanya Kenza.

Hyejin menggeleng dengan senyuman, "Aku... Hanya merasa sakit. Sakit yang lebih sakit dari sakit yang ku alami dulu..." balasnya, lalu merendahkan pandangannya.

"Hyejin... Kau bisa memberitahuku..." balas Kenza mendekatkan wajahnya.

Tetapi Hyejin tak merespon, dirinya hanya diam tertunduk, tak menoleh sedikitpun.

Kenza yang mengerti jika Hyejin tak ingin bercerita. Ia kemudian mengelus lembut kepala Hyejin. Mencoba menghibur dengan mengajaknya untuk pergi kepameran buku atau kemanapun yang Hyejin inginkan.

"Terimakasih...Tapi aku hanya ingin pulang." balas Hyejin dengan pandangan yang kembali naik.

Senyuman sipit dan hangat Kenza kembali, ia mengangguk setuju. Kenza kemudian bangun dari duduknya menghadap Hyejin, sembari mengulurkan tangannya. "Ayo pulang...Hyejin."








NEXT ?
Vote dulu dong

REVENGE BLOOD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang