TSK-49

50.8K 2.7K 218
                                    

Follow ig @wiwirmdni21
Selamat membaca!

"Ayah terjerat kasus narkoba!" kata Alden saat Liona melangkah masuk ke dalam rumah.

Liona mengernyit. "Narkoba?"

Alden mengangguk. "Diberita juga ada kasus korupsi dan Ayah termasuk salah satunya, aku nggak tau harus ngapain."

Liona ikut duduk di sofa. "Ya nggak mesti ngapa-ngapain."

Alden memandang Liona dengan mata membelalak, terkejut dengan ketenangan yang ditunjukkan adiknya. "Liona, ini serius! Ayah bisa dipenjara!" serunya, suaranya mulai gemetar.

Liona menghela napas panjang, menatap Alden dengan tatapan dingin. "Dengar, Alden. Kalau Ayah memang bersalah, itu tanggung jawabnya. Kita nggak bisa ngelakuin apa-apa buat ngerubah kenyataan."

Alden menatap Liona dengan putus asa. "Tapi—"

"Itu salahnya."

Alden terdiam, mencoba mencerna kata-kata Liona. "Lo benar-benar nggak mau ngelakuin apa-apa?"

Liona menggeleng pelan. "Enggak, bang. Terkadang, diam adalah pilihan terbaik."

Mendengar itu, Alden hanya bisa menghela napas. Kecemasan dan kebingungan masih tergambar jelas di wajahnya, tapi dia tahu bahwa Liona sudah mengambil sikapnya. "Oke, gue ngerti," katanya akhirnya, meskipun keraguan masih ada di suaranya. "Gue cuma... nggak nyangka lo bisa setenang ini."

"Hm. Dalam situasi seperti ini, kita harus tetap tenang. Biarin yang lain berantakan, tapi kita tetap berdiri tegak."

"Menurut kesaksian para pegawai, Hendra Pradiningdrat Abigail diduga melakukan korupsi dalam jumlah yang banyak. Pria dengan kepiawaiannya dalam dunia kerja itu juga ternyata mengonsumsi jenis narkotika jenis ganja. Pihak kepolisian dan KPK saat ini sedang mengunjungi kediamannya yang berada di ****."

Liona bersandar dengan nyaman di sofa, matanya tak lepas dari layar televisi yang menayangkan siaran langsung penggeledahan rumah Hendra. Dia terlihat tenang, hampir tak peduli dengan keributan yang terjadi di layar. Namun, senyum licik terpatri di bibirnya, tanda kepuasan yang sulit disembunyikan.

Di layar, Nina tampak panik dan putus asa, memberontak ketika seluruh aset di rumahnya disita. Dia menahan lengan Hendra, berusaha mencegahnya saat pria itu diborgol dan dipaksa masuk ke dalam mobil polisi. Teriakan Nina bergema di udara, penuh amarah dan keputusasaan, namun tidak ada yang mendengarkan.

Liona menatap adegan itu dengan tatapan tajam. Matanya menyiratkan rasa puas yang mendalam. "Akhirnya keadilan itu datang juga ya," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar oleh Alden yang duduk di sampingnya, masih terpaku dengan tayangan di televisi.

Alden memandang Liona, kebingungan dengan ekspresi wajah adiknya yang tampak senang melihat penderitaan orang tuanya. "Liona... Lo senang liat mereka seperti ini?" tanyanya ragu, nada suaranya dipenuhi dengan ketidakpahaman.

Alden menatap Liona dengan putus asa. "Tapi... kita ini keluarganya. Kita harus—"

"Keluarga atau bukan, keadilan tetap keadilan," potong Liona tegas. "Kalau dia terjerat, biarkan hukum yang bicara. Kita cuma bisa nunggu dan lihat apa yang terjadi. Dan.." kalimatnya menggantung.

Liona menoleh perlahan, mengunci pandangan dengan Alden. "Mereka bukan keluargaku," jawabnya, dengan nada suara yang dingin dan tenang.

Alden semakin terperangah. "Maksudnya...?"

Liona tersenyum tipis, menatap Alden dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Lo lupa ya bang kalau Ayah sering nindas gue?"

Alden tertegun, dia seolah lupa dengan penderitaan adiknya itu. Rasa bersalah menghampirinya. "Maaf, Li. Abang bener-bener lupa..."

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang