TSK-02

59.6K 3K 38
                                    

"Ambil air!" titah Reina menatap anak buahnya. "Jangan sampai ketahuan." lanjutnya kemudian menatap Liona dengan senyum menyeringai.

"Kenapa?" Liona bersuara. Yang gadis itu tanyakan kenapa seorang Reina yang terkenal primadona itu rela membully seseorang.

Reina mengerutkan keningnya. "Kenapa? Hm, karna lo selalu ganggu Ilona mungkin?"

"Pembully kayak lo nggak pantes hidup lebih lama. Merusak mental demi kesenangan belaka."

"Yahh! Lo benar. Dan ngehancurin mental lo udah masuk list nomor satu gue!"

Liona mengepalkan tangannya erat. Bayangan dulu di kehidupannya sebagai Stella, nyawanya hampir melayang karna salah satu orang yang membencinya di sekolah. Para pembully sialan.

Plaaakkk!!

Reina merintih sembari memegang pipinya yang kebas. Dia menatap Liona tak percaya. Merasa tak terima, Reina pun balas mencengkram leher Liona dengan kuat.

"Sialan lo!!" teriaknya di depan wajah Liona.

Bughhh!!

"Segitu doang marah?" Liona terkekeh geli. "Apa lo nggak pernah mikir tentang korban-korban lo yang sampai masuk rumah sakit?"

"Tau apa lo?!"

"Oh lupa, lo kan nggak bisa mikir gegara nggak punya otak." ucap Liona.

Byurrr!

Liona diguyur air dari belakang. Seluruh tubuhnya basah. Liona mengumpat kemudian berbalik mencengkram dagu Sahsa-yang menyiramnya-dengan kuat. Kukunya yang panjang itupun sengaja ia tekan hingga menembus jaringan kulit gadis itu.

"Arghhhhh!!" jerit Sahsa dengan mata berkaca-kaca. "Le..pas sialan!" rintihnya.

Bukannya melepas, Liona justru semakin menekannya. Seringai buas ia perlihatkan ketika kembali mendengar teriakan kesakitan. Ahh sial mengapa ini terdengar sangat nikmat?

"Tolooong!! hiks tolong lepas!!" mohon Shasa kepada Reina dan tiga temannya yang lain.

Reina panik kemudian menarik rambut Liona agar melepaskan Sahsa. Sedikit tak menyangka bahwa yang melakukan hal keji itu adalah Liona-siswi yang sering mereka risak.

Genggaman Liona terlepas begitu saja. Sebuah tarikan di rambut membuatnya emosi. Digerakkannya tangannya dengan kasar hingga mengenai wajah Reina. Tangkisan yang membuat gadis itu meringis meraba wajahnya.

"Cepaat!!" teriak dari arah belakang.

Nafas Liona tercekat. Pupil matanya melebar penuh kebencian. Reina dan anak buahnya berhasil keluar setelah salah satu dari mereka menyalakan gas air mata.

Asap tebal langsung memenuhi bilik toilet. Liona menutup matanya sambil menahan nafas. Sekarang bukan hanya tubuhnya yang menggigil. Nyalinya pun ikut menggigil ingin segera membunuh Reina dan juga teman-temannya itu.

"Sialan brensek!!" lirih Liona dengan nada rendah. Kesabarannya habis.

Liona berdiri di tengah kabut gas air mata yang mengepul, mata tertutup rapat sambil mencoba menahan napas. Sensasi terbakar di mata dan tenggorokan membuatnya semakin marah. Dia sudah muak dengan permainan ini. Dia sudah muak dengan Reina dan antek-anteknya yang berpikir mereka bisa terus menginjak-injak orang lain tanpa akibat.

Cukup sudah.

Dengan satu tarikan napas yang dalam, Liona membuka matanya. Pupilnya mengecil, dan tatapannya berubah tajam seperti elang. Dia berlari keluar dari bilik toilet dengan kecepatan yang mengejutkan, menerobos asap gas air mata tanpa rasa takut. Pandangannya langsung tertuju pada Reina yang baru saja akan melarikan diri.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang